Chapter 5 "Cry"

6 1 0
                                    

Happy Reading, Guys!

komen dan vote jangan lupa, ya! Thanks a lot!

-----

"Mbak, aku ke kafe sebelah sebentar, ya!" ucap Alana pada Jeslin.

"Siap."

Setelah mendengar jawaban Jeslin, Alana segera berjalan ke kafe yang bersebelahan dengan butiknya. Ah, bukan butik miliknya, tetapi milik sang mama.

Butik ini warisan dari mendiang neneknya yang biasa Alana panggil mami. Dikarenakan mamanya—Ella—di luar negeri tak bisa mengurus butik, Alana yang dipinta untuk mengurus. Jujur saja, Alana tidak pandai dalam hal urusan butik, untung ada Jeslin yang membantunya.

Alana tidak banyak berperan, dia hanya membantu apa yang dapat ia bisa lakukan. Malah, Jeslin yang lebih handal mengurus butik ini.

"Eh, Mbak Lan... mau pesan apa, Mbak?" tanya Bila, salah satu karyawan.

"Kayak biasa, ya."

"Siap ditunggu, Mbak!"

Selagi menunggu, Alana memainkan ponselnya, membalas pesan Bina. Tiba-tiba, sebuah notifikasi masuk.

[Bisa kita ketemu, Al?] Alana menghela nafas, Kevin terus-terusan menghubunginya.

"Ini, Mbak. Milkshake oreo 1 dan milkshake coklat 1!" ucap Bila.

"Terima kasih, Bil. Kembalinya ambil buat kamu, ya." Bila tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Alana berbalik meninggalkan kafe tersebut, sesekali karyawan kafe menyapanya, Alana hanya tersenyum tipis.

Sekembali dari kafe, Alana memberikan satu cup minuman yang ia beli sebelumnya pada Jeslin.

"Ada tamu di dalam," beritahu Jeslin.

"Siapa, Mbak?"

"Calon adek ipar!" goda Jeslin dan berlalu.

Alana menghela nafas, lalu berjalan ke ruangannya. Ternyata benar, Ariana di sana. Alana menyapa Arina dan begitu sebaliknya.

"Mbak, kok, bisa di sini?" tanya Alana.

"Ariana, gak pake mbak. Kita cuma beda setahun!" ucap Ariana.

"Iya, Ariana."

"Aku ke sini mau jemput kamu, Mas Arthur juga di depan nunggu. Gak lihat mobil dia tadi?" cerocos Ariana, Alana menggeleng.

"Mau kemana?"

"Butik!"

Oh, jujur... energi Alana hari ini terkuras banyak. Alana mudah lelah bertemu banyak orang, sebenarnya hari ini tidak terlalu bertemu banyak orang, hanya saja suasana hati buruk mengakibatkan dia amat lelah.

Alana satu dari sekian banyak manusia yang berkarakter introvert. Di mana menyukai kesendirian, menghindari bertemu orang baru. Alana bukan tipe perempuan yang suka bergaul dan menghabiskan waktu dengan sekumpulan orang-orang.

"Ayo, Mas Arthur udah tunggu!" ajak Ariana. Terpaksa Alana menyetujui walau hatinya menolak.

***

Ariana cukup heboh memilih baju-baju pengantin yang cocok untuk Alana, sedangkan Alana masih duduk memperhatikan.

"Mas, kamu mau Alana make yang mana? Ini atau ini?" tanya Ariana menunjuk baju kedua tangannya.

"Terserah Alana!"

"Lan!" Arina berpindah pada Alana.

Baiklah, waktunya dia memilih setelah menenangkan diri. Sejenak, Alana memperhatikan baju di tangan Ariana.

"Yang ini," ucap Alana memegang baju pengantin di tangan kanan Ariana.

"Tapi, bagusan yang ini, Lan."

"Itu terlalu terbuka," jawab Alana.

"Oke lah, kamu coba, ya!" Alana mengangguk dan mencobanya di ruang ganti.

Beberapa menit Alana keluar dengan pakaian pengantin, Ariana langsung mengatakan setuju.

"Mas!" tegur Ariana pada Arthur.

"Terserah Alana, suka ambil."

Bolehkah Alana marah? Arthur bertindak seolah Alana yang akan menikah, bukankah yang menikah mereka berdua? Setidaknya pilihan seperti ini atas dasar sama suka, bukan di satu pihak saja.

"Ini aja," ucap Alana pada pelayan di sana.

Mengganti pakaian seperti semula, Alana kembali duduk memainkan ponsel. Sayup-sayup Alana mendengar Ariana meminta Arthur mencoba pakaian, tetapi pria itu menolak. Perdebatan di antara mereka terjadi, Alana diam tanpa menengahi.

Kesal Arthur yang tidak mendengarkan, Ariana berjalan keluar. Alana melirik Arthur sekilas, pria itu fokus mengetik sesuatu di ponselnya. Bangkit, Alana berdiri tepat di depan Arthur.

"Mas gak mau coba bajunya dulu?" tanya Alana baik-baik mengesampingkan kemarahannya.

"Enggak. Kamu pilih saja," jawab Arthur enteng.

"Pernikahan itu untuk dua orang, bukan seorang, Mas. Semisalnya mas nyuruh pilih, apa bajunya pas di mata mas? Di sini Alana hanya ingin kita sama-sama suka, terlepas pernikahan ini karena perjodohan, setidaknya kita menjalaninya suka sama suka. Jangan berlaku seolah di sini hanya Alana yang mau dijodohkan!" jelas Alana panjang lebar.

"Alana udah pilih bajunya. Tanya ke mbak-mbak itu, kalau gak suka mas pilih sendiri. Alana mau pulang!" ucap Alana mengambil tas di sampingnya di Arthur dan mengucapkan salam perpisahan.

Masa bodo bagi Arthur dirinya kekanakan, Alana lelah. Mood buruk, ditambah bertemu orang-orang baru membuat Alana pusing, ingin menangis.

Bagi kalian Alana lebai, tidak masalah. Beginilah Alana, si gadis pendiam yang cengeng. Pernah sewaktu di masa awal menjadi mahasiswa baru, Alana takut dan lelah berkenalan dengan mahasiswa lain. Saking lelahnya, Alana menangis dalam diam sambil menunduk.

***

"Baru pulang?" tanya Bina, Alana mengangguk.

"Kenapa, Lan? Ada masalah?" Alana menggeleng.

"Capek."

Alana melempar tasnya entah ke mana, lalu membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Matanya terpejam, sekuat tenaga menahan air mata.

"Lan, are u okey?" Alana masih dalam diam.

"Lan, cerita. Jangan mendam!"

Alana membuka mata, detik itu pula Alana menangis kencang, Bina segera memeluk Alana.

"Capek!" keluhnya.

Mendengar tangisan di lantai bawah, Bryan turun. Memberi pertanyaan lewat tatapan, Bina menggeleng tidak tahu.

By the way, Bina menyuruh Alana tinggal di rumahnya sementara waktu. Tidak memungkinkan Alana tinggal seorang diri di rumah itu, Kevin pasti akan datang kembali.

Tangis Alana mereda, Bryan menyodorkan segelas air pada Bina. Mengerti, Bina memberi segelas air tersebut pada Alana.

"Mau cerita?"

Alana menceritakan yang terjadi hari ini, mulai dari suasana hatinya yang memburuk dikarenakan Kevin mengirim pesan meminta bertemu, plus ancaman Kevin menculiknya. Sampai kejadian di butik tadi Alana ceritakan pada sahabatnya.

"Gue rasa dia kelewatan, Lan. Lo harus laporin ke Om Rion!"

"Papa gak akan percaya! Gue pernah bilang, papa lebih percaya omongan Tante Claudi."

"Gue capek!" keluhnya lagi.

"Ayo istirahat, lo gak boleh capek. Dua minggu lagi pernikahan lo!" ucap Bina.

Dua minggu lagi? Alana tidak yakin, melihat sikap Arthur, pria itu tidak menyukai pernikahan itu. Baiklah, Alana akan bersikap pasif pada kondisi ini. Jika nantinya menikah, Alana akan bersikap sebagaimana mustinya. Kali ini, Alana tidak mau dianggap terlalu menginginkan pernikahan ini.

Sikap Arthur yang tak peduli menandakan dia menolak pernikahan ini, bukan? Alana tak perlu bertanya, Arthur sendiri yang menunjukkan. Jadi, biarkanlah Tuhan yang mengatur segala sesuatu yang terjadi. Apabila berjodoh, Tuhan akan memudahkan langkah mereka menuju pelaminan.

Alana & Arthur: After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang