01

17 2 0
                                    

Tirai putih yang terbuka lebar, dengan pemandangan halaman depan kos-kos an yang ditempati oleh Madharsa, ia yang sedang terdiam sambil memandangi layar ponselnya, ragu ingin menelepon laki-laki yang ia temui dan habiskan waktunya selama di kereta. Madharsa sesekali menyesap kopi dalam cangkir yang sudah hampir dingin itu. Ia mengetuk-ketuk layar ponsel dengan kukunya, lalu akhirnya menekan tombol "call"

Nomor yang anda tuju sedang diluar jangkauan, coba beberapa saat lagi.

Madharsa menghembuskan nafasnya, tanda ia kecewa, hingga senyum laki-laki itu kembali saat nama orang yang tadi di telepon nya menelepon balik. Ia dengan buru-buru merapikan rambutnya, padahal ia akan melakukan sambungan suara bukan video.

"Halo, mas Jigme?" sapa Madharsa, dengan pertanyaan di akhirnya untuk memastikan apakah ia menelfon nomor yang benar.

"Ada yang bisa saya bantu?" balas Jigme, berpura-pura tak mengetahui siapa yang tengah meneleponnnya.

Madharsa tersenyum, "saya mau pesan ayam goreng, mas," ia mengikuti alur permainan Jigme itu dengan berpura-pura sedang memesan ayam goreng dari restoran cepat saji.

"Baik, atas nama siapa?"

"Pemuja rahasia," setelah Madharsa berkata seperti itu, keduanya tertawa, hingga Jigme yang mulai membuka obrolan.

"Jadi, kenapa kamu telepon saya?"

"Anu mas, pengen makan bola-bola nasi yang waktu itu saya makan,"

"Kamu baru makan itu kemarin lho, memangnya tidak bosan?" goda Jigme pada laki-laki di seberang sambungan telfon itu, "atau ada hal lain, makanya kamu telepon saya?"

"Mas berharap begitu?" laki-laki ini dengan tidak tahu malunya malah menggoda balik, yang di hadiahi tawa kecil dari Jigme.

"Mungkin," kali ini Jigme jujur.

Setelahnya mereka mengobrol panjang lebar, mengenai hal-hal random, mulai dari perihal Madharsa yang baru saja membeli perlengkapan kos-kos an, hingga Jigme yang sedang memberi makanan pada kucing jalanan. Suara Jigme terpadu dengan suara laju mobil dan motor, entahlah dia ada dimana, Madharsa tidak berniat bertanya.

Jigme terdengar sedang memanggil penjual susu murni keliling, ia membeli beberapa jenis susu. Yang Madharsa tangkap, mungkin mas nya ini doyan susu murni sehingga membeli segitu banyak.

"Kamu sudah sarapan?" tanya Jigme.

"Belum mas, baru minum kopi," Madharsa menginformasikan bahwa ia belum mengkonsumsi apapun pagi itu.

"Kos-kosan kamu dimana? Saya ingin bawa kamu makan bubur gudeg," ajak Jigme pada laki-laki yang sekarang sedang panik tak karuan, dengan buru-buru ia mengganti bajunya dan menyemprotkan cairan pewangi pada keseluruhan tubuhnya.

Madharsa menarik nafas lagi, sebelum ia mematikan fitur mute di sambungan itu, "sudah saya kirim ke whatsapp mas Jigme," yang ia maksud disini adalah alamat dari kos-kosan nya.

Jigme mengangguk, meskipun anggukan nya tak dapat didengar ataupun dilihat oleh Madharsa. Ia memasuki mobilnya, dengan sambungan suara yang masih menyala, padahal keduanya sama-sama diam, yang Madharsa dengar hanya suara pendingin mobil, suara klakson, dan suara sen mobil. Jigme berkata bahwa ia sudah ada di perempatan gang dekat kos-kos an milik Madharsa, yang entah bagaimana membuat detak jantung laki-laki itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Padahal bukan seperti ini pertemuan mereka yang pertama, atau mungkin Madharsa menganggap itu pertemuan pertama mereka di kota Yogyakarta.

Jigme memutuskan sambungan telepon, setelah memberi kabar bahwa ia sudah didepan rumah yang tak terlalu besar itu, rumah dengan pagar yang diberi spanduk "Tersedia kamar kosong, kos-kosan laki-laki," dengan nomor yang tercantum di bawahnya. Madharsa menarik pintu mobil berwarna hitam milik Jigme, dingin dari dalam mobil yang kontras dengan cerahnya Yogyakarta pagi itu memberi sensasi yang segar bagi kulit Madharsa.

"Selamat pagi, Dharsa." sapa Jigme dengan senyuman pada laki-laki itu, pada Madharsa yang tengah menutup pintu mobil itu.

"Pagi mas."

Jigme menekan tombol untuk menyalakan radio dalam mobil, agar suasana tidak canggung, ia juga memberikan susu murni yang tadi dibeli kepada Madharsa sebagai pengganjal lapar. Madharsa menusuk segel botol susu murni itu dan mulai menyedotnya, Jigme tertawa geli melihat laki-laki itu memegang botolnya dengan kedua tangan.

Mereka berhenti di salah satu kedai gudeg, tempatnya bertenda dengan kursi-kursi merah berbahan plastik, dan meja kayu yang memanjang. Mereka memasuki kedai itu dan memilih kursi untuk ditempati. Mereka duduk berhadap-hadapan karena hanya itu sisa kursi yang tersedia. Jigme tengah memesan dua mangkuk bubur, dengan gudeg, ayam kecap, dan krecek itu.

"Kamu mau minum apa?"

"Es jeruk aja mas," yang di iyakan oleh Jigme, dan segera memesan minuman untuk keduanya.

Kebisingan kedai gudeg yang ramai akan pengunjung menjadi musik bagi orang-orang yang ada didalam nya, termasuk mereka. Jigme mengambil sendok dan garpu, yang tersedia dia kotak alat makan, ia menghapus noda di keduanya meskipun tahu, sudah dicuci bersih, dan memberikannya pada Madharsa. Jika dilihat-lihat mereka seperti kakak yang sedang memelihara adiknya, bukan?

Madharsa tipe orang yang mau makan apapun harus menggunakan sambal, sehingga ia menumpahkan cairan berwarna merah itu pada mangkuknya, yang jelas di geleng-geleng kepala kan oleh orang didepannya. Bagaimana Jigme tidak terkagum-kagum, Madharsa mengambil empat sendok makan sambal dan memakannya dengan tenang, sedangkan mangkok Jigme tak ada sentuhan saus apapun, kecuali kuah dari krecek itu.

"Jadi kamu kuliah atau bekerja?" tanya Jigme pada orang didepan nya.

"Baru masuk kuliah mas, jurusan DKV," Jigme mendengarkannya, dan mengangguk, "kalau mas?"

"Saya anak sastra."

Seorang ibu-ibu datang membawa nampan berisikan dua gelas es jeruk, yang diletakkan didepan keduanya. Madharsa mengaduk es jeruk itu sebelum meneguknya.

"Umur?"

"Maksud kamu, umur saya?"

"Ya"

"Dua puluh satu, kayaknya."

Madharsa tampak berpikir setelah Jigme menyebutkan umurnya, entah apa yang ia pikirkan, yang jelas raut mukanya membingungkan. Setelahnya Madharsa memukul meja dengan kepalan tangannya, yang menarik perhatian seluruh pengunjung kedai itu, jelas Jigme terkejut, bagaimana tidak, laki-laki itu memukul meja sambil menatap matanya.

"Ada apa?" Jigme bertanya, sambil meletakkan sendok berisikan bubur dan gudegnya, yang hendak ia masukkan kedalam mulut.

"Pacaran yuk mas?"

Kanvas & KuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang