CHAPTER 3 - Menuju Pertemuan

58 5 0
                                    


"Halo, assalamualaikum," sapa Alina.

Hening, tak ada jawaban. Sejenak Alina menunggu suara dari seberang sana.

"Halo ...." Alina mengulang sapaannya. Berharap seseorang di seberang sana menyahut.

Tut ... tut ... tut.... Bukannya terjawab, malah sambungan terputus. Tak lama kemudian ponsel pun kembali berdering dengan nama penelepon yang sama.

"Assalamualaikum," sapa Alina sambil menahan kesal.

"Waalaikumsalam, Alin," jawab Bobby.

"Ada apa? Baru diangkat kok malah dimatiin?" cecar Alina.

"Sinyal ruwet, hehe," jawab Bobby dengan ekspresi nyengir yang tentu saja tak terlihat oleh Alina.

"Hem, ada apa?" Alina mengulang pertanyaan yang belum sempat terjawab.

"Lagi ngapain, Lin?"

Kenapa anak ini? Aneh banget, batin Alina. "Ngerjain laporan akhir periode."jawabnya kemudian.

"Ciee ... kayanya seru nih akhir periodenya Bu Sekretarisku."

"Ngawur."

"Aku mah udah nyantai."

"Mending bantuin aku nagih laporan ke kadivmu biar cepet beres."

"Nggak bisa, males. Eh ngomong-ngomong kita KKN sekelompok 'kan?" Bobby mulai mengalihkan pembicaraan.

"Tuh dah tau," jawab Alina asal.

"Hem. Ya seenggaknya ada yang kukenal meski cuma satu orang."

"Udah gitu doang?"

"Gitu amat sih, Lin?

"Aku masih ngerjain laporan ini, keburu dikejar Bu Ketua."

"Hem, yaudah kamu lanjut aja. Aku cuma mau nanyain itu aja sih. Semangat, Lin. Assalamualaikum.

"Waalaikumsalam."

Dasar aneh, batin Alina. Gadis itu segera melanjutkan pekerjaan yang beberapa kali terjeda. Di tengah malam yang sunyi khas pedesaan ini, Alina masih setia dengan laptopnya. Seisi rumah sudah tidur, hanya menyisakan gadis itu bersama kesibukannya. Alina menuntaskan laporan ditemani teh hangat hingga pukul 22.15. Setelah itu ia memutuskan untuk beristirahat.

* * *

Lima hari telah berlalu. Alina kembali menalani rutinitas yang ia tekuni hingga menemui titik bosannya. Gadis itu sudah kembali ke kota pendidikan ini sejak dua hari lalu. Alina menikmati suasana yang baginya cukup membosankan dan menyesakkan ini sembari berdoa agar tetap istikamah menjalani hari-harinya. Tak lupa pula ia selalu berharap agar segera terbebas dari titik bosan yang melanda.

Dibukanya laptop untuk melanjutkan beberapa tugas yang sempat tertunda karena kepulangannya. Meski di rumah Alina sempat mencicil, tentu saja hasilnya tak bisa maksimal karena ia harus membagi waktu untuk menikmati hari bersama keluarga. Laporan praktikum mata kuliah dan pertanggungjawaban organisasi, tugas akhir semester, dan sederet tugas lain yang menyita perhatian. Cukup lama gerakan jemari tangan Alina tertahan oleh kebingungannya sendiri dalam menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dulu karena deadline yang bersamaan. Gadis itu mendengus kesal sebelum memutuskan untuk mengerjakan laporan praktikum terlebih dahulu.

Jemari mungil Alina terus menari dengan lincah di atas keyboard laptop, mengukir baris demi baris untaian kata yang berubah menjadi kalimat, paragraf, hingga bab. Bagai penari balet profesional, jari-jari Alina begitu gemulai dan seolah terkomando. Setelah melalui dua bab, gadis berkacamata itu berpindah haluan untuk mengerjakan laporan organisasi.

Pengabdian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang