#3 Adanya Penyesalan

4 1 0
                                    

Mungkin seseorang, hanya akan berlajar jika ada penyesalan di dalamnya.

*Senandika*

*

Pria dengan postur badan tinggi dengan bahu yang lebar, memang sangat cocok untuk dijadikan sandaran, apalagi untuk dijadikan penopang. Bentuk wajah yang oval itu memiliki bola mata bewarna hazel, dengan bulu mata yang sangat lentik, sungguh sangat menggemaskan. Di tambah, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang tebal, menambahkan kesan yang seksi. Tapi di balik kesempurnaan pada parasnya, sikap dingin sepertinya sangat melekat pada dirinya.

Tatapan matanya terlihat sangat tegas, namun sikapnya begitu lembut serta sangat perhatian. Tentu itu berkebalikan dengan sifat Shilfa, ketika Shilfa hanya sedang berusaha tegas pada dirinya. Dua sifat yang berkebalikan itu bertemu melalui tatapan mata, kedua tangan yang saling menggenggam erat, lalu berakhir dalam sebuah pelukan yang sangat menenangkan. Shilfa dibuat larut dalam rasa ketakutannya, sedangkan pria itu memberikan kehangatan dari sifatnya, membuat Shilfa menjadi nyaman dan kejadian itu terus terngiang.

Sial! Kejadian itu terbawa hingga ke dalam mimpi Shilfa. Dengan cepat Shilfa membuka matanya, lalu mendapati langit-langit kamar yang dipenuhi dengan coretan bintang. Warna terang yanb sudah mulai pudar itu, hanya menyisakan warna dasar putih yang sudah tidak terlihat berbentuk garis bintang di atas atap kayu. Tidak mau terlalu lama larut dari rasa nyaman, Shilfa langsung terbangun dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Selaras dengan rumah ini, kamar mandinya pun memiliki desain vintage dengan dasar bahan bangunannya terbuat dari kayu. Shilfa berdiri di depan cermin, melihat pipinya yang sudah bewarna merah tomat.

"Apa waktu itu ekspresi wajahku juga begini?" pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di pikiran Shilfa.

Shilfa lantas membuka rambut-rambut halus yang menutupi wajahnya, seiring dengan Shilfa mengangkat wajahnya. Shilfa hampir lupa, ketika pria itu menundukkan pandangannya, gaya rambut yang terbelah tengah itu seketika menjadi menyatu dengan menutupi dahi lebarnya, berbeda dengan Shilfa sedang mengangkat kepalanya hingga memperlihatkan bentuk wajah Shilfa. Kejadian itu, tepat ketika Shilfa sedang bergelantung dan pria itu sedang berusaha menahan tubuh Shilfa.

"Tunggu, kenapa aku sampe inget sedetail itu?" Shilfa sampai terheran-heran pada dirinya.

"Wuah ..." Shilfa mengacak-acak rambutnya.

"Jangan-jangan, engga mungkin kan?" Shilfa berbicara pada dirinya yang ada di depan cermin.

"Itu pasti karena aku ngerasa berhutang nyawa aja ke dia, pasti karena itu. Aku yakin banget!!" Shilfa langsung menangkis perasaan sesaatnya.

"Ah, aku harus segera turun." Shilfa tidak mau berlama-lama mengingatnya.

Shilfa segera membersihkan dirinya, lalu turun ke bawah untuk menemui sang pria tampan yang tinggal bersamanya. Karena hanya tinggal berdua di rumah ini, mau tidak mau mereka harus membagi tugas untuk pekerjaan rumah. Hari ini gilirannya untuk beberes rumah, dimulai dari menyapu, hingga mengepel lantai bahkan mencuci piring bekas makan lagi malam. Pagi hari yang cukup sibuk memang, untuk seorang pengangguran sepertinya.

Karena tidak ingin menganggu, Shilfa duduk di anak tangga terakhir sebelum lantai, hendak menunggu Tama selesai membersihkannya.

"Selamat pagi, tuan putri." Tama menyapa Shilfa dengan senyuman.

Rumah tanpa ada kehangatan dari cahaya matahari ini, memang hanya bersinar di dalamnya.

"Ada apa ini, kenapa kamu keliatan seneng benget," Shilfa langsung curiga.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang