Nikmati saja prosesnya. Memang diawal akan sulit, tapi kalau kamu menyerah, kamu tidak akan merasakan hasil yang manis.
_______________________Aku melihat jam dinding sudah menunjukan pukul lima pagi, pantas saja suara aktivitas dari luar sudah terdengar.
"Maling!" refleks aku melempar pel'an yang sedang ku pegang ke arah suara dari pintu depan.
"Hei kamu maling! Maling!." seseorang berdiri di bingkai pintu yang baru dibuka, suaranya melengking tidak enak di dengar, menunjuk ke arahku menggunakan sapu lidi.
"Enak saja! mana ada maling ngepel!" aku balas menjawab dengan galak. Aku tau dia pegawai disini, saat aku melintasi toko ini beberapa hari yang lalu, aku sempat melihatnya melayani pelanggan.
"Mana ada maling ngaku! pasti kamu pura-pura sedang ngepel, lalu kompolatanmu yang lain sedang maling barang."Hampir saja aku tertawa, waspada itu memang perlu tapi apakah dia tidak berlebihan mencurigaiku?
"Terserahlah!" aku menjawab dengan acuh, lalu berjalan mendekat kearahnya.
"Hei! Hei mau ngapain kamu." dia bersiaga memasang kuda-kuda dengan sapu lidi mengacung kearahku.
Aku berjalan santai di depannya dan mengambil pel an yang tadi ku lemparkan "Dasar keras kepala! sudah kubilang aku bukan maling!"
aku segera kembali dan melanjutkan mengepel."Hei! ada apa ini?, Fajar kenapa roling door nya belum dibuka?" itu suara Engkoh Holi.
"Ada maling Engkoh, tuh lihat maling bermodus ngepel."
Engkoh Holi melirikku "Dia bukan maling, mana ada maling rajin beres beres. Cepat kamu buka rolling door nya!"
"Eh?" wajah si kurus itu kebingungan, tau rasa! udah dibilangin aku bukan maling.
Aku segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan pel an.
Setelah selesai, aku segera bergabung dengan Engkoh Holi dan Si kurus di tengah toko yang sudah duduk melingkar."Baiklah. Fajar, toko ini kedatangan pegawai baru, dia yang tadi kau tuduh maling" Engkoh Holi menunjuk ke arahku.
"Sejak kapan Engkoh? kenapa dia bisa pagi pagi disini? bukannya kunci toko hanya Engkoh yang pegang?"
"Tentu saja dia akan pagi pagi, bahkan kau lihat sepagi ini toko sudah bersih mengkilap, dia tinggal di kamar atas."
Si kurus itu menelisik memperhatikankau.
"Fajar ini namanya Bora, dan Bora ini namanya Fajar"Aku menganguk dan melihatmya selewat begitupun dengan Si kurus fajar menatapku penuh selidik.
"Baiklah silahkan kalian sarapan dulu, tadi udah Engkoh belikan nasi uduk. Tolong ambil Fajar tadi Engkoh simpan di meja kasir nasi uduknya."
Si kurus itu segera bangkit."Hei Nak, sejak jam berapa kau membereskan toko ini? Ini rapih sekali, bahkan dus dus kosong juga kau sudah lipat rapih."
"Semalam aku tidak bisa tidur Engkoh, jadi aku membereskannya"
"Hei! seharusnya kau istirahat saja, apakah banyak nyamuk yang menganggumu?"
Aku menggeleng cepat "aku tidak bisa melihat ruangan yang berantakan"
"Hais, padahal kemarin keadaanmu juga berantakan, rambutku kusut, wajamu suram----"
"Tapi sekarang lihatlah bukankah penampilanku sudah sesuai." aku memotong kalimatnya, menyebalkan sekali Bapak tua ini terus membahas penampilanku kemarin. Saat ini aku memakai celana jeans selutut dan kaos oblong warna cream.
Engkoh Holi mengangguk "Ya, sebelas dua belas lah sama Fajar."
Enak saja, disamain sama si kurus.Tak lama Fajar datang dengan keresek putih yang ia bawa. Lalu membagikannya kepada kami.
Kami duduk melingkar. Ya hanya tiga orang, lalu berdoa dan segera sarapan.
Sesekali aku melihat Fajar menatapku dengan sinis, entah apa maksudnya?
Baik akan aku jelaskan sedikit penampilannya, tubuhnya tinggi dan kurus, mungkin tingginya sangat bermanfaat untuk mengambil barang yang ada di rak tinggi, tapi aku tidak yakin apa dia kuat atau tidak membawa dus air mineral dengan tubuhnya yang kurus kurang gizi ini. Warna kulitnya kuning langsat dan ada beberapa jerawat tumbuh di dahinya. Ah sial! Aku baru sadar ternyata baju dan celana kami pakai warna nya sama. Pantas saja Engkoh Holi tadi bilang seperti itu."Aku tau, aku tampan. Bahkan ibu-ibu yang suka belanja kesini selalu berniat untuk menjadikanku suami keduanya. Jadi berhenti menatapku, dasar anak baru!"
Lihatlah, tingkat percaya dirinya sangat over dosis. Aku menatapnya galak "Percaya diri itu memang perlu tapi tau diri itu lebih penting!" aku segera beranjak meninggalkannya lalu membuang kertas nasi dan mencuci tangan.
Setelah aku kembali, roling dor sudah dibuka, dan sudah ada pelanggan yang membeli, Engkoh holi sudah siap di meja kasir dan Si kurus tengah melayani pelanggan.
Aku segera melihat rak-rak barang, ada beberapa produk yang sudah kosong di pajangan.
"Apa ada barang yang tidak ada disini yang sedang kamu cari, aku mau ke atas mau sekalian aku bawakan?" Aku mencoba menawarakan bantuan kepada si kurus yang tengah membarangi pesanan pelanggan tadi.
Dia melihatku datar beberapa detik, lalu tersenyum miring "memang kamu sudah tau dimana saja tempat barang yang ada digudang atas?"
Aku mengangkat babu, "aku memang belum tahu semuanya, tapi semalam aku sudah melihat setiap lorong dan barang apa saja yang ada disana."
"Baiklah, tolong bawakan aku satu dus indomie soto lamongan, dan satu karton beng-beng. Kebetulan beng-beng di pajangan juga kosong kan." Setelah mengucapkan itu dia berlalu begitu saja.
Aku tidak memperdulikannya, dan segera bergegas ke lantai atas.
Lorong pertama, barang yang di minta si kurus itu tidak ada, lorong ini rak-rak nya di isi oleh macam-macam bumbu.
Berlanjut ke lorong selanjutnya aku berhasil menemukan indomie itupuan ada di tumpukan paling bawah. Aku tahu si kurus itu sengaja menyuruhku mencari barang yang tempatnya sulit.
Berlanjut ke lorong tiga, aku juga berhasil menemukan beng-beng, jika indomie tadi berada di tumpukan paling bawah. Justru beng-beng sekarang berada di rak yang paling atas. Aku kesana kemari mencari kursi untuk pijakan. Namun nihil tidak ada, aku memutuskan untuk memanjat rak tersebut, tidak terlalu sulit, bagiku anak dari kampung memanjat bukan sesuatu yang sulit untuk di lakukan.
"Hei kau dimana?" teriak Fajar "sudah ku duga kau tidak akan bisa menemukannya, dasar sok tahu!" Suara fajar terdengar menyusulku ke atas.
"Tolong tangkap ini." Titahku dari atas, saat melihat Fajar memasuki lorong ke tiga.
"HEH, apa yang kau lakukan disana!?" dia terlihat terkejut melihatku memanjat rak, "dasar bodoh! apa kau mau jatuh hah, ck!"
"Cepat tangkap ini!" titahku ulang, tak menghiraukan pertanyaannya. Aku
melemparkan satu karton beng-beng ke bawah, yang siap disambut olehnya.Namun sialnya, tepat dus itu mendarat ditangan Fajar, kakiku terpeleset dan tanganku tidak berpegangan dengan baik, akhirnya.....
BRUUUUKKKK!
"SUARA APA ITU FAJAR, BORA?" teriakan Koh Hongli terdengar dari bawah.
Hening.....
"HEH. APA YANG KALIAN LAKUKAN DISANA? CEPAT KEBAWAH LAYANI PELANGGAN."
Hening....
"Aish sial!. Heh. bangun dari tubuhku. Cepat turun kebawah!" titah fajar, sedikit terbata-bata.
Aku mengerjapkan mata, setengah sadar aku segera lari kebawah. Jangan sampai Koh Hongli tahu.
Kenapa Bora kau ceroboh!
________________________
Kalau ada typo koreksi ya hehe
Terimakasih yang sudah berkenan baca💜

KAMU SEDANG MEMBACA
Make Peace With The Wounds
Teen FictionPerjalanan hidup yang beriringan dengan luka, pedih, kelam, kecewa, dan marah. Namun semuanya berakhir di titik menerima, mengikhlaskan dan berdamai. Namaku Bora, bocah berusia 18 tahun yang kabur dari rumah, pergi membawa luka, trauma dan memeluk n...