Chapter 3 "Family Meeting"

8 2 0
                                    

Jangan lupa vote dan coment, ya! Happy reading!

-----

Rasanya terlalu cepat apabila sang papa merencanakan pertemuan antar dua pihak. Baru tiga hari yang lalu dibahas masalah perjodohan, tiba-tiba sang papa mengirim pesan pertemuan akan dilaksanakan besok malam di restoran X pada pukul 7.

"Malah bengong!" ucap Bina sengit.

"Is, Bin. Gue jadi takut!" ucap Alana seperti ingin menangis.

"Dasar bocah! Apanya yang lo takutin?! Seharusnya lo mikirin pakaian apa yang harus pakai buat besok!"

"Bodo! Gak peduli pakaian! Pakai bikini aja gak ada yang ngelarang!"

Ingin rasanya Bina menjitak Alana, ngomong asal jeblak! Ya kali pertemuan keluarga menggunakan bikini, gak waras namanya.

"Santai, Lan. Benar kata Bina, apa yang musti lo takutin?" ucap Bryan ikut nimbrung.

Apa yang Alana takutkan? Ada, tetapi Alana tidak akan pernah mengatakannya karena ini seperti aib bagi dirinya. Pada intinya, dia takut bertemu salah satu keluarga sang papa.

"Gue mau nginep di sini ajalah!"

"Ya, silakan!" ucap Bina dan Bryan serempak.

Setelah mendapat kabar, Alana tancap gas ke rumah pasangan suami istri itu, tidak peduli jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Ya udah, sana tidur!" titah Bina.

"Bentar lagi, gue lapar yang ada!"

"Ya, makan!"

"Temanin," ucap Alana dengan cengiran.

"Ayo!"

Begitulah Alana, bersikap manja bila merasa dekat orang tersebut. Di luar dari orang asing, Alana akan menunjukkan sikap aslinya, manja, ketergantungan dan menyebalkan. Namun, jika dia merasa asing akan orang tersebut, dia akan membentang jarak, terkesan cuek.

"Gue bawa istri lo, ya. Jangan marah!" ledek Alana pada Bryan.

"Bawa sana. Nanti setelah lo nikah, gak ada bawa-bawa istri gue!" balas Bryan.

"Enggak ada begitu, Bina bakal ada waktu jalan sama gue!" ucap Alana sengit.

"Ya elah, malah debat. Ayo, Lan!" ajak Bina.

Selesai makan, Alana menempati kamar tamu. Alana menyempatkan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan kaki. Kemudian, Alana memutuskan untuk bersantai di balkon. Waktu tidur Alana adalah di atas jam 12 malam, kebiasaan yang sulit ia ubah.

Suntuk dan belum mengantuk, Alana membuka ponsel dan melihat-lihat sosial media yang miliki. Entah mengapa jarinya mengeklik galeri, mulai membuka folder-folder yang tersimpan ponselnya.

Alana tipe orang yang suka menyimpan dan mengumpulkan foto-foto, bahkan di laptopnya terdapat beribu-ribu foto kenangan yang tak pernah sekalipun dia hapus. Bagi Alana kenangan seharusnya di simpan, walau kenangan itu buruk, itu adalah sebuah perjalanan hidup.

Tak terasa, tetes demi tetes air mata berjatuhan. Kenangan bersama keluargalah yang paling menyakitkan bagi Alana. Semua foto ini terlihat bahagia, tapi siapa sangka senyum yang kedua orang tuanya tampilkan untuk menutupi keretakan hubungan mereka.

Ada saat di mana Alana marah keadaan, mengapa harus kedua orang tuanya? Mengapa kedua orang tuanya berpisah? Mengapa keduanya lebih mementingkan diri mereka dibanding dirinya?

Baiklah jika mereka berpisah, tetapi kenapa kasih sayang itu tidak diberikan sepenuhnya seperti dulu? Kenapa tidak ada rasa peduli seperti dia kecil dulu? Mereka memilih kebahagiaan dengan jalan mereka, tapi adakah mereka memikirkan kebahagiaannya?

Alana & Arthur: After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang