Chapter 2 "Decision"

8 2 0
                                    

Happy reading, Guys!

Vote dan koment, ya! :)

----

Seminggu dari pembicaraan Alana dan Bina tentang meminta perjodohan, Alana masih memikirkan matang-matang. Berbagai pertimbangan telah ia pikirkan, termasuk syarat yang akan ia berikan pada calon suaminya nanti.

Namun, Alana tidak ingin tergesa-gesa. Dia masih mengingat ucapan Bina, tanyakan pada diri sendiri, apa siap untuk menikah. Alana membayangkan masalah yang kemungkinan terjadi ketika menikah nanti, rasanya Alana siap.

Ada satu pertanyaan yang terlintas, apa nantinya pria yang akan menikahinya menerima kebodohannya? Bukan hanya kebodohan, akan tetapi semua kekurangan yang ada di dalam dirinya. Alana mengakui, dia kekanakan dan Alana takut tidak bisa mengimbangi suaminya.

Mungkin satu orang ini dapat memberi Alana masukan, Tante Bulan. Segera, Alana mengambil kunci mobil dan mengendarainya. Sesampai di rumah Tante Bulan, Alana mengucapkan salam dan langsung memasuki rumah tersebut.

"Anak bayi dari mana aja?" Mas Bima, putra pertama Tante Bulan menyambutnya dengan pertanyaan.

"Planet!" ketusnya, Mas Bima terkekeh.

"Ketus amat, Anak Bayi!"

"Mas, ih... aku bukan anak bayi!" ucapnya tak terima.

"Bunda mana?"

"Di dapur!"

"Mas gak kerja?" Mas Bima menggeleng.

"Kapan-kapan!"

Alana menggeleng, jawaban Mas Bima benar-benar aneh. Malas mengobrol lebih lanjut, Alana berjalan ke arah dapur. Di sana Tante Bulan terlihat mengaduk masakan.

"Tante!" sapanya lebih dulu.

"Eh, Al. Baru dateng?" tanya Tante Bulan kelihatan kaget.

"Iya, Tan. Tante masak apa?"

"Rendang, permintaan Mas Bima-mu!" Alana mengangguk.

"Om Ben kemana? Kerja?"

"Kerja, mau ke mana lagi jam segini om kamu, kalau bukan kerja."

Alana membantu sang tante, tinggal santan yang belum jadi Alana meminta agar dia saja yang meremas santan dan menyaringnya. Alana itu pandai memasak sebenarnya, tak banyak yang tahu selain sang tante dan Bina. Hanya saja, dia malas ke dapur, menurutnya untuk apa jika hanya memasak untuk diri sendiri.

Selagi membantu, mereka berbincang-bincang ringan. Hingga semua siap dan masakan dihidang di atas meja makan, mereka berpindah ke ruang tamu. Bima ada di sana berselonjor dengan stoples kue di dadanya.

"Sopan banget kamu, Mas!" tegur sang ibu, Bima terkekeh dan menurunkan kakinya.

Alana dan sang tante duduk bersampingan, sedangkan Bima duduk di single sofa. Tidak ada tanda-tanda Bima pergi, jadi Alana membuka suara.

"Tante, waktu tante dijodohin, gimana reaksi tante?"

"Random banget kamu nanya, Al."

"Lo mau dijodohin?" Bima menanggapi agak kaget.

"Enggak, nanya doang." Alana melirik sekilas pada Bima dan kembali menatap sang tante.

"Kaget. Sempat nolak," ucapnya.

"Terus, kenapa tante nerima akhirnya?"

"Kakek kamu minta tante nerima. Tante inget waktu itu kakek kamu bilang, menikah karena perjodohan adalah jalan yang paling direstui oleh orang tua. Insya Allah pilihan kami adalah pilihan Yang Maha Kuasa sampai akhir hayat kalian," ucap Bulan tersenyum mengingat kalimat sang ayah.

Alana & Arthur: After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang