61. Damai(2)

26 5 1
                                    

"Yaampun, Non.. Bibi cariin ke mana-mana.. Lain kali pamit dulu atuh! Bibi kirain Non diculik sama orang jahat!"

Eloura mengalihkan pandangannya. Tak terasa ia sudah tiba di rumah, dan kedatangannya langsung di sambut oleh suara Bi Sari.

"Maaf ya, Bi.. Tadi aku cuma mau cari udara segar doang kok. Nggak enak mau bangunin Bibi dulu, makanya aku langsung keluar aja," ujar Eloura tak enak hati. Ia memang sudah keluar rumah pukul enam pagi, di mana Bi Sari belum bangun. Eloura tidak tega pada Bi Sari. Usianya sudah tidak bisa lagi dibilang muda, dan beliau pasti kelelelahan mengurusnya semalam- ralat, sepagi.

"Yaudah.. Lain kali jangan gitu lagi ya, Non."

Eloura memberi hormat, lalu menyengir.

Bi Sari geleng-geleng kepala dibuatnya. "Bibi udah masak. Makan dulu gih!"

"Enggak deh, Bi. Nggak selera, kepala aku agak pusing." Eloura tidak berbohong. Sejak tadi kepalanya memang terasa sedikit cenat-cenut. Ini juga adalah salah satu alasan kenapa ia berjalan-jalan di luar, mencari udara segar.

"Pusing? Non sakit?" tanya Bi Sari dengan khawatir.

"Gapapa kok, Bi. Mungkin cuma masuk angin aja." Eloura tersenyum. Yang ia katakan memang tidak sepenuhnya salah. Berada di luar hampir seharian tanpa mengenakan jaket memungkinkan udara dingin membuatnya pening. Namun tidak sepenuhnya benar juga, karena ada alasan lain di balik rasa sakit di kepalanya. Eloura bukannya tidak tahu. Hanya saja, ia pura-pura tidak tahu. Sengaja, ingin melupakannya sejenak.

"Ayo sini, makan dulu. Biasanya juga sakit kepala itu karena lapar, loh.."

Eloura tidak bisa membantah. Dengan patuh ia menghabiskan sup yang secara kebetulan memang adalah masakan Bi Sari hari ini. Setelahnya, ia meneguk teh yang sudah dibuatkan oleh Bi Sari.

"Eumm, Bi," panggil Eloura pada Bi Sari yang hendak ke washtafel untuk mencuci piring kotor miliknya. Sebenarnya, piring kotornya biasa ia cuci sendiri. Namun berhubung ia sedang tidak enak badan, maka jangan harap Bi Sari akan memberi izin.

"Iya, Non?"

"Aku mau ngomong sebentar boleh gak?"

"O-Oh, iya. Sebenntar ya, Bibi taruh ini di sana dulu," ujar Bi Sari, agak terkejut Eloura tiba-tiba serius.

Tak berselang lama, Bi Sari sudah kembali. "Duduk di sini aja, Bi." Eloura menaikkan satu kursi meja makan di sampingnya, dan Bi Sari langsung duduk di situ.

"Ada apa, Non?"

Eloura terlebih dahulu membasahi bibir bawahnya, sebelum mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan. "Jadi gini.. Bentar lagi, aku 'kan mau semester. Dan berhubung beberapa hari belakangan ini aku sering bolos, aku mau fokus belajar. Ngejar materi yang ketinggalan," terang Eloura, sementara Bi Sari mendengarkan dengan saksama.

"Jadi... aku mau minta tolong sama Bibi. Boleh nggak, kalau Bibi yang jagain Papa di rumah sakit selama beberapa hari ke depan?" pinta Eloura dengan penuh harap.

Selama beberapa saat Bi Sari terdiam, yang membuat Eloura tidak tenang. Namun perasaannya langsung lega, ketika senyuman terbit di bibir wanita paruh baya itu.

"Boleh kok. Bibi justru setuju banget loh, sama niat baiknya Non Eloura."

"Tapi kalau Bibi capek bilang aja ya? Biar nanti kita gantian," tawar Eloura.

"Enggak usah, Non.. Bibi nggak setua itu kok," gurau Bi Sari, yang membuat Eloura ikut terkekeh.

"Kalau Non ikut jagain Bapak, nanti Non jadi nggak fokus belajar. Non Eloura 'kan sekarang masih muda, perjalanan Non masih panjang. Justru mungkin kedepannya Non Eloura yang akan lebih capek daripada Bibi."

ELOURA [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang