24. Berpisah

2K 99 10
                                    

Rezza masih duduk diam di lantai kamarnya. kepalanya masih bersembunyi di antara 2 lututnya, dengan bulir air mata belum kering, suara isakan masih samar-samar terdengar sambil menyebut ibunya. Surya tiba-tiba masuk ingin menghiburnya.

Ketika tangan Surya mengusap punggungnya, segera ia tepis seketika. Tanpa di sadari Surya juga ikut meneteskan air mata. Surya ingin sekali bisa memeluk Rezza. Namun ia sadar bahwa bukan waktu yang tepat. Melihat hatinya masih terluka.

"Nak, kamu harus sabar. Ibu sudah tenang. Kamu harus kuat, sekarang biar Ayah yang menjagamu" bujuk Surya dengan penuh kasih sayang.

Namun Rezza tidak ingin mendengar suara itu. Dia berdiri dengan wajah marah, Rezza menatap tajam ayahnya dengan ekspresi penuh kebencian.

"Pergi, jangan sentuh aku. Kau bukan ayahku. Kau yang sudah membuat ibu menderita!" bentaknya, dengan tangan nunjuk Surya.

Surya hanya terdiam, dia mengerti bahwa itu memang kesalahannya, selama ini ia tidak pernah memberikan kasih sayang pada anak-anaknya. Hal itu yang memicu Rezza membencinya. Wajah Surya tertunduk tidak bisa berkata apa-apa.

Rezza lalu keluar dari kamar, dengan cepat ia keluar rumah, lalu berlari sekencang-kencangnya. Surya mengikutinya dari belakang. Ternyata Rezza menuju ke tempat peristirahatan terakhir ibunya. Tanah itu masih basah dengan bau harum bunga. Rezza lalu mengusap batu pusara ibunya sambil meneteskan air matanya.

"Bu, kenapa cepat sekali pergi. Rezza belum minta maaf sama ibu. Ibu belum melihat Rezza sukses. Sekarang pada siapa lagi Rezza mengadu, Bu. Kakek juga sudah tidak ada."

"Bu, tolong maafkan anakmu ini. Anakmu telah berbuat dosa padamu."

Rezza terus berucap dengan sesegukan di depan pusara ibunya. Sementara Surya hanya melihatnya dari belakang dengan perasaan iba. Sesekali Surya menyapu air mata yang membasahi pipinya. 2 jam dia menemani Rezza tanpa menyentuh anak laki-laki nya itu.

Kemudian Rezza tenang, air matanya sudah kering. Walau kadang ia masih menyeka wajahnya. Diapun kembali menatap Surya dengan penuh kebencian. Surya mencoba menghiburnya, namun dengan cepat Rezza menghindar.

7 hari 7 malam pasca kematian ibunya. Rezza tidak makan, hanya minum air putih saja. Dan mengurung diri di dalam kamar. Surya dan Rita sudah membujuknya untuk makan, namun dia tetap enggan melakukannya. Rasa laparnya seakan hilang. Tubuhnya juga semakin menciut, hanya Tio yang bisa menenangkannya.

Di saat Rezza mengurung diri di dalam kamar, Tio datang untuk menghiburnya. Dengan cepat ia menerima pelukan Tio di sisinya.

"Sudah sayang. Kamu harus kuat, ini semua sudah kehendak yang maha kuasa. Sekarang kamu harus makan. Jangan sampai kamu sakit, kasihan keluargamu. Nanti mereka khawatir." bisiknya dengan pelan, sambil mengusap punggung Rezza.

Namun Rezza hanya menggelengkan kepalanya. Matanya terlihat kurang tidur dengan bibir sedikit pucat. Sepertinya Rezza kurang tidur. "Aku tidak lapar, om"

"Kamu harus makan. Om tidak mau melihat Rezza seperti ini."

"Om tidur disini ya. Rezza butuh om"

Sambil terus memeluk tubuh Rezza yang semakin kurus, dia mulai berfikir, tidak mungkin dia nginap di rumah Rezza, karena dia hanya orang asing. Tapi dia berusaha membuat Rezza setenang mungkin, jangan sampai Rezza banyak fikiran. Sampai-sampai Rezza tertidur dalam pelukannya. Lalu dia meletakkan tubuh kurus Rezza ke atas kasur.

Di luar kamar, Surya terbakar api cemburu. Karena kasih sayang yang seharusnya dia dapatkan dari Rezza tapi kini di rebut oleh Tio, yang bukan siapa-siapa dalam keluarganya.

"Saya permisi dulu, Pak. Rezza sudah tidur, kalau ada apa-apa, tolong kabari saya"

"Iya. Pasti saya kabari, nanti" balasnya datar dengan wajah tidak suka.

ℍ𝔸𝕊ℝ𝔸𝕋 𝕋𝔼ℝℙ𝔼ℕ𝔻𝔸𝕄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang