Pagi ini— setelah selesai sarapan dan mandi, Yedam mengajak Doyoung pergi ke taman Rumah sakit. Ya, seperti biasa. Mereka akan duduk di kursi panjang yang tersedia di sana, menikmati semilir angin pagi yang terasa sejuk menerpa kulit. Sesekali terdapat perbincangan kecil diantara mereka, atau mungkin hanya Doyoung yang berbicara banyak.
"Dokter," panggil Yedam tiba-tiba sambil menoleh pada Doyoung. Menyentak Doyoung yang sedari tadi melamun memperhatikan wajah Yedam dari samping.
"Eh— iya, kenapa, Yedam?" tanya Doyoung sedikit terbata.
"Dokter punya cokelat?"
Pertanyaan itu membuat Doyoung menyatukan alisnya bingung.
"Nggak punya, Yedam. Kamu mau cokelat?"
Yedam mengangguk, yang mana membuat Doyoung semakin bingung.
"Kenapa tiba-tiba mau makan cokelat?" tanya Doyoung lagi.
"Semalam Haruto bilang, kalau aku diizinin makan cokelat, tapi nggak boleh banyak-banyak."
Doyoung terdiam bak patung. Bukan— bukan karena Yedam berbicara banyak. Pasiennya itu akhir-akhir ini sudah sering mengoceh, walau hanya saat bersamanya. Tapi, kemajuan kondisi Yedam setelah dirawat Doyoung hampir selama 5 bulan itu cukup memuaskan.
Yang membuat Doyoung mematung adalah, ketika Yedam kembali menyebutkan nama Haruto lagi setelah sekian lama.
"Haruto bilang seperti itu...?" Doyoung bertanya lirih.
Yedam mengangguk.
"Yedam-ah!"
Mendengar namanya diserukan, lantas Yedam menengok. Terlihat suster Yewon sedang berjalan cepat menghampiri dirinya dan Dokter Doyoung.
"Ada apa, suster?" Doyoung yang bertanya ketika Yewon sudah tiba di hadapan mereka.
"Hari ini ada kegiatan kerajinan, sepertinya Yedam harus ikut. Mau 'kan, Yedam?" Yewon menatap Yedam dengan senyum lembut.
Yedam yang ditatap dan ditanya seperti itu malah menatap Doyoung. Seolah meminta izin. Lucu.
Doyoung yang paham pun tersenyum kecil dan mengangguk.
"Buat kerajinan yang bagus, ya," ujar Doyoung mengusap pelan surai Yedam.
Mereka akhirnya beranjak dari sana, pergi ke tempat kegiatan berlangsung, dengan Doyoung dan Yedam yang berjalan beriringan, sementara suster Yewon mengekori di belakang.
"Tenang, Yedam..."
Saat hampir sampai di tempat kegiatan, Yedam tiba-tiba berhenti melangkah. Tubuhnya gemetar dan mengeluarkan banyak keringat.
Doyoung paham kalau serangan panik Yedam pasti kambuh sekarang. Dengan lembut ia usap punggung pasiennya itu dan membisikkan kata-kata penenang andalannya.
"Kamu pasti tau 'kan kalau mereka itu bukan orang jahat?"
Yedam mengangguk pelan. Menarik napas dalam dan diembuskan perlahan.
Dulu— Yedam adalah orang yang menyukai keramaian. Tapi, setelah kejadian pahit 5 tahun yang lalu itu terjadi, Yedam takut akan keramaian, itu menjadi alasan kenapa ia tak mau berbaur dengan pasien-pasien lain.
Yedam trauma. Di saat orang-orang yang seharusnya datang ke acara pernikahannya, mengucapkan selamat atas hal tersebut— justru mereka datang dengan pakaian serba hitam, berbondong-bondong mengucapkan bela sungkawa untuknya, menatap dirinya dengan tatapan iba.
Yedam masih mengingat jelas semuanya. Yedam benci itu. Yedam benci mendengar kata-kata, "kami turut berduka cita." "bersabarlah, Yedam." "semoga kamu kuat dan tabah."
Bagaimana bisa Yedam kuat? Di saat semestanya pergi meninggalkannya begitu saja. Tepat di hari yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan dalam hidup mereka.
"Ikhlaskan Haruto."
Yedam pernah berusaha yang terbaik. Tapi, Yedam tidak bisa. Ia justru semakin terperosok jauh ke dalam jurang kesengsaraan. Membuat batin dan mentalnya terus tersiksa karena ketidakikhlasan akan takdir Tuhan.
Seolah— Haruto tak membiarkan Yedam lepas dari pelukannya. Atau mungkin— Yedam yang tak mau melepaskan pelukannya dari bayang-bayang Haruto.
...
Kurang lebih 1 jam kegiatan kerajinan untuk para pasien berlangsung, barusan Doyoung diberitahu Yewon kalau kegiatan itu baru saja selesai. Segera ia keluar dari ruangannya dan pergi ke taman, Yewon mengatakan Yedam ada di sana.
Memasuki area taman, netranya langsung bisa menemukan Yedam berada, lelaki itu tidak sendiri, ada Junghwan yang duduk menemani.
"Yedam, menurut kamu, boneka buatan aku ini bagus nggak?" tanya Junghwan menunjukkan boneka buatannya pada Yedam.
Yedam mengangguk.
"Pacar ku pasti suka deh!" pekik Junghwan kemudian. Yedam tersenyum tipis tanpa sadar.
"Yedam kalau senyum manis banget. Tapi, sayang Yedam jarang senyum." Ucap Junghwan dengan ekspresi yang berubah cemberut, pun ekspresi Yedam yang kembali datar.
Tak lama Doyoung datang.
"Hai, asik banget kayaknya obrolan kalian.." Doyoung tersenyum lebar menatap 2 lelaki di hadapannya bergantian.
"Halo, Dokter Doyoung!" balas sapa Junghwan.
"Kalian kelihatannya sudah akrab, ya..." gumam Doyoung masih dengan senyum lebarnya.
"Iya dong, Dok! Tadi Yedam bantuin aku bikin boneka ini. Walau Yedam nggak banyak bicara, tapi tadi Yedam senyum ke aku tau!" cerita Junghwan dengan semangat.
Doyoung lantas menatap Yedam yang hanya diam menyimak semua ocehan Junghwan. "Benar itu, Yedam?" tanyanya dan langsung mendapat anggukan serta senyuman kecil yang ditanya.
Kebahagiaan memenuhi seluruh hati Doyoung sekarang. Sangat penuh sampai seolah tak ada ruang lagi untuk perasaan bersalah itu tinggal di sana.
"Emm.. Yedam, Dokter Doyoung, aku ke kamar dulu ya. Dadah!!" Junghwan pun pergi, meninggalkan Yedam bersama Doyoung saja.
"Bagaimana rasanya mendapat teman?" tanya Doyoung setelah mendudukkan tubuhnya di samping Yedam.
Yedam menatapnya, "Senang. Junghwan baik."
Satu tangan Doyoung terangkat untuk mengusap sayang surai Yedam, begitu lembut dan membuat Yedam merasa nyaman.
"Semua pasien di sini baik. Kamu harus bisa berteman dengan mereka semua, okey?"
Doyoung tak mendapat respon apapun kali ini, Yedam hanya mengerjapkan mata, kemudian lelaki itu merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah boneka kecil.
"Dokter."
Yedam sodorkan boneka tersebut pada Doyoung. Boneka berbentuk kelinci— hewan yang sangat Doyoung sukai. Dengan ragu Doyoung terima boneka itu.
"Buat saya?"
"Iya. Jaga bonekanya baik-baik, ya, Dokter."
gumoh gk kalian klo aku update tiap hari? awoakowkaow. next gk niii?
KAMU SEDANG MEMBACA
painfully; dodam
FanfictionTentang Bang Yedam; salah satu pasien di Rumah sakit jiwa dan Kim Doyoung; salah satu Dokter psikiater di sana. Dipertemukan bukan karena sebuah kebetulan antara seorang Dokter dan pasiennya, melainkan karena takdir kejam di masa lalu yang melibatk...