Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secret Imam'
Tolong tandai typo
*
*Umi Lea mengernyit kala melihat Sahna menunduk lalu menatap sang suami dan menantunya, alias Langga, "Dek?" panggilnya lembut pada Sahna.
Sahna perlahan mendongak menatap sang Umi. Umi Lea memiringkan kepalanya bingung menlihat raut wajah cemberut Sahna, "Umi ... " rengeknya lalu memeluk sang Umi.
Dengan senang hati Umi Lea memeluk sang putri, ia membelai puncak kepala sang putri lalu menatap Abi Abram meminta penjelasan.
Abi Abram yang mengerti maksud istrinya lalu mengucap, "Nanti Mas jelasin." ucapnya tanpa suara yang di angguki Umi Lea.
Sahna mendongak menatap sang Umi, "Abi nggak bolehin Sahna manjat ... " rengeknya menatap sedih Umi Lea.
Di balik cadarnya, Umi Lea tersenyum lalu mengurai pelukan mereka. "Dengerin Umi, Dek. Abi ngelarang Adek, karena Abi takut kejadian dua tahun lalu terulang lagi. Adek tahukan apa yang terjadi waktu itu?" lembut Umi Lea mengusap puncak kepala sang putri.
Sahna mengangguk lalu berjalan menghampiri sang Abi yang tersenyum menatapnya. Kejadian itu tak lepas dari pandangan Langga yang berdiri tegap di samping Abi Abram.
"Abi ... " lirih Sahna tanpa memperdulikan Langga yang berada di samping Abinya.
"Peluk?" tebak Abi Abram lalu merentangkan tangannya. Ia sudah menebak bahwa putrinya itu akan memeluknya.
Sahna mengangguk lalu memeluk sang Abi, "Maafin Sahna ya, Abi? Tapi, Sahna nggak janji kalo nggak ulangi lagi," lirihnya di dekapan sang Abi.
Melihat itu hati Langga menjadi menghangat kala melihat sang istri. Ingin sekali dirinya memeluk sang istri tetapi ... belum waktunya.
Abi Abram terkekeh kala melihat hidung Sahna yang merah, mata yang juga memerah. "Cengeng sekali anak, Abi?" goda Abi Abram kala Sahna menghirup ingusnya.
Sedangkan Langga? Ia sudah mati-matian menahan tangannya untuk tidak mencubit gemas hidung merah istrinya. 'Gemas sekali!' batin Langga menjerit.
"Abi?" sendu Sahna mematap sang Abi yang mati-matian memahan tangannya untuk tidak mencubit gemas pipi Sahna.
"Sahna mau apa hem?" lembut Abi Abram menatap sang putri.
"Mangga Sahna tadi ketinggalan di bawah pohon."
Uhuk! Uhuk!
Langga tersedak ludahnya sendiri. Ia pikir Sahna sudah melupakannya, ternyata gadis itu masih mengingatnya.
"Gus Langga kenapa? Tumben kesini, kan Abang nggak di rumah." ucapa Sahna pada Langga, biasanya pemuda itu juga datang pasti akan menemui Ibran.
Langga berdeham lalu menormalkan ekspresinya, "Tidak papa." dinginnya.
Sahna memicingkan mata lalu menatap sang Abi, "Abi?"
"Tadi Abi udah suru kang santri untuk bawakin mangga kamu, mungkin kang santri udah menaruhnya di dapur pesantren."
Sahna semringah, "Kalo gitu ayo kita buat rujak! Tadi Sahna lihat banyak buah-buahan di belakang!" semangatnya lalu menarik pelan sang Abi dan Uminya.
"Ajaib ... " lirih Langga menggelengkan kepalanya heran tak urung ia menyusul ketiganya ke arah dapur pesantren.
***
"Assalamualaikum warrohmatullah hiwabarokatuh." salam Ibran di ambang pintu seraya membenarkan letak jas jaketnya di lengan kanannya lalu mendongak menatap lurus. Ia menganga menatap lima belas baskom besar berisi rujak di ruang tamu. Ia juga melihat 27 santriwati yang sibuk membungkusi rujak itu di cup kecil. Ia sangat yakin, jika ini semua pasti ulah sang Adik.
"Abang Ibran!" heboh Sahna berlari kearah Ibran, dengan cepat ia menyalimi tangan Ibran lalu memeluknya.
Ibran yang mendapat serangan tiba-tiba dari Adiknya hampir saja terjungkal jika ia tidak menahan berat badannya.
"Dek?" panggil Ibran mengurai pelukan mereka lalu melirik para santriwati yang sedang membungkusi rujak tersebut.
Sahna menyengir lebar, "Awalnya sih tadi cuma buat untuk Sahna, Abi, Umi and ... Gus Langga. Tapi ... mengingat mangga yang di belakang asrama kang santri banyak, terus bengkoang and jambu air di kebun pesantren lagi musim, yaudah, Sahna ajak Mbak Santri rame-rame buat rujak bareng untuk para santri." cerocos Sahna panjang lebar.
Ibran hanya menganggukkan kepala mengerti, "Gus Langganya udah lama disini?" tanya Ibran seraya mengusap puncak kepala sang Adik.
Sahna menatap langit-langit ruangan seolah sedang berpikir, "Kayanya sih udah, pokoknya pas Sahna pagi tadi pulang, Gus Langga udah jalan sama Abi, Bang."
Ibran mengangguk, "Umi sama Abi dimana, Dek?" lembut Ibran mengusap puncak kepala sang Adik.
"Ada di ruang keluarga lagi ngobrol, kata Abi, Sahna nggak boleh dengerin, makanya Sahna kesini."
Ibran mengangguk, ia sudah mengetahui apa yang ketiganya obrolkan.
"Yaudah, Abang ganti dulu ya? Sekalian mau mandi! Bentar lagi mau magrib. Adek juga siap-siap gih!" lalu mengecup singkat kening Sahna.
Sahna mengangguk antusias, "Siap komandan!" seru Sahna layaknya sedang hormat.
Ibtan terkekeh lalu berjalan menuju kamarnya. Sedangkan Sahna? Ia berniat membantu para santriwati yang sedang menata cup-cup berisi rujak itu, yang niatnya akan di bagikan setelah solat magrib nanti.
"Mbak-mbaknya balik ke asrama aja udah mau magrib juga, lagian udah selesai juga kan? Ntar kang-kang santri aja yang bawakin ke Masjid."
"Baik, Ning. Kalo gitu kita pamit dulu ya, Ning? Assalamualaikum!" ucap santriwati bernama Izah. Diikiti juga para santriwati yang lain.
o0o
Hay guuuuys 🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Imam (Lengkap)
Novela JuvenilREVISI VERSI CETAK Oma Iren menyembulkan kepala ke jendela lalu menatap sebal pengendara itu yang menghentikan motornya kala mendengar suara klakson. "WOY! MINGGIR SEMPRUL! MALAH NGALANGIN JALAN GUE LU! KAGAK TAU APE CUCU TERSEYENG GUE SEKARAT!" pek...