CHAPTER 1 - Sebelum Dia Terasa Ada

96 6 0
                                    

Rintik hujan yang sejak semalam menyapa belum juga usai, menambah suasana dingin di tengah hiruk pikuk kota yang tak pernah menunjukkan kesunyiannya. Merengkuh jiwa-jiwa para insan agar tetap terlena dalam keindahan dan kehangatan dunia mimpi.

Alunan lembut melodi memenuhi seisi kamar, meminta penghuninya untuk segera membuka mata. Namun, hujan dengan angkuh menunjukkan bahwa sang empu kamar sedang dalam kekuasaannya. Menyelami dunia mimpi yang menjanjikan keindahan semu.

Raungan lembut itu berangsur nyaring. Benda kecil nan pipih itu tak mau menyerah dengan mudah. Ia masih berusaha memanggil tuannya agar segera membuka mata dan menunaikan kewajiban. Tidak buruk, usahanya kini berhasil.

Seorang gadis dengan piyama biru muda berlapis jaket tengah menggeliat sembari mengucek kedua matanya. Suasana dingin semalam membuat gadis itu tidur layaknya kepompong. Tubuhnya terbungkus dengan sempurna, menyisakan wajah dan jemari tangannya yang mungil.

Tubuh mungilnya mencoba turun dari ranjang, mencoba berdamai dengan dinginnya lantai yang menusuk tulang. Perlahan ia melangkah menuju pintu kamar kos yang langsung terhubung ke luar. Namun, belum sampai 5 detik, pintu itu kembali ditutup. Embusan angin yang menemani hujan pagi ini membuatnya mengurungkan niat untuk segera keluar kamar.

Gadis itu kembali duduk di ranjang dan mengumpulkan niat untuk segera mengambil wudu. Satu menit, dua menit, hingga lima menit lamanya. Ia kembali bangkit memaksakan diri untuk keluar kamar, mengambil wudu, lalu salat Subuh seorang diri.

Selepas salat, gadis itu mengambil kaca mata di atas meja, lalu kembali duduk bersila di ranjang. Dengan bersandar pada dinding dengan selimut yang menutupi setengah badannya gadis itu mulai melakukan rutinitas paginya. Menyegarkan otak dengan cara yang mungkin terdengar cukup aneh bagi orang umum.

Mengapa bebek berbunyi wek wek? Siapa yang pertama kali punya ide membuat rumah? Mengapa bola bentuknya bulat? Apa yang akan terjadi jika sapi berteman dengan kucing? Mengapa bebek barisnya rapi? Mengapa jari-jari kanan dan kiri bentuknya berlawanan? Mengapa air tak bisa dipegang?

Gadis itu terus melontarkan pertanyaan dalam pikirannya sendiri. Belum puas, ia kembali melontarkan beberapa pertanyaan sejenis. Pertanyaan yang mungkin akan membuat orang lain berpikir bahwa gadis itu sudah gila karena menanyakan hal yang tak penting, bahkan sulit dijangkau oleh nalar manusia. Bukan karena pertanyaannya yang sulit, tetapi bagaimana bisa seseorang menemukan pertanyaan aneh seperti itu. Tak peduli dengan prasangka orang lain, gadis itu tetap asyik memanjakan otaknya. Baginya, aktivitas semacam ini bisa menjadi obat dari penatnya tugas kuliah dan organisasi.

Dentingan singkat terdengar dari ponsel yang diletakkan di atas meja yang segera disambar oleh sang pemilik.

Frisanda: Jangan lupa nanti kuliah jam 09.30. Tunggu aku depan gang.

Saya: Oke.

Gadis itu melirik jam di layar ponsel. Masih pukul 05.30, ia memutuskan untuk merebahkan diri sejenak. Kuliahnya dimulai pukul 09.30, sehingga gadis itu masih memiliki cukup waktu untuk memanjakan diri dengan ketenangan yang cukup sulit didapatkan. Menikmati hari dengan ketenangan tanpa gangguan adalah salah satu bentuk nikmat Tuhan yang tak akan pernah disia-siakan. Terlalu mahal untuk itu.

Gadis itu memosisikan dirinya senyaman mungkin. Berbaring menyamping dengan ponsel di tangannya. Jemarinya mulai berselancar ke aku media sosial, menelusuri kumpulan video untuk menemani menghabiskan waktu dalam kamar.

Tak sampai 30 menit kemudian, samar-samar terdengar suara napas yang halus dan teratur. Dinginnya hujan pagi ini membuat si gadis begitu mudah untuk larut dalam dunia mimpi lagi. Sementara benda pipih dalam genggamannya terus berceloteh ria meski si empu tak lagi menatapnya. Tentu saja, empunya sedang asyik menatap rangkaian drama indah di dalam mimpi, lebih indah dari tampilan ponsel yang tengah digenggam.

Pengabdian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang