Home

18 4 2
                                    

Suara langkah kaki terdengar tatkala sedang menuruni anak tangga. Seorang wanita yang masih terbilang muda turun dari atas kamarnya, dengan memakai baju warna nude sembari membawa sepatu kets warna senada ada di tangan kanannya. Tangga kayu yang sudah mulai pudar itu, mengeluarkan bunyi yang nyaring seiring kaki melangkah, pertanda bahwa tangga itu telah lapuk dimakan usia. Sama, dengan penghuninya, sebab rumah ini telah berdiri lama bahkan sebelum dirinya lahir ke dunia.

Rumah nuansa vintage ini berdiri dengan sederhana, tanpa ada makna selain kenangan di dalamnya. Juga tidak ada satu pun kenangan yang terpajang di dinding, selain ingatan yang hanya tersisa di kepala. Ketika sebuah kehidupan harus tetap berjalan, wanita itu hendak pergi untuk melakukan aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa, di salah satu universitas negeri di kota tempatnya tinggal. Wanita itu lantas mendekati sebuah pintu yang tidak jauh dari anak tangga.

Setelah berdiri di depan pintu yang sengaja di dekatinya, wanita itu lantas menjatuhkan sepatunya ke atas lantai sebelum duduk di bangku kecil dekat pintu. Jari jemari lentiknya mengikat tali sepatu dengan sangat lihai, menciptakan ikatan yang kuat dan indah. Setelah memastikan sepatunya sudah terikat kencang, kedua bola mata yang berukuran besar serta bewarna coklat itu melihat ke arah jam dinding tua yang terpasang tepat di hadapannya duduk saat ini.

Jam sudah menunjukan waktunya untuk berangkat kuliah lantas wanita itu mendekati pintu yang berada di dekatnya. Pintu yang terbuat dari kayu itu, terdapat sebuah ornamen kecil berupa daun kering yang sengaja ditempel. Jari putih pucatnya lantas mengepal kencang, lalu mengetuk pintu itu secara perlahan, dengan tiga ketukan lembutnya.

Tok! tok! tok!

"Mah, aku berangkat." pamitnya dengan suara yang sangat lembut.

Satu detik...

Lima detik...

Tiga menit...

Tidak ada jawaban dari dalam kamar itu, sama seperti biasanya. Sepertinya yang berada di dalam ruangan itu masih terlelap di alam bawah sadarnya, hingga tidak mampu mengeluarkan suaranya.

Mah, aku berangkat ....

Mah, aku pulang ....

Hanya dua kalimat itu yang selalu wanita itu ulangi di setiap harinya, walau terkadang tidak pernah mendapatkan balasan dari dalamnya. Hanya sebuah kalimat sederhana yang bagi wanita itu sangat berarti jika dilewatkan atau bahkan dilupakan. Hingga, itu seperti menjadi rutinitas bagi wanita itu. Lantas tanpa menunggu sebuah jawaban, langkah kakinya harus tetap kembali berjalan. Merangungi dunia, yang tidak bisa ditebak kapan akhirnya.

Hingga di hadapannya saat ini, ada knop pintu yang sudah tampak usang, sebab segala isi rumah ini sudah habis masa indahnya. Tapi di balik pintu itu, didapatinya seorang pria yang cukup menyebalkan menurutnya. Menepi dari parasnya yang rupawan, karena hobinya suka sekali dengan kesederhanaan. Karena sangking sederhananya, pria tampak itu sedang mencuci motor kesayangannya yang seharusnya sudah di museum kan. Tapi anehnya, pria itu sama sekali tidak berniat untuk mengganti kendaraan yang sudah tua itu.

Halaman rumah ini memang tidak cukup luas, serta terdapat pohon rimbun yang sudah tua tumbuh di halaman depan rumahnya. Rimbunnya pohon menghalangi cahaya panas mentari yang ingin masuk, hingga tidak ada sumber kehangatan yang singgah di rumah ini. Daun rimbunnya selalu menyisakan reruntuhan yang tidak sedikit, ditambah dengan hembusan angin yang terus menerjang kencang. Tatkala kaki melangkah, kaki ini selalu menyapu dedaunan kering yang berserakan di atas tanah.

Dan tidak jarang, sesekali angin meniup lalu menghamburkan dedaunan yang sudah dikumpulkan. Momen ini seolah menjadi tempat penguhubung, dimana tidak ada keabadian di setiap makhluk yang hidup. Kendati demikian, kehidupan tetap harus berjalan. Ada atau tidaknya seseorang yang berperan sebagai pengingat akan makna dari kehidupan.

"Kamu mau berangkat?" tanya pria itu, sembari fokus mencuci motornya.

"Eum," jawab so wanita dengan singkat, sambil melangkahkan kaki pelan.

"Mau aku anter gak?" tawar pria tampan.

Kehidupan yang kejam, membawa seorang wanita itu kepada sifat yang tidak berperasaan.

"Gak usah, aku gak yakin bakal sampe tepat tujuan." penolakan yang cukup kasar memang.

"Pasti bakal sampe ko, kalo kamu mau bersabar." ucap pria itu sambil tersenyum kecil.

Jelas, ini semua tentang menunggu dengan sabar, tanpa ada keluhan yang dikeluarkan. Begitulah maksudnya. Tapi kita semua tahu, tidak mudah untuk bisa sampai di titik itu.

"Aku berangkat ya, jangan lupa ingatkannya untuk sarapan." perintah wanita itu.

Syarat untuk tetap hidup adalah makan, dimana itu menjadi momen terpenting tatkala makan selalu menjadi prioritas yang utama. Karenanya, hanya makanan lah yang selalu diingat wanita itu.

"Tanpa kamu suruh pun, pasti bakal aku lakuin. Karena ini adalah tugasku," jawaban pria itu terdengar kesal, namun sok bertanggung jawab.

Wanita itu lantas menyinggungkan senyuman tipis, sebelum melanjutkan langkah kakinya. Selalu berusaha mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah salah satu alasan yang bisa membuat wanita itu agar bisa berada di titik ikhlas yang sebenarnya. Tiada syukur yang terlewatkan setelah berjalan panjang menuju rasa syukur itu, kini wanita itu sedang belajar berdamai dengan segalanya.

Keadaan, waktu, masa lalu, dan semua hal yang telah di lalui sejak lahir hingga sampai detik ini. Percayalah, tidak ada hidup yang baik-baik saja, semua berproses dengan alurnya sendiri. Berjalan di jalan ceritanya masing-masing, entah itu menerjang panasnya mentari, menebas derasnya hujan badai, serta menahan sakitnya berjalan di atas batu kerikil yang tajam.

Kita berbeda cerita di alam kehidupan yang sama, juga cerita yang tidak mungkin ditemukan di tempat yang sama. Senandika. Tutur batinku selalu berkata, bahwa aku bisa melaluinya.

****

Seperti rumah yang menyaksikan penghuninya tumbuh dan berkembang, rumah pula menjadi saksi bisu setiap para penghuninya.

*Senandika*

___________


Dilarang Plagiat!!! Karya ini dilindungi oleh Undang-Undang No. 28/2014 tentang hak cipta, kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP), dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Note : Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, yang diwujudkan tanpa mengurangi pembatasannya sesuai peraturan undang-undang. Jika ada yang melakukan plagiarisme atau menggunakan cerita ini untuk kegiatan komersil tanpa ijin dari penulis. Maka penulis berhak menggugat secara perdata, atau menuntut secara pidana.

Salam Penulis : Dina Mariana.

***
Title : Senandika
Writer : Dina Mariana
Find me on : dna.mrna

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang