; 04

2.1K 373 28
                                    

5 tahun yang lalu..





"Ruto-ya, apa mulutmu tidak pegal? Sejak keluar dari rumah, lalu masuk ke dalam mobil, senyummu itu tidak luntur barang sedikitpun."

Merasa diajak berbicara, lelaki tampan dengan setelan jas hitam itu lantas mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Ahh, bagaimana aku bisa berhenti tersenyum dihari yang membahagiakan ini, Doyoung-ah?"

"Kamu pasti akan seperti ini jika mau menikah nanti," lanjutnya dengan kekehan pelan.

Doyoung pun ikut terkekeh "Baiklah-baiklah."

"Apa yang membuatmu memilih nikah muda, Ruto-ya?" tanya Doyoung beberapa saat kemudian.

Haruto tampak berpikir sejenak, sebelum menjawab "Emm... Aku takut kehilangan Yedam hyung jika aku tidak cepat-cepat menikahinya."

Jawaban itu membuat Doyoung tertawa kecil sembari menggeleng "Yang benar saja, Yedam hyung tidak akan meninggalkanmu."

"Benar. Dia sangat mencintaiku 'kan?" senyum Haruto semakin merekah. "Dan aku jauh lebih mencintai, hanya maut yang dapat memisahkan kita."

Yedam adalah orang yang paling beruntung karena memiliki Haruto.  Itulah yang ada dipikiran Doyoung sekarang.

"Kamu sendiri bagaimana, Doy?" kini giliran Haruto yang bertanya-tanya.

"Hmm? Ahh.. Untuk itu aku tidak tau. Aku terlalu sibuk kuliah dan bekerja sampai lupa memikirkan dunia cinta."

"Aku yakin pasti banyak yang tertarik denganmu. Ingat tidak semasa SMP dulu kamu sangat populer karena wajahmu yang tampan itu." Goda Haruto dengan senyum jahilnya.

Doyoung melirik malas "Jangan berlebihan, Haruto. Kamu pun seperti itu."

"Hahaha, benar juga."

Haruto dan Doyoung ini teman dekat ketika mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Tapi, setelah lulus SMP mereka pisah sekolah dan mulai jarang bertemu karena sibuk dengan kehidupan masing-masing sampai sekarang. Ya, mungkin bisa dibilang lost contact?

3 hari sebelum acara pernikahan, Haruto tak sengaja bertemu Doyoung di sebuah kafe. Haruto langsung mengundang Doyoung ke acara pernikahannya dan Doyoung dengan baik hati menawarkan diri untuk mengantarkan Haruto ke gedung pernikahannya nanti.

Jadi, ya, di sinilah mereka berdua. Di dalam mobil sedan yang menuju ke gedung pernikahan dengan Doyoung yang menyetir mobilnya.

TIN! TIN!

Haruto reflek menoleh ke belakang. Doyoung hanya melirik pada spion untuk melihat apa yang terjadi sampai ada yang berklakson seperti tadi.

"Doyoung-ah..."

BRAK!!!

Apa ini?

Semua terjadi begitu cepat. Ketika mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba ditabrak sebuah truk dari belakang. Mereka berdua merasa melayang, lalu jatuh dengan posisi terbalik.

Rasa sakit menjalar di mana-mana, darah mengalir dari seluruh bagian tubuh yang terluka. Perlahan Doyoung membuka mata, sedikit tidak percaya kalau ia masih diberi kesempatan untuk bernapas.

"Do—Doyoung-ah.."

Maniknya melirik ke tempat Haruto berada, terlihat lelaki itu juga masih membuka matanya.

Tak berselang lama Doyoung sadar kalau mobil ini akan segera meledak. Bau bensin dan asap sudah menyapa indra penciumannya.

Mereka harus keluar.

Doyoung dengan susah payah melepaskan sabuk pengaman, lalu segera merangkak keluar karena pintu mobil sudah rusak parah.

"Doyoung-ah..."

Pergerakan Doyoung terhenti.

"Tolong aku.."

Doyoung menahan air matanya. Melihat kondisi Haruto yang tubuhnya terjepit awak mobil membuat lelaki itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga tidak memiliki waktu banyak, nyawanya berada diambang batas jika ia tidak menjauh dari mobil sekarang.

"Yedam menunggu ku... Tolong aku, Doyoung-ah..."

Ditatapnya wajah Haruto yang sudah berurai air mata bercampur dengan darah yang keluar dari kepalanya.

Tatapan Haruto itu... Penuh dengan harapan. Harapan untuk bisa bertahan hidup demi Yedam tercintanya.

"Maafkan aku, Haruto."

Biarkan Doyoung egois sekarang. Ia kembali merangkak sekuat tenaga, menjauh dari mobil yang mungkin akan meledak dalam hitungan detik saja.

BUUM!

Hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Itu yang Haruto harapkan. Tapi, tidak secepat ini.

...

"Haruto belum sampai juga, Mah?"

Seorang lelaki mungil yang mengenakan setelan jas putih berjalan mendekati sang mamah. Ia baru saja kembali dari kamar mandi setelah membasuh muka.

Dan menenangkan diri.

Ini sudah telat 30 menit dari jam yang ditentukan. Sang calon suami seharusnya sudah tiba— seharusnya acara sudah dimulai.

Tapi yang ditunggu-tunggu itu tak kunjung datang. Padahal gedung pernikahan mereka sudah ramai tamu undangan.

"Belum, Damie.."

Bagaimana Yedam bisa tenang?

"Bukankah seharusnya dia sudah sampai? Jalanan hari ini tidak terlalu ramai.." gumam Yedam sambil terus menatap pintu masuk.

"Haruto pasti baik-baik saja, jangan berpikir yang buruk-buruk, sayang.." Mamah terus berusaha menenangkan sang anak. Penampilan Yedam bahkan sudah berantakan.

"Yedam-ah!"

Sang papah tiba-tiba datang dengan berlari. Mengundang tatapan heran dari Yedam juga mamah, terlebih kala raut papah terlihat sangat panik.

"Haruto kecelakaan! Mobilnya terjun ke jurang karena tertabrak truk yang remnya blong di jalan turunan!"

"Haruto kecelakaan! Mobilnya terjun ke jurang karena tertabrak truk yang remnya blong di jalan turunan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Watanabe Haruto, —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Watanabe Haruto, —

...






how? very weird? so, next or stop here?

painfully; dodamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang