; 05

2K 352 9
                                    

"Bukan tanpa alasan aku membolos, hyung. Tadi pagi aku kesiangan dan saat sampai di sekolah aku tidak boleh masuk karena pagar sudah ditutup oleh pak satpam."

"Sebenarnya ada cara lain untuk masuk ke sekolah tanpa lewat pagar utama— memanjat tembok halaman belakang. Tapi, bagaimana jika ketahuan guru kedisiplinan? Dan aku pasti akan mendapat hukuman dari guru yang mengajar di kelas karena aku telat 30 menit!"

"Jadi, lebih baik aku membolos dan pergi ke sini 'kan?"

Seorang lelaki tampan dengan seragam sekolahnya tengah mengoceh— menjelaskan kepada sang kakak kenapa ia memilih membolos sekolah pagi ini. Yedam— kakak dari si tampan, menggeleng pelan ketika tubuhnya dipeluk erat sampai susah bernapas.

"Aaaaaa aku kangen banget sama, hyung!!" pekik si tampan sebelum melepaskan pelukannya dari tubuh kecil Yedam. Ia hendak mengoceh lagi.

"Hahhh.. Hyung harus tau kalau kelas akhir itu benar-benar sibuk, banyak sekali tugas individu ataupun kelompok. Belum lagi ujian semakin dekat— itu seperti neraka bagiku."

"Aku sampai tidak pernah sempat untuk menjenguk hyung. Jika dihitung-hitung hampir 3 bulan aku tidak ke sini. Astaga!! Aku sibuk mengerjakan tugas, belajar, kerja part time... Dan merawat mama." Suara si tampan semakin mengecil diakhir ucapannya.

"Bersemangat lah, jangan menyerah, Jeongwoo-ya."

Si tampan— Bang Jeongwoo, adik kandung Yedam yang sekarang menduduki bangku di kelas akhir, menatap Yedam yang tampak menyunggingkan senyum kecil untuknya. Lantas, Jeongwoo pun ikut tersenyum— jauh lebih lebar dari sang kakak.

"Tidak akan. Mana mungkin aku menyerah? Aku akan berusaha keras untuk masuk ke universitas yang bagus agar hyung, mama, dan papa bangga padaku." Ucap Jeongwoo dengan percaya dirinya.

Senyum kecil Yedam berangsur hilang, kembali pada raut sayu dan sendunya.

"Maaf."

Lirihan Yedam barusan membuat Jeongwoo terkejut. Ia raih kedua pundak Yedam, menatap sang kakak dengan khawatir.

"Kenapa hyung minta maaf? Hyung tidak punya salah kepada ku.."

"Seharusnya aku yang minta maaf, hyung. Aku jarang ada waktu untukmu, aku terlalu sibuk dengan dunia ku sendiri, hyung pasti kesepian 'kan di sini? Maafkan aku, Yedam hyung."

Jeongwoo menunduk kala merasa tak sanggup lagi menahan tangisnya. Tubuhnya gemetar dan pundaknya naik-turun, Yedam menyadari itu. Tangan Yedam perlahan melingkar pada leher sang adik, mendekapnya begitu hangat & membuat Jeongwoo tenang.

"Jangan menangis, Jeongwoo-ya."

Ruangan itu hening beberapa saat. Tangisan Jeongwoo sudah reda, tapi lelaki itu masih nyaman di dekapan sang kakak.

Ceklek...

Sampai suara pintu yang terbuka mengambil penuh atensi keduanya. Jeongwoo reflek menjauhkan tubuhnya dari Yedam, menoleh ke arah pintu— begitu juga Yedam.

"Ahh.. Annyeonghaseo, Dokter!" Jeongwoo berdiri dari duduknya dan membungkuk hormat kala mengetahui kalau yang masuk ada seorang Dokter.

Sedangkan Doyoung masih berdiri diambang pintu dengan bingung. Tapi ia berusaha tersenyum dan membalas sapaan dari Jeongwoo.

"Annyeonghaseo..." Doyoung menggantungkan ucapannya, Jeongwoo yang peka pun langsung mengenalkan diri "Saya Bang Jeongwoo. Adik kandung Yedam hyung."

Doyoung mengangguk-angguk, lalu mereka berjabat tangan sebentar "Kim Doyoung. Dokter psikiater di sini."

painfully; dodamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang