"Hidup memang tidak mudah Nak, banyak sekali rintangan, terus berotasi kadang hari ini kita sedih mungkin hari besok bahagia, hidup itu mistery kita hanya menjalaninya. Apalagi semakin dewasa banyak sekali hal hal yang tidak terduga."
__________________Aku mendekati bapak-bapak tua disebarang jalan yang mengalihkan perhatianku, langkahku berhenti tepat didekatnya. Aku mematung memperhatikan setiap gerak gerik bapak tua itu, tubuhnya ringkih, kulitnya terlihat keriput, dengan rambut yang sudah memutih. Mataku tak lepas dari pandangannya, beliau hanya mengandalkan kedua tangan untuk beraktivitas, begitupun dengan berjalan, sepertinya kedua kaki beliau cacat. Hatiku terenyuh melihat ini, kenapa sering kali aku selalu tidak bersyukur dengan tubuhku ini?
Tangan bapak tua itu lincah memasukan pisang jualannya kedalam karung. Sepertinya beliau mulai berkemas untuk pulang, awan hitam sudah menggantung di atas sana, siap menjatuhkan rintik bening kedasar tanah.
"Kenapa kau berdiri disana Nak?"
pertanyaan bapak tua itu membuatku kembali sepenuhnya dari lamunan.Aku menggeleng, kemudian membantu bapak itu memasukan pisang-pisangnya kedalam karung, sekaligus memasukannya kedalam grobak, hujan sebentar lagi akan turun, jika aku tidak membantunya mungkin saja beliau akan kehujanan.
"Terimakasih Nak." ucap beliau setelah semua pisang masuk kedalam grobak dan ditutup terpal. Satu pertanyaanku, bagaimana bapak ini akan mendorong grobak yang lebih besar daripada tubuhnya dengan keadaan tangannya yang digunakan untuk berjalan.
"Akan saya bantu dorong grobaknya Pak, sepertinya hujan akan segera turun." Aku mencoba menawarkan diri.
Beliau tersenyum kearahku, matanya menyipit membuat keriput itu terlihat jelas.
"Boleh Nak, sebetulnya ada cucu saya yang biasa membantu tapi kali entah kemana dia telat.""Tidak apa biar saya bantu Pak, bapak boleh jalan duluan?"
Beliau mengangguk, kemudian berjalan didepanku.
Grobak yang ku dorong ukurannya sedang saja bagiku, tapi bagi bapak itu jelas besar dan akan kesusahan mendorongnya.15 menit berjalan, kami memasuki gang sempit, bapak dihadapanku berhenti didepan rumah. Rumah itu terlihat sudah tua dan kecil, banyak tembok yang sudah yang mengelupas.
"Simpan saja Nak, grobak nya disana."
Aku mengangguk lalu menyimpan grobak sesuai dengan yang beliau tunjukan.
"Ayook masuk dulu,"
"Tidak usah Pak,"
"Lihatlah hujan sudah mulai turun, kau bisa berteduh dulu disini. Aku tahu rumah ini mungkin terlihat kumuh dan tidak membuat kamu nyaman, tapi setidaknya ada tempat yang masih aman untuk kau berteduh. Tunggu dulu, biar bapak tua ini bikin kan teh."
"Eh, eh tidak usah repot-repot Pak," aku segera mencegah sebelum beliau masuk kedalam rumah, aku merasa tidak nyaman apalagi dengan kondisi beliau seperti itu.
"Jangan khawatirkan kondisiku Nak, aku memang tidak punya kaki, bukan berarti keterbatasaan ini membuatku tidak bisa melakukan apapun, bukan?" jawab beliau diringi dengan tawa renyah, "tunggu sebentar."
Aku hanya mengangguk sebagai respon, aku yakin dengan kondisi seperti itu bukan hal mudah baginya, tapi lihatlah sejak pertama aku bertemu dengannya tak helat senyum selalu tergores dibibir bapak itu, aku yakin bapak itu sudah mencapai dititik berdamai dan menerima keadaannya.
aku menatap beliau yang sudah masuk kedalam rumah, aku memilih untuk menunggu diteras.
Aku memperhatikan area sekitar, rumah ini hanya sendiri didalam gang sempit, tidak ada rumah lagi di sekitarnya.Mataku teralihkan oleh seseorang yang berjalan dari arah gang, remaja laki-laki mungkin seusiaku, tubuhnya tinggi, kulit sedikit gelap, dia berjalan terlihat sempoyongan.
![](https://img.wattpad.com/cover/292583505-288-k897309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Peace With The Wounds
Teen FictionPerjalanan hidup yang beriringan dengan luka, pedih, kelam, kecewa, dan marah. Namun semuanya berakhir di titik menerima, mengikhlaskan dan berdamai. Namaku Bora, bocah berusia 18 tahun yang kabur dari rumah, pergi membawa luka, trauma dan memeluk n...