Yes. I'm falling in love, Bob, tapi biarlah aku dan Tuhan saja yang tau, batin Alina sambil menatap kepergian Bobby.
Punggung tegap milik Bobby perlahan menjauh dari pandangan Alina. Membaur di tengah gelapnya malam dan hanya disinari oleh lampu yang tampak termakan usia. Si gadis menatap punggung lelaki itu sampai tinggal bayangan, raut wajah Alina berubah gelisah. Pertanyaan dari Bobby tadi masih bersemayam di pikirannya, hingga malam terasa hening dan sunyi.
Sementara di basecamp putra, Fariz tengah berdiri di ruang tamu. Lelaki itu sepertinya baru saja sampai. Ia menoleh ketika Bobby membuka pintu.
"Assalamualaikum," ucap Bobby yang langsung dijawab oleh teman-temannya, tak terkecuali Fariz.
"Sudah?" tanya Fariz.
"Apanya?" Bobby balik bertanya dengan mengernyitkan dahi.
"Alina," jawab Fariz.
"Aman, kenapa emang?" tanya Bobby.
"Hmm nggak apa-apa, sih. Mau mastiin aja, gimanapun juga kan aku yang bawa dia," jawab Fariz sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tenang aja, dia udah sampe dengan selamat," jawab Bobby sambil berlalu ke kamar mandi.
* * *
Selepas mengajar, siang ini Alina menyempatkan diri untuk mengecek materi pramuka yang semalam disusun oleh Putra dan Kiya. Seharusnya materi itu menjadi tugas Alina. Namun, karena Fariz meminta bantuan, Alina menyerahkan tugas pada kedua temannya. Bukan murni keinginan Alina, tetapi memang temannya berinisiatif. Gadis itu merasa beruntung memiliki anggota yang pengertian dan tidak egois. Anggota yang bisa memahami prioritas, sekalipun harus mendahulukan divisi lain.
Gadis itu tampak tekun mempelajari beberapa rancangan materi. Jemari mungilnya tampak lihai membolak-balikkan lembaran kertas. Perpaduan coretan dari tangan yang berbeda memberikan sedikit tantangan. Namun, pada akhirnya tetap terselesaikan dengan baik. Anggukan dan senyum kepuasan tampak tersungging dari bibir manisnya kala coretan itu selesai diperiksa. Oke, bagus juga ternyata, batin si gadis.
Usai mengecek materi, Alina lanjut makan siang dan salat Zuhur. Seperti biasa, serangkaian doa dipanjatkan pada Sang Pemilik Kehidupan. Serangkaian doa yang terucap dari lubuk hati. Butiran tasbih dalam genggaman menjadi saksi bisu seorang anak Adam yang tengah bercengkerama dengan Tuhannya.
Merasa sudah cukup lama bercengkerama, gadis itu mengakhiri aktivitasnya. Alina segera membereskan mukena. Gadis itu kemudian keluar dan duduk di teras basecamp, mengamati beberapa anak yang berlarian dengan lincah bagai kupu-kupu yang beterbangan dari satu tangkai ke tangkai bunga lain.
Siang ini begitu gerah. Perpaduan hawa panas dan semilir angin yang berembus ditambah dengan suasana khas pedesaan benar-benar membuat siapa saja bisa terlena. Dari kejauhan tampak daun kelapa yang menari dengan gemulai karena tiupan angin. Beberapa helai daun yang telah mengering tampak menjatuhkan diri dari tangkai. Mata Alina tak henti-hentinya memandang sekeliling, menikmati suasana sambil menyegarkan kembali tubuh dan pikiran yang begitu penat.
Saat tengah menikmati aktivitas, seseorang menyusul dan duduk di samping Alina dengan wajah yang ditekuk. Ia adalah Hanum, salah seorang teman dekat yang Alina temui di kelompok KKN. Alina begitu menyukai kepribadian Hanum yang humble dan ceria, tetapi bisa menjadi ganas saat suasana hatinya sedang tidak baik. Hampir tak ada bedanya dengan singa betina. Tak jarang singa ini berurusan dengan hal-hal yang dapat memancing emosinya.
Alina menoleh kala mendapati seseorang duduk di sampingnya tanpa mengucap sepatah kata pun. Keningnya berkerut tanda sedang berpikir. Mimik muka yang begitu masam akhirnya mampu mendobrak benteng penasaran Alina hingga ia membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengabdian Rasa
General FictionJenggala Manik. Selain melahirkan kisah indah antara Panji Asmarabagun dengan Dewi Sekartaji, juga melukiskan cerita indah bagi jiwa yang lain, termasuk Alina. Gadis ini terjebak dalam kerumitan rasa. Permainan rasa mengantarkan Alina pada rasa kehi...