Prolog

133 8 0
                                    

Hati manusia tidak akan pernah tahu kapan dan di mana ia akan berlabuh. Dermaga yang indah tampaknya hanya ilusi semata selama ia belum pernah singgah. Pada dasarnya keindahan dermaga hanyalah buah dari internalisasi atas imajinasi manusia yang penuh kreativitas tanpa batas. Melalang buana melintasi garis kehidupan yang keras. Keindahan adalah sesuatu yang subjektif, didasarkan dari sudut mana ia dipandang. Tidak ada definisi keindahan yang pasti karena setiap manusia memiliki persepsi. Setiap manusia memiliki dermaga masing-masing, sedangkan keindahan maupun kegersangan tergantung kemampuannya dalam mendekorasi dermaga itu.

Ada kalanya kekecewaan atas kegagalan dalam membangun kemegahan dermaga membuat manusia marah dengan keadaan dan menyalahkan takdir. Meski demikian, tak jarang juga orang menentang tindakan ini dan menganggapnya egois. Baiklah, mereka hanya berbeda prinsip saja. Mungkin saja kegagalan itu tidak ada. Yang terjadi adalah seseorang tidak layak berada di tempat itu.

Manusia tidak pernah tau di mana akan berlabuh. Bisa jadi yang disangka dermaga terindah adalah tempat persinggahan sementara saja. Di sisi lain, Tuhan merencanakan hal lain agar seseorang tidak semakin terjebak dalam kehidupan semu yang bukan miliknya.

Saat kecewa, bolehkan manusia merasa hidup ini sia-sia? Bolehkah seseorang merasa bahwa hidupnya tak sempurna? Tak jarang kekalutan hati menimbulkan pemikiran yang mungkin secara normal akan dianggap aneh. Namun, itulah faktanya. Kekalutan dan kekecewaan mampu menyetir otak dengan leluasa. Apakah si empunya nanti menyesal atau tidak, itu urusan belakangan. Bukan begitu?

* * *
Jenggala Manik senantiasa mengingatkan pada kisah Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji. Kedua cucu Raja Airlangga yang harus terpisah, telah kembali bersatu karena kesetiaan dan pengorbanan masing-masing. Segala upaya yang dilakukan untuk memisahkan mereka pada akhirnya sia-sia. Keduanya kembali bersatu setelah melalui berbagai rintangan.

Nyatanya, Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji ditakdirkan untuk mempersatukan kembali Kerajaan Kediri dan Jenggala. Nyatanya, upaya sang ibu dan saudara tiri untuk menyingkirkan Dewi Sekartaji tak menuai hasil apa-apa. Nyatanya, putra Mapanji Garasakan dan putri Sri Samarawijaya berakhir dalam bingkai kisah cinta yang sempurna.

Jenggala Manik. Selain melahirkan kisah indah antara Panji Asmarabangun dengan Dewi Sekartaji, juga melukiskan cerita indah bagi jiwa yang lain. Kisah mereka mungkin tak sesempurna kedua cucu Raja Airlangga. Namun, itulah kisah sempurna yang telah digariskan Tuhan.

Di bawah langit damai Jenggolo, Tuhan membuktikan bahwa Dia adalah penulis skenario terbaik bagi kehidupan setiap manusia. Di atas bentang tanah kekuasaan Raja Airlangga, terukir sebuah kenangan yang takakan pernah sirna. Kenangan yang akan membuat siapa pun tak mampu untuk ingkar pada Sang Pencipta.

Pengabdian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang