; 16

1.6K 287 10
                                    

Doyoung baru saja sampai di kediaman Mashiho, ia tadi dihubungi untuk segera pergi ke sini setelah makan siang selesai. Mashiho mengatakan, Jihoon memanggilnya, tanpa bertanya dan dijelaskan pun Doyoung sudah paham.

Asal kalian tau, Doyoung sudah mempersiapkan diri sejak malam.

"Doyoung-ah.."

Ia tersenyum kala melihat Mashiho membukakan pintu untuknya, berbeda sekali dengan Mashiho yang justru memasang raut takut dan khawatir.

"Aku ikut, ya? Aku takut kamu kenapa-kenapa.." pinta Mashiho sembari mengikuti Doyoung yang mulai berjalan ke arah ruang kerja Jihoon.

Doyoung memutar badannya menghadap Mashiho. Senyum manis itu masih terpampang, tanpa luntur barang sedikitpun.

"Aku akan baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir," ucap Doyoung dengan yakin.

"Lagipula jika memang Jihoon hyung ingin memukuliku sampai aku terbaring di Rumah Sakit, aku pantas mendapatkannya."

Setelahnya, Doyoung sudah masuk ke dalam ruang kerja Jihoon. Meninggalkan Mashiho dengan segala kekhwatirannya di depan ruangan itu.

...

"Sudah menunggu lama, hyung?" tanya Doyoung sesudah masuk ke ruang kerja dengan nuansa abu-abu milik Jihoon itu. Sang pemilik ruangan terlihat sedang duduk di kursi putarnya, mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya, tatapan matanya yang biasa saja— tapi terasa menusuk diri Doyoung yang baru saja tiba di sana.

"Kamu berselingkuh, Doyoung-ah?"

Langsung diberi pertanyaan seperti itu, Doyoung tentu saja terkejut. Ekspresinya sebisa mungkin ia kendalikan, Doyoung pun menggeleng.

"Tidak."

"Lalu kenapa Mashiho tiba-tiba membatalkan semuanya? Pernikahan kalian sudah di depan mata."

Jihoon bangkit dari kursinya, berjalan ke hadapan Doyoung yang mematung di tempatnya berdiri sekarang.

"Siapa selingkuhan mu?"

"Aku tidak berselingkuh, sungguh." Doyoung menekankan setiap katanya. "Mashiho yang menginginkan ini, aku tidak bisa berbuat apapun."

"Kenapa kamu tidak berusaha menahannya?"

Dalam sekejap, manik Jihoon berubah tajam, tatapan yang seolah mengisyaratkan ingin membunuh Doyoung sekarang juga.

"Aku dan Mashiho memang tidak ditakdirkan bersama. Itu yang Mashiho katakan." Ujar Doyoung begitu tenang.

"Pasti ada alasan kenapa Mashiho mengatakan itu dan memilih mengakhiri semuanya..."

Jihoon semakin mengikis jarak diantara mereka. Doyoung benar-benar tidak bisa untuk tetap tenang, di hadapannya sekarang adalah Takata Jihoon, seseorang yang dulu pernah mengancam akan menghancurkan hidupnya jika berani menyakiti adik kesayangannya, Takata Mashiho.

"Seharusnya dari awal aku mengikuti kata hati ku untuk tidak merestui hubungan kalian berdua!" Jihoon tiba-tiba naik pitam, hal itu membuat Doyoung tersentak kaget dan reflek menunduk.

"Tapi karena Mashiho, bunda, ayah, sampai Hyunsuk selalu menyakinkan ku kalau kamu adalah lelaki yang baik, aku akhirnya menerima dirimu..."

"Tapi nyatanya sekarang—"

Jihoon tak melanjutkan kata-katanya. Lelaki itu hanya mengacak-acak rambutnya dan mengepalkan tangan, tanda ia benar-benar kecewa dan marah pada Doyoung sekarang.

"Maaf.. Maaf sudah menghancurkan kepercayaan hyung dan membuat Mashiho terluka..." lirih Doyoung penuh penyesalan.

"Pukul aku, hyung. Pukul aku sesukamu jika itu bisa menebus kesalahanku."

Doyoung sudah memejamkan mata, siap menerima berbagai pukulan dari Jihoon yang mungkin akan dilayangkan lelaki itu beberapa detik lagi.

Berselang 1 menit, Doyoung tak merasakan apapun. Akhirnya ia memberanikan mengangkat kepala dan menatap Jihoon. Jantungnya seketika berdegup kencang, melihat kepalan tangan Jihoon sudah berada di udara, yang artinya siap mendarat kepadanya.

Tapi detik selanjutnya, Doyoung dibuat tidak percaya. Jihoon menurunkan kepalan tangan itu, lalu menghela napas panjang.

"Ya.." Jihoon mengangguk-angguk, menjauhkan sedikit tubuhnya dari Doyoung. "Mungkin— memang lebih baik mengakhiri sekarang sebelum semuanya semakin jauh dan rumit."

"Aku sangat marah dan kecewa padamu, Doyoung-ah. Tapi, aku menghargai keputusan Mashiho."

"Mungkin benar, kalian memang tidak ditakdirkan."

Jihoon tersenyum, satu tangannya terangkat mengusap bahu Doyoung.

"Selama 5 tahun belakangan ini, aku melihat semuanya, bagaimana kamu memberikan kasih sayang dan cinta yang tulus untuk Mashiho, aku cukup berterima kasih karena itu. Bagaimanapun juga, kamu pernah menjadi alasan Mashiho bahagia."

Doyoung pun tak bisa menahan senyumannya, rasa takut dan gelisah seketika hilang. Jihoon menerima semuanya, tanpa ada dendam yang tercipta atas berakhirnya hubungan Doyoung dan Mashiho secara tiba-tiba.

Itu artinya, tidak ada lagi kemungkinan Yedam akan terseret dalam masalah ini. Doyoung bisa tenang sekarang, begitu juga Mashiho.

"Terima kasih, hyung. Aku harap kita terus berhubungan baik setelah ini."

Doyoung sudah merentangkan tangan, hendak memeluk Jihoon, tapi mantan calon kakak iparnya itu dengan cepat menjauh dan kembali duduk di kursinya.

"Aku tidak sudi," tolak Jihoon dengan bercanda.

"Hyung yang benar saja?" Doyoung mendekati Jihoon, berniat menjahili lelaki itu.

"Yak, Kim Doyoung, diam atau ku pukul rahang mu sampai bergeser dari tempatnya?!"

"Yak, Kim Doyoung, diam atau ku pukul rahang mu sampai bergeser dari tempatnya?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









chapter selanjutnya udh end, yeyy

painfully; dodamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang