Beberapa hari kemudian, kondisi Rezza sudah mulai membaik. Tyo selalu menyempatkan diri menjenguknya. Namun Rezza belum tahu bahwa Tyo akan meninggalkannya.
Tyo sudah memutuskan untuk pindah kerja ke tempat yang jauh, supaya Rezza tidak lagi bisa menemukannya. Tyo akan memberi kesempatan kepada Surya, supaya dia bisa lebih dekat dengan anaknya.
Hari itu, adalah hari terakhir Tyo bertugas, sebelum dia pergi meninggalkan Reza. Rezza sudah sembuh dan sangat bahagia karena bisa kembali bersama Tyo. Mereka menghabiskan waktu di sebuah villa yang indah.
Tyo membawa Rezza tanpa sepengetahuan Surya. Handphone pun dimatikan supaya tidak ada yang menganggu mereka, termasuk handphone milik Rezza.
Rezza sedang tidur di atas tubuh Tyo.
"Om, terima kasih sudah mengajakku kesini. Aku sangat senang bisa menghabiskan waktu bersamamu,""Iya, sayang. Om juga senang, kamu jangan sampai sakit lagi ya, Za! om sangat khawatir padamu."
"Maaf, om. Kemarin, aku benar-benar kehilangan seorang yang sangat penting dalam hidupku. Jadi, aku tidak bisa menahan rasa sedihku,"
"Iya, Za. Om mengerti, tapi kamu jangan sampai tidak makan lagi seperti kemarin,"
Dalam hati, Tyo menangis. Rezza akan kehilangan orang yang dia sayangi lagi. Tyo tidak tahu bagaimana nasib Rezza selanjutnya. Ingin sekali dia menyampaikan isi hatinya, tapi dia takut Rezza tidak akan kuat. Dan kembali bersedih.
Tyo memeluk erat tubuh Rezza untuk yang terakhir kalinya. Mereka tertidur dalam pelukan hangat. Namun Tyo tidak bisa memejamkan matanya, dia melihat wajah Rezza sudah tertidur pulas. Tyo bangun menuju kamar mandi, di sana ia mulai meneteskan air matanya.
"Za. Maafin om. Om sangat sayang padamu. Tapi, sekarang kita sudah tidak bisa bersama lagi. Aku tidak bisa memilikimu, Za. Semoga kamu bahagia dengan kehidupan barumu, sayang,"
Setelah Tyo puas menangis. Dia menuju ke tempat tidur, lalu kembali memeluk Rezza. Sepanjang malam hatinya gelisah karena dia akan berpisah. Karena lelah memikirkan nasib cintanya, akhirnya Tyo pun tertidur.
Esok harinya. Tyo mengantar Rezza pulang, sebelum mereka berpisah. Tyo memeluk tubuh Rezza sambil menangis.
"Om kenapa menangis?" Tanya Rezza heran.
"Tidak apa-apa, sayang. Om bahagia, karena kamu akan tumbuh dewasa. Kamu harus jadi anak yang kuat dan pintar. Dan kamu harus menyayangi keluargamu,"
Rezza menghapus air mata Tyo. "Om, jangan menangis lagi. Nanti, aku juga ikutan sedih melihat om seperti ini,"
Tyo langsung membersihkan wajahnya. Lalu menyuruh Rezza pulang ke rumah. "Sekarang, kamu pulang, ya. Om, akan balik ke kantor untuk bekerja lagi,"
"Iya, om. Semoga kerjamu lancar."
"Makasih sayang,"
Rezza mengecup pipi Tyo. Lalu mereka berpisah. Di dalam perjalanan, Tyo kembali meneteskan air matanya. Dia sudah mengemasi barangnya dan menuju ke bandara.
"Selamat tinggal, Rezza. Sekarang aku akan meninggalkanmu. Semoga kamu menjadi anak yang sukses dan berbakti kepada orangtuamu,"
Tyo sudah di dalam pesawat dan siap mendarat di tempat yang jauh. Nomor handphonenya sudah di ganti supaya Rezza tidak bisa menghubunginya lagi.
Di kediaman Reza. Surya sangat bahagia karena sekarang tidak ada lagi penghalang untuknya mendekati Rezza.
Dengan santai ia melakukan pendekatan kepada Rezza. Seperti mengantarnya ke sekolah. Namun, Rezza langsung menolak karena dia menunggu Tyo. Rezza berusaha menghubungi Tyo, namun tidak pernah berhasil tersambung.
"Om Tyo kemana sih. Kenapa nomornya tidak aktif? aku bisa telat ni ke sekolah," ujarnya.
"Udah, nak. Ngapain nunggu dia yang jelas ngak akan datang. Mending bapak aja yang antar jemput kamu ke sekolah, mulai sekarang,"
Rezza marah. "Maksud bapak apa, Om Tyo ngak akan datang, emang dia kemana?"
"Mana bapak tahu dia kemana. Dia ngak pernah bilang sama saya," sambil bersiul gembira, Surya melirik Rezza. Dia akan bersabar sampai anaknya menerimanya.
Rezza terus memerhatikan handphonenya berharap Tyo akan datang. Namun dia tidak pernah datang, sementara waktunya untuk ke sekolah tinggal beberapa menit lagi.
"Udah, nak. Ayo bapak yang antar, dari pada kamu telat,"
Rezza berdecak kesal, akhirnya dia menerima tawaran Surya untuk di antar ke sekolah menggunakan mobil yang dibelinya. Surya sangat bahagia, ini pertama kalinya, ia bisa bersama Rezza. Namun wajah Rezza terlihat kesal karena Tyo tidak ada kabar apapun. Jangankan nelpon, chat pun tidak ada.
Setelah pulang sekolah. Rezza langsung menuju ke rumah Tyo untuk menyapa Tyo. Namun dia kecewa karena rumah itu sudah kosong. Di depannya tertera di jual. Rezza kembali bersedih, karena Tyo tidak mengabarinya apa-apa.
"Om Tyo! kamu dimana? kenapa tidak bilang apa-apa padaku, jika kamu pergi. Kamu tega meninggalkanku, om,"
Rezza lalu menuju kantor Tyo tempat Tyo bekerja dulu, dan lagi-lagi dia harus menelan kekecewaan. Karena Tyo juga tidak ada di sana.
"Maaf, dek. Tyo sudah tidak kerja di sini lagi. Sekarang dia pindah ke Surabaya. Dia bertugas di sana sekarang,"
Mendengar hal itu, membuat hati Rezza hancur. Dia langsung pulang ke rumah dan menangis di dalam kamar. "Om, kenapa kamu pergi. Aku membutuhkanmu, Om. Aku sangat mencintaimu. Aku sangat sayang padamu. Tolong bawa aku bersamamu, om."
Rezza memeluk guling, dia masih membayangkan bisa memeluk Tyo lagi. Semua kenangan indah bersama Tyo tidak akan pernah ia lupakan. Reza keluar memacu motor dengan kecepatan tinggi, dia tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Bila dia mati kecelakaan, dia sudah tidak peduli. Baginya saat ini, kehilangan Tyo seperti kehilangan orang yang sangat berharga.
Dia menuju pantai. Dimana dulu mereka menghabiskan waktu bersama, canda tawa bersama.
"Om Tyo. Aku tidak akan pernah melupakanmu, di sini, dulu kita pernah bahagia. Sekarang aku datang untuk melihatmu lagi, om. Sekarang yang tersisa hanya bayangmu. Aku mohon, datanglah padaku, aku akan terus menunggumu, orang yang sudah membuatku bahagia."
Rezza membuka handphonenya, memandangi setiap foto indah bersama Tyo. Dengan suasana hati yang sedih, dia mulai meneteskan air mata memandangi wajah Tyo yang tersenyum di dalam handphonenya.
Beberapa kali Surya menghubungi Rezza namun di abaikannya. Yang di butuhkan Rezza sekarang adalah Tyo, bukan Surya, ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ℍ𝔸𝕊ℝ𝔸𝕋 𝕋𝔼ℝℙ𝔼ℕ𝔻𝔸𝕄
Romance𝘈𝘬𝘶 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘯𝘰𝘳𝘮𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘰𝘮𝘰 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘨𝘢𝘺. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘱𝘳𝘪𝘢. 𝘏𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘬𝘶. 𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 �...