Minggu siang ini, Rea merasa matahari sangat dekat dengannya. Tapi itu tidak membuat Rea berhenti berlatih basket. Sudah lumayan lama Rea berada di lapangan basket yang terletak di tengah kota. Setelah pulang dari les musiknya, Rea langsung menuju lapangan favoritnya ini. Memang letaknya lumayan jauh dari rumah Rea, tapi lumayan dekat dengan tempat les musik Rea, jadi setiap pulang les musik Rea menyempatkan untuk berlatih basket.
Duk duk duk
Bunyi bola basket yang Rea pantul-pantulkan ke lantai lapangan. Rea bermain sendiri, bukannya tidak ada teman untuk diajak bermain. Ia bisa saja mengajak V, tapi sahabat tomboynya itu ada latihan bela diri jika hari Minggu. Sophia? ia mana mau keluar disiang hari. Alasannya selalu sama, "Gue kan model. Ntar kulit gue item lagi," selalu saja itu alasannya, padahal model juga ada yang kulitnya hitam. Sophia memang seorang model. Cetta? Entahlah, perempuan itu sering hilang tanpa kabar. Siapa lagi yang Rea kenal selain ketiga perempuan itu?
"Huh...huh... huh," Rea mendudukkan dirinya di atas rumput yang ada dipinggir lapangan. Ia menjadikkan kedua tangannya sebagai tumpuan badannya.
Rea meraba-raba ke dalam tasnya untuk mengambil air minum. Dan...ia tidak menemukan apa yang ia cari itu. Dengan tidak sabar, Rea membongkar tasnya. Mengakibatkan semua isinya keluar.
"Ah elah, lupa bawa minum. Dompet nggak bawa lagi. Mati kehausan deh gue," Rea menidurkan badannya yang sudah lemas itu di atas rumput, membiarkan isi tasnya yang belum dimasukkan itu tergeletak begitu saja di atas rumput.
"Nih."
DUGHH
"Aaww."
Rea langsung terduduk. Ia menatap kearah laki-laki yang sekarang sudah terbaring di atas rumput sambil memegangi perutnya.
"Oh my god, I'm sorry. Aku nggak seng...Alden?" Rea langsung mendekat kearah laki-laki yang ternyata Alden itu.
Alden masih memegangi perutnya yang terkena tendangan Rea itu.
"Alden, lo...beneran sakit kan?"
"Iyalah!" kata Alden nyolot. Ia sudah terduduk sekarang, masih memegangi perutnya.
"Gila lo, sakit banget. Nyesel deh gue ngasih lo minum," Alden sudah tidak memegangi perutnya. Kini ia menatap Rea dengan tajam. Rea selalu saja takut dengan tatapan tajam laki-laki ini.
Tapi kemudian Rea menatap Alden dengan mata berbinar, "Lo bawain gue air minum? Mana? Mana? Tau aja sih gue nggak bawa minum."
"Tuh" Alden menunjuk sebotol air mineral yang tergeletak tak jauh dari Rea. Rea langsung mengambil air mineral itu dan langsung meneguknya sampai setengah botol
Alden yang melihat itu terkekeh pelan. Rea persis seperti gelandangan yang tidak minum 3 hari.
"Makasih ya, Al. Ngomong-ngomong kok lo bisa di sini?" Rea kembali mendekat kearah Alden dan duduk di samping laki-laki itu.
Alden menekuk lututnya, ia menjadikkan tangannya sebagai tumpuan badan. Sementara Rea duduk bersila sambil menatap lurus ke lapangan basket.
"Gue biasa kesini hari Sabtu sore. Karena kemaren gue nggak kesini, jadi ya hari ini kesininya. Dan ga sengaja liat dan denger lo yang ngoceh karena nggak bawa minum," jelas Alden.
Rea hanya menanggapi dengan "Oh". Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya, dan lantas membuat ia menoleh kearah Alden. Alden yang merasa sedang ditatap oleh Rea pun balas menatap perempuan itu dengan tatapan menusuk.
Rea yang tadinya tersenyum langsung menghilangkan senyuman itu dari wajahnya dan kembali menatap kearah lapangan, "Jangan tatap gue kayak gitu, Al," cicit Rea dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Tapi Alden mash bisa mendengarnya, ia sedang terkekeh sekarang ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
ODS {1}: Choose
RandomOur Destiny Series~1 Ini tentang beberapa hati yang terluka. Kisah tentang terbaginya sebuah cinta. Seseorang harus mengalah dan mengorbankan kebahagiaannya. Sakit memang sakit. Seperti dihujam silet, teriris perih. Menyayat urat nadi dan meneteska...