04. Kepastian

2.1K 140 58
                                    

Ada yang baca g?

_____________________
___________

Sudah satu minggu berlalu setelah kejadian  itu. Qierra menggengam tes kehamilan di tangannya dengan erat.

"Bodoh banget. Kenapa waktu itu gak langsung minum obat kontrasepsi!"

Perasaanya saat ini campur aduk takut-takut di dalam perutnya ada kehidupan lain akibat kesalahannya.

Pasalnya akhir-akhir ini dirinya beberapa kali berkedapatan mengalami muntah-muntah di pagi hari di tambah tidak enak badan selama berhari-hari.

Ia bawa langkahnya memasuki kamar mandi dan mengunci pintunya. Lalu mencoba tes nya.

Beberapa menit kemudian dengan tangan gemetar Qierra mengangkat benda tipis panjang itu dan melihat hasilnya.

Deg

Air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya.

"Gak- gak mungkin pasti alatnya rusak." elaknya.

Besoknya ia mencoba lagi dengan alat yang di beli dari apotek lain. Tapi nihil hasilnya akan tetap sama.

Qierra duduk terdiam di pinggir kasur. Bagaimana nanti dia bilang pada orang tuanya? Bagaimana respon mereka? Apa dirinya akan di usir dari rumah?

Berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk bergentayangan di pikirannya.

Tangannya ia bawa untuk mengelus perut ratanya. "Gimana kalo di gugurin aja?" guamamnya.

Tetes demi tetes air mata jatuh di atas pahanya.

"Gak-gak, jangan dulu. Gue bakalan temuin pak Arsel buat tanggung jawab. Setelah itu baru ambil keputusan." ucapnya dengan mata merah sehabis menangis.

Ke esokan harinya Qierra menyempatkan diri ke sekolahannya dahulu sebelum berangkat kuliah untuk menemui ayah anaknya tersebut.

"Pagi bu, saya alumni sini tiga tahun lalu. Nama saya Qierra Jianna."

"Ohhh...Qierra anak yang dulu terkenal gara-gara manjat pohon buat ambil sendal itu ya?"

"Hehe... iya bu itu saya."

Sebut saja ibu Wianna, beliau adalah seorang guru yang sudah lama mengapdi di sekolah ini dan tentu saja beliau sudah berumur.

"Ada keperluan apa ya nak datang kesini?" tanya bu Wianna.

"Saya kesini mau ketemu sama pak Arsel bu."

"Ohh pak Arsel guru olahraga, betul?"

"Iya, betul bu,"

"Ada, beliau sedang mengajar kelas sebelas di ruangan kolam renang."

"Makasih bu,"

"Sama-sama."

Sesuai info yang di kasih oleh ibu Wianna, Qierra berjalan melewati beberapa ruangan yang tentu saja saat ia lewat dirinya ditatap oleh warga sekolah.

Kriett

Qierra membuka pintu ruangan kolam renang. Suara anak-anak sekolah mengisi ruangan tersebut di barengi suara bariton yang sedang menjelaskan beberapa materi kapada anak didiknya.

Langkahnya terhenti, matanya fokus pada lelaki tinggi tegap dan gagah yang tengah memeragakan tehnik gerakan berenang.

"Pak ada orang asing." ucap salah satu murid dengan menujuk ke arah Qierra.

Qierra tentu mengerjap terkejut di tunjuk tiba-tiba oleh seseorang apalagi Arsel juga ikut menatapnya.

Terlihat salah satu alis Arsel terangkat tanda bingung. "Siapa? Ada kepntingan apa mbak?"

"S-saya Qierra pak,"

Salah satu anak berpakaian ketat itu menatap sinis pada Qierra. "Pake segala gugup iyuhhh!"

Arsel menjilat bibirnya lalu berkata pada murid-muridnya. "Kalian saya tinggal dulu dan belajar mandiri. Ketua handle untuk sementara."

"Saip pak."

Arsel berjalan menghampiri Qierra.

"Ikut saya."

Qierra berjalan mengikuti di belakang Arsel. Dadanya terus berdentum keras antara takut dan ingin menangis.

Tidak tau kenapa saat ini dirinya ingin memeluk sosok yang berjalan di depannya.

Mereka berdua berhenti di daerah yang sepi.

"Positif ya?" katanya to the point.

Qierra menggigit bibirnya lalu mengangguk mengiyakan.

Arsel mengusap wajahnya dan membuang napasnya kasar.

"Besok saya akan hubungin kamu buat bicarain tentang ini. Saat ini saya sedang sibuk untuk mengajar."

Qierra hanya mengannguk tak berani membuka mulut. Tidak tau saja dirinya sedang menahan hasrat untuk tidak memeluk laki-laki di hadapannya.

"Nomor handphone kamu?"

Dengan lekas ia menyerahkan ponsel miliknya dan di sambut dengan Arsel.

Setelah selesai menyimpan nomor Qierra, Arsel menyerahkan kembali ponsel pada pemiliknya.

"Kamu pengen apa?"

Qierra mengerjap. "Ha?"

"Kamu, kamu dari tadi saya liat pengen ngomongin sesuatu. Saya kira kamu sekarang sedang mengidam."

"Ma-mau peluk boleh?" cicitnya

Arsel tersenyum lembut lalu memeluk calon ibu dari anaknya yang sedang di dalam kandungan.

"Saya bakal nikahin kamu jadi tenang aja." ucapnya tepat di sebelah telinga Qierra.

Qierra menahan tangisnya dan mengusak wajahnya di dada bidang Arsel.

Sekarang dirinya sudah mendapatkan kepastian dari calon ayah anaknya.

***

TBC

Ini book dah berapa abad ku anggurin ya? 😭

Rabu, 18 mei 2022



One Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang