|• T I G A •|

36 7 1
                                    

Halo gaiss! Apa kabarr? Huhu maafin ya udah lama aku gak update dikarenakan beberapa hal.

Oh ya, disini ada yang kangen sama
Ghufta?
Mayasha?
Arvanza?
Farren?
Atau Sera mungkin?

Menurut kalian, cerita ini seru ngga sih? Minta pendapatnya boleh kali yaa. Dan bagi yang punya saran atau kritik boleh disampaikan dengan baik di kolom komentar.

Jangan lupa vote ya gaiss!
Happy reading!!

•••

Di sebuah jalanan komplek yang tak begitu ramai, seorang lelaki berjalan sendirian dengan raut muka yang tak enak dipandang. Pasalnya, dirinya masih sebal setelah kejadian yang baru saja ia alami sewaktu di sekolah.

Lagi pula, mengapa lelaki itu kembali menunjukan batang hidungnya lagi di depan Ghufta setelah begitu lama saling tidak peduli. Bersikap seolah menjadi pahlawan bagi orang lain. Ck. Lelaki itu sudah muak dengan semua hal yang dilakukannya. Hal sebaik apapun yang ia lakukan sudah tak ada nilainya dimata lelaki bernama Ghufta ini.

Sesaat sebelum lelaki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, terdengar isakan yang cukup keras dan juga suara gaduh didalamnya. Hal itu tentu membuat langkahnya terhenti begitu saja, berusaha mendengar lebih jelas dari luar.

"KENAPA KAMU HARUS TERLAHIR KE DUNIA INI? KAMU ITU SAMPAH, CUMA BISA JADI BEBAN BUAT SAYA!!!" Mendengar itu membuat mata Ghufta terbelalak seketika. Hatinya mendadak gelisah memikirkan orang yang sedang berada didalam bangunan tersebut.

BRAKKK!!!

Ghufta membuka pintu dengan kasar. Mata lelaki itu berpendar mencari keberadaan pemilik suara yang begitu menggema hingga terdengar sampai ke halaman rumahnya.

"KALO BISA MINTA JUGA AKU GAK MAU DILAHIRIN DI KELUARGA INI, PA!" teriak gadis kecil itu tak kalah kencang.

PLAK!

Gadis dengan pakaian setengah basah karena tumpahan air sirup yang bercampur dengan air matanya itu tampak tertoleh paksa ke arah samping. Matanya terpejam sesaat merasakan sensasi nyeri di pipinya sekaligus perihnya luka yang lagi-lagi dibuat oleh pria paruh baya didepannya itu.

Ghufta yang melihat Edrick melakukan kekerasan fisik terhadap adiknya itu tak segan melangkah maju ke hadapan Edrick, menatapnya tajam tanda tak terima.

"Papah kalau bisa nampar Hanin, seharusnya Papah lebih bisa nampar aku kan?" sarkas Ghufta.

"Hahaha! Mau jadi pahlawan kesiangan, kamu?" remeh Edrick dengan smirk diwajah tegas miliknya. Sial, baru saja ia melabeli seseorang sebagai pahlawan, tapi sekarang justru dirinya lah yang berada di posisi itu.

"Gak usah ikut campur. Ini urusan Papah. Sampah seperti adik kamu ini harus segera di buang dari rumah ini," lanjutnya.

"SIALAN! YANG LU BILANG SAMPAH ITU ANAK LU BEGO! SADAR!" teriak Ghufta melayangkan pukulan tanda tak terima. Keduanya saling melempar pukulan satu sama lain hingga Edrick akhirnya jatuh tersungkur. Ghufta dengan nafasnya yang terengah-engah itu pun langsung menghampiri adik kesayangannya ketika Edrick tampak tak berkutik sambil mengusap pelan pipinya setelah menerima pukulan darinya.

"Hanin, kamu gapapa? Mana yang sakit? Nanti kakak obatin ya. Kamu ke kamar dulu, nanti kakak nyusul, oke?" ucap Ghufta khawatir pada adik kesayangannya.

"Dasar batu. Saya bilang gak usah ikut campur," ucap Edrick dingin pada Ghufta. Anak laki-laki dari pria bernama Edrick itu memandangnya dingin. Rahangnya mengeras, menahan amarah yang kini sudah melewati batas normalnya.

"Harus berapa kali saya ingatkan?" desis Ghufta. Edrick yang semula tersungkur kembali mengambil posisi, melangkah mendekati kedua orang yang entah masih ia anggap sebagai anak atau tidak. Sebab, seorang ayah tidak mungkin tega melukai anaknya.

Langit SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang