Hari Yang Berat

403 52 19
                                    

PLAKK

Satu tamparan kuat bersarang di pipi sebelah kiri Naruto membuat kepala gadis bermahkota warna kuning itu menoleh ke samping.

"Dasar jalang murahan! Pelakor! Aku membencimu! BENCI!" teriak Shion, orang yang menampar Naruto barusan itu, murka; "...apa salahku padamu? Kenapa kau melakukan ini? JAWAB!" lanjutnya marah.

"..."

"Dia mendadak bisu, huh!" cibir Sakura, salah satu siswi yang dulu dekat dengan Naruto. Tapi semenjak perjodohan antara Sasuke dan Naruto tersebar, semua menuduh gadis itu sebagai perebut kekasih orang lain.

Bahkan teman-teman yang dulu Naruto punya, seperti Sakura, Ino, Hinata dan Tenten ikut menjauhi bahkan membenci Naruto. Tapi di antara mantan teman-temannya itu, hanya Sakura yang paling terlihat membenci si pirang.

Berbeda dengan Ino, Hinata dan Tenten. Mereka hanya terlihat menjauh karena merasa kecewa dengan Naruto yang dianggap perebut kekasih orang lain.

"Selama ini aku masih mencoba bersabar melihatmu, jalang!! Aku bersabar melihatmu yang selalu menenpeli Sasuke-kun. Bahkan aku selalu berpura-pura baik dan menerimamu sebagai orang yang berharga bagi kekasihku. Tapi sekarang tidak lagi! Aku tidak akan menerima begitu saja kau merebut kekasihku! Camkan itu, PELAKOR!" Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Shion kemudian mendorong Naruto hingga jatuh ke lantai toilet; "....ayo guys, tinggalkan manusia parasit yang tak tau diri itu. Biarkan dia mati membusuk di toilet. Sasuke-kun juga tidak akan peduli lagi padanya, hahaha..."

"Tunggu Shion-chan. Kurang lengkap tanpa membersihkan kumannya terlebih dahulu," sela Tayuya salah satu teman Shion. Kemudian...

Byurrr

Tayuya menyiram Naruto tanpa perasaan;"...nah, begini lebih baik, hahaha..." ucapnya diiringi tawa mengejek; "...ayoo!"

Sepeninggal Shion dan teman-temannya, Naruto menangis duduk meringkuk memeluk lututnya sendiri.

Dari balik pintu, tanpa sepengetahuan gadis bermahkota pirang itu, ada Hinata dan Ino yang memandangnya iba.

"Apa yang harus kita lakukan, Ino-chan?" tanya Hinata, prihatin. "...sebenarnya aku tidak tega melihatnya diperlakukan seperti ini. Dan parahnya, ini terjadi di depan kita dua bulan lebih. Ap---"

"Oohhoo...ternyata ada yang berniat jadi pahlawan kesiangan, ya? Ingin mengkhianati kami, hm?" tiba-tiba Shion bersama teman-temannya muncul di belakang Hinata dan Ino.

"Bu---bukan begitu, Shion-san----" gugup Hinata.

"Lalu apa, ha?" pungkas Shion, geram; "...jika kamu berdua coba-coba untuk menolong si jalang itu, bersipalah! Aku akan memperlakukan kalian berdua lebih parah darinya. Camkan itu!" lanjutnya menekankan.

Di sisi lain, tepatnya di lantai toilet wanita, Naruto mencengkram erat baju bagian dadanya. Rasa sakit itu semakin terasa dan menyiksa. Dengan gerakan pelan, ia berusaha merogoh kantong rok seragam yang dikenakannya untuk mengambil telepon genggam miliknya.

"I...itt.....ithachi....niiihh....to...tolonggghhh....." ucapnya tersendat-sendat begitu ia berhasil menekan angka satu, panggilan darurat yang tersambung kepada Itachi, dokter pribadi sekaligus kakak angkat pertamanya.

"Hallo...Naru-chan! Kamu dimana sekarang? Hallo..." dari seberang telepon, Itachi berseru panik.

"Ttth...toi......letthhh...." setelah berkata demikian, handphone Naruto yang masih tersambung ke Itachi, jatuh ke lantai seiring tubuhnya yang ambruk, tak sadarkan diri.

"Naruto...hallo...heyyy....arrrgghh..." lagi-lagi Itachi mengerang frustasi sembari melangkah keluar dari ruangannya dengan terburu-buru menuju parkiran rumah sakit tempatnya bekerja.

TANPA BALASMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang