3. ERZHAN BESERTA LUKANYA

2 2 0
                                    

sebelum baca ke part ini, aku mau ucapin permintaan maaf yang sebesarnya karena ilang lama banget wkwk. Aku juga enggak tahu ada yang masih nunggu atau enggak :v

dari pada banyak omong, let's go 2 read. 

*****

3. ERZHAN DAN LUKANYA

Mendengar nama Maura Lalitha, ada ribuan frasa, jutaan klausa, dan miliyaran kata yang tercekat. Erzhan tak mampu mendeskripsikan bagaimana penderitaan sang Adik.

Hidupnya tak mengenal figur seorang Ibu dan Ayah. Hingga berulang kali diejek anak hilang. Hal itu membuat Erzhan terus menjaga gadis kecil itu dengan ekstra.

Terdengar agak ... berlebihan? Tapi itu nyatanya. Bahkan, bentuk wajah kedua orang tuanya pun tidak pernah Maura lihat secara nyata. Saat itu, Fisha sang Ibu tengah melakukan proses persalinan harus meregang nyawa akibat kekurangan darah. Dan sang suami yang bekerja menjadi supir harus ditahan karena menabrak seorang wanita hingga tewas.

Karena kejadian itu, Erzhan harus menjadi sosok Ayah dan Ibu untuk adiknya. Meskipun ada Amaya dan Radi yang menjadi wali mereka saat ini.

"Asyik! Bayang pulang." Teriakan Maura yang berdiri di halaman rumah sederhana itu menarik perhatian Erzhan. Cowok itu melepaskan helm-nya dan berjalan menuju Maura yang berdiri di teras rumah minimalis itu. Tangannya nampak membawa satu kantong plastik dengan logo minimarket yang sudah gadis itu hapal di luar kepala.

Tangan Maura mengambil alih plastik itu. "Wah, banyak jajanan!" serunya, lantas ia memeluk kaki Erzhan sambil bergumam terima kasih.

"Cuma makasih aja nih? Kiss-nya mana?" tunjuk cowok itu ke arah pipinya. Karena tinggi badan yang jomplang, Erzhan membungkukan badannya. Membuat gadis manis itu mengecup pipinya. "Udah! Sekali lagi makasih ya Bayang. Ura sayang bayang banyak-banyak."

Maura terlihat bahagia. Sangat bahagia. Padahal itu hanya sekantong jajanan ringan yang masa expired-nya tiga hari lagi.

Erzhan bekerja paruh waktu di salah satu toko klontong. Ia bekerja dari pukul tiga sore hingga pukul Sembilan malam. Oleh sebab itu, setiap hari ia bisa membawa beberapa makanan untuk Maura. Sejujurnya ada rasa bersalah di lubuk hati cowok itu. Bahkan ia rela meminta satu plastik kepada kasir minimarket agar makanan itu seolah ia beli.

Singkatnya, Erzhan membohongi Adiknya.

***

Pagi ini, Erzhan sudah sibuk di dapur dengan segala peralatan masaknya. Cowok yang sekarang menginjak semester akhir itu tengah sibuk membolak-balikan nugget yang ia goreng. Bibirnya menyunggingkan senyum manis. Jarang-jarang ia mampu memberikan makanan lezat seperti ini untuk Adiknya. Menyisihkan beberapa biji untuk tante dan sepupunya, Erzhan menyiapkan nugget itu di dalam kotak bekal berwarna merah muda.

Setelah semuanya siap, Erzhan Kembali ke kamarnya, ia menatap adiknya yang masih tertidur lelap. Lalu ia mengambil kertas yang sudah dipersiapkannya sejak semalam. Tangannya yang besar mulai menuliskan satu persatu kata yang ia ungkap. Dimulai dari keseharian mereka—adik dan kakak tersebut—lalu apa yang terjadi dengan keduanya.

Menulis surat untuk ayahnya yang mendekam di penjara sudah rutinitas yang wajib ia lakukan. Ia tidak bisa setiap saat menjenguk untuk memastikan keadaan ayahnya. Ia juga tak bisa bebas menceritakan apa yang terjadi hari ini. Oleh sebab itu lelaki itu mencari alternatif dengan menulis surat agar sang Ayah bisa mengetahui bagaimana kabar dirinya dan sang Adik.

Semua sudah siap. Baik Erzhan dan Maura sudah siap. Begitu pula dengan Bara, Adik sepupu mereka—Anak laki-laki Amaya. Bara akan berangkat diantar sang Bibi—Amaya. Sedangkan, Maura, ia akan berangkat bersama Rayn, teman sekelas Maura. Sebelum dirinya berangkat sekolah, Erzhan terlebih dulu mengantarkan Maura menuju rumah Ryan menggunakan sepedahnya. Harusnya Maura dan Bara bisa berangkat bersama, tapi, Amaya selalu tidak mau anaknya berangkat bersama keponakannya membuat Erzhan harus sigap dengan keadaan itu.

Terlihat Rayn yang tengah menunggu di kursi teras rumahnya dengan tangan yang bersidekap dada. "Ura! Kok kamu datengnya telat sih?!" Lelaki itu turun sembari mengomeli temannya yang baru datang. Melihat hal tersebut membuat Erzhan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Yan, maaf, ya. Kita telat gara-gara tadi rantai ban sepedah bayang lepas. Jadinya lama." Maura melontarkan permintaan maafnya yang tak direspon oleh Rayn membuat gadis kecil itu menghembuskan napas layaknya orang dewasa.

"Sebagai permintaan maaf, nanti aku bagi kamu cokelat deh!" Mendengar hal itu, membuat senyum Rayn mengembang "apology accepted," balas lelaki kecil itu. Tangan kanannya mengambil alih tangan kecil Maura. Membawa gadis itu menuju kendaraan yang terpakir.

Melihat keadaan sudah baik, Erzhan berinisatif untuk pergi sekolah. Tapi, sebelum itu ia berpesan kepada Rayn untuk menjaga Adiknya yang diangguki Rayn, tentunya.

"Bayang pergi dulu, ya, Ra! Jangan nakal di sekolah, ya," pesan lelaki itu sebelum mengayuh sepedahnya.

Erzhan terus mengkayuh sepedanya, sampai di pereempatan jalan, lelaki itu membelokan kendaraannya ke kanan. Yang di mana itu arah menuju tempat Ayahnya mendekam.

Sepedah yang ia kendarai berhenti di salah satu lapas yang setap hari ia kunjungi. Erzhan menghampiri salah satu penjaga lapas tersebut. "Maaf, Nak. Waktu kunjungan dibuka nanti jam Sembilan. Sekarang masih kepagian." Erzhan menggelengkan kepalanya. "Enggak, Pak. Saya ke sini cuma mau anter ini." Lelaki itu membuka tasnya dan menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat kepada penjaga lapas tersebut. "Saya cuma mau anter ini aja, Pak. Tolong disampaikan ke Ayah saya, ya, Pak. Di situ ada Namanya."

"Oh, kamu yang suka kirim surat itu, ya?" Erzhan mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Pak." Lelaki itu membalas.

"Ada pesan dari Ayahmu." Kedua alis lelaki berusia delapan belas tahun itu terangkat.

"Apa pesannya, Pak?" Pria itu melangkahkan kakinya menuju meja cokelat dan mengambil satu lembar kertas putih yang mulai menguning dan kusam yang terlipat rapih.

"Ini dari Ayah kamu." Penjaga lapas itu menyerahkan kertas yang ia pegang kepada Erzhan.

Erzhan mengamati benda tersebut. Ia membolak-balikan kertas yang diberikan oleh petugas lapas tersebut. Mengamatinya lebih dalam. Saat ingin membukanya, netra lelaki itu terpaku pada satu kalimat yang sudah dicoret. Tapi sayang, coretan itu tidak bisa menutupi kalimat yang tertuang di dalamnya.

Maafkan Ayah yang membuat kalian malu memiliki Ayah seperti saya. 


TBC 

Bagaimana dengan part ini? 

Aku minta komentar dari kalian, apa boleh? 

Surat dari Ayah Erzhan ada di multimedia. Jangan lupa nyalakan datanya. 

Jangan lupa juga rekomendasikan Archerzhan ke teman kalian, ya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARCHERZHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang