Chapter 8 : Feeling Too Tired

10 6 0
                                    

Pulih.

Hanya duduk sembari menikmati suasana adalah sesuatu yang langka bagi Soora. Rasanya lupa kapan terakhir hidup bisa setenang ini. Dan, ketenangan itu selalu datang dari Chanyeol. Kapan hari dia juga hanya duduk dan menyaksikan petang yang indah bersama laki-laki itu. Begitu pun dengan saat ini.

Sekarang, Soora sedang duduk di kursi roda yang sedang didorong Chanyeol dengan perlahan. Mereka sudah keluar dari ruang rawat sejak matahari terbit dan berkeliling di area luaran rumah sakit sampai bosan.

"Es teh lemon," ucap Soora dengan tangan menengadah ke arah Chanyeol di belakang. Raut tampak angkuh.

Chanyeol mengembuskan napas, lantas menaruh sebotol es teh lemon di telapak tangan Soora. "Kalau kau akan minum setiap lima menit, kenapa tidak membawanya sendiri, huh?"

"Diam. Aku masih marah karena kau membuka lowongan kerja dan masih saja memberiku syarat kalau ingin melamar di sana," tukas Soora, sebelum membuka botol dan mulai minum.

Sejak semalam, Chanyeol memang sudah bertekad untuk mencari pekerja baru di Chan's Caffe. Acara kemarin membuat laki-laki itu benar-benar kewalahan, padahal tamu yang datang belum terlalu banyak. Karena itulah dia akhirnya mau mencoba membuka lowongan. Dan, tanpa butuh waktu lama, sudah ada beberapa orang yang melamar dan diterima olehnya.

"Kau sudah punya perjanjian denganku sebelumnya. Apa kau lupa?" balas Chanyeol sambil membelokkan kursi roda ke kiri, menuju koridor yang dikelilingi tanaman hijau dan bunga.

"Tidak, tapi sama saja itu menyebalkan. Ini, pegang lagi!" titah Soora sembari mengulurkan botol yang sudah ditutup ke belakang.

Chanyeol pun menerima botol tersebut sambil menghela napas lelah. Sampai beratus-ratus kali pun, dia tidak akan bisa melunturkan kekesalan Soora. Chanyeol menyadari itu, karena memang seperti itu sedari dahulu. Bahkan, lemon-lemon tidak bisa membantu.

"Kalau kau bekerja tanpa syarat, alasan apa lagi yang bisa aku pakai agar kau tinggal di rumah?" seloroh Chanyeol. Jujur, tujuan dia memberi syarat hanyalah agar syarat itu terpenuhi.

"Jangan membahas itu," peringat Soora.

"Ya, ya, terserah."

"Ah, apa Pengacara Do tidak datang lagi?"

"Tidak. Terakhir kali dia ke sini adalah kemarin. Dia tidak menghubungimu?" tanya Chanyeol balik, yang seketika dibalas dengan gelengan lemah oleh Soora. "Lagi pula kenapa kau jadi mencarinya? Apa hubungan kalian benar-benar berlanjut?"

"Aish, bukan. Aku ... ada urusan saja dengannya."

Chanyeol mengangguk. "Malam itu dia bercerita singkat. Kau mau dengar?"

"Hm."

"Waktu itu, dia baru pulang dari acara ulang tahun teman kuliahhnya. Dia, mengantar pasangannya, ke Miracle Psyciatric Hospital karena pasangannya bekerja di sana. Dan, dia seperti mendengar suara orang berkelahi di dalam gang. Dia masuk ... dan menemukan kau akan ditembak oleh seseorang. Yang aku tidak paham adalah, kenapa kau tidak pernah bercerita kalau kau masih diganggu oleh mereka? Sudah kubilang untuk jangan pulang sendirian juga, 'kan? Aku dan ibu rasanya mau mati saja mengetahui kau masuk rumah sakit, karena luka tembak pula. Apa susahnya menelepon taksi, meneleponku? Aku pasti akan menjemputmu dan meninggalkan kafe serepot apa pun. Aku–"

"Aku sangat mengkhawatirkanmu," sambar Soora.

Kalimat panjang Chanyeol itu, sudah diucapkan berulang kali sejak Soora sadar kemarin pagi. Rasanya Soora sampai bisa menirukan nada bicara laki-laki itu.

"Tapi, aku penasaran. Apa kau benar-benar didekatinya? Maksudku, dia sepertinya tidak single. Ya, walaupun pasangan yang dia maksud kemarin itu dia sebut teman, sepertinya susah ada pertemanan di antara laki-laki dan perempuan," seloroh si tiang listrik, Chanyeol.

I Don't Need a LawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang