; 01

3.3K 557 123
                                    

"Selamat pagi, Yedam. Bagaimana tidur kamu tadi malam?

Dengan senyum secerah matahari pagi ini, Kim Doyoung melangkah masuk ke dalam kamar. Menyapa riang si pemilik kamar yang masih terduduk di pinggir ranjang dengan muka bantalnya.

"Kamu tidur nyenyak 'kan? Tidak ada yang mengganggu?" Doyoung lanjut bertanya sembari membukakan tirai jendela yang ada di kamar tersebut agar cahaya lebih leluasa masuk. Setelah sudah ia ikut duduk di pinggir ranjang, bersebelahan dengan si pemilik kamar.

Yedam —si pemilik kamar— mengangguk pelan. Jawaban yang selalu membuat Doyoung tersenyum.

"Boleh pinjam tangan kamu? Saya mau lihat sebentar."

Tanpa ragu Yedam memberikan kedua tangannya pada Doyoung. Dokter tampan itu segera memeriksa bagaimana keadaan kuku-kuku jari Yedam sekarang.

"Sudah mulai panjang, nanti kita potong kuku, ya."

Yedam mengangguk.

Hampir 2 minggu Doyoung menjadi Dokter psikiater untuk Yedam dan Yedam menjadi pasien pribadi Doyong sesuai yang lelaki itu minta. Setiap 5 hari sekali, Doyoung selalu mengecek kuku jari Yedam apakah sudah panjang atau tidak. Jika sudah cukup panjang, Doyoung akan membantu Yedam memotong kukunya. Karena kuku panjang bisa menjadi salah satu alat untuk Yedam menyakiti dirinya sendiri.

Selama 2 minggu itu sebenarnya tidak ada perubahan. Sikap Yedam pada Doyoung masih sama seperti pertama kali mereka bertemu. Doyoung selalu berusaha mengakrabkan diri dengan Yedam, tapi pasien pribadinya itu belum bisa merespon dirinya dengan baik. Suster itu tidak berbohong, Yedam jarang sekali membuka mulut untuk berbicara, ia lebih sering mengangguk dan menggeleng untuk merespon.

Sampai-sampai Doyoung selalu mencatat di notebook-nya seberapa banyak Yedam berbicara dalam 1 hari. Sejauh ini angka 10 menjadi angka yang paling besar dicatatan itu. Doyoung cukup bangga karena Yedam bisa berbicara sampai 10x pada 3 hari lalu.

Doyoung harap ia bisa mengembalikan Yedam seperti dulu lagi. Yedam di 5 tahun lalu yang ceria, banyak bicara, dan selalu tertawa.

"Permisi.. Selamat pagi, Yedam. Suster mau antar sarapan dan obat kamu untuk pagi ini."

Tiba-tiba pintu kamar 201 diketuk-ketuk dari luar. Doyoung segera bangkit untuk membukakan pintu dan menerima sarapan serta obat yang suster berikan.

"Terima kasih, suster." Ucap Doyoung

Suster itu mengangguk, lalu sedikit melongok ke dalam kamar untuk melihat Yedam.

"Dihabiskan sarapannya, okey?" ujar suster dengan senyum lebar.

"Kalau gitu saya permisi dulu, Dok. Mau antar sarapan dan obat ke pasien lain."

"Ya, sekali lagi terima kasih."

Kemudian suster itu pergi dari depan kamar 201. Doyoung langsung menutup pintu kamar dan kembali duduk di sebelah Yedam.

"Saya dengar dari beberapa suster di sini, katanya ini menu sarapan kesukaan kamu, ya?"

Yedam mengangguk. Doyoung bisa lihat manik lelaki itu sedikit berbinar kala menatap makanan untuk sarapan pagi ini. Sepiring pancake, 1 buah pisang, dan segelas susu.

"Mau saya suapin?"

"Aku bisa makan sendiri, Dokter.."

Satu.

Doyoung tersenyum kecil mendengar 1 kalimat yang Yedam ucapkan di pagi ini. Sementara Yedam mulai menyantap sarapannya, Doyoung hanya diam menatap wajah manis Yedam dari samping.

"Dokter nggak sarapan?"

Dua.

Yedam sedikit mengangkat kepalanya untuk menatap Doyoung. Tatapan polos yang menjadi favorit Doyoung selama 2 minggu belakangan ini.

painfully; dodamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang