Selama di perjalanan, Madharsa yang membisu, dan Jigme yang 'tak tahu harus berbuat apa.
Jigme mengantarkan kekasihnya, sampai depan gerbang kos-kosannya. Dan, masih, Madharsa tidak berkata apa-apa, kecuali terima kasih karena sudah diantar pulang.
Ia, Madharsa, membuka pintu kos-kosannya dan langsung menjatuhkan dirinya di kasur. Ia membuka sepatunya, dan melemparnya ke sembarang arah.
Madharsa menyembunyikan dirinya dalam buntalan selimut berwarna biru tua.
Kondisi kamar yang gelap, pendingin ruangan yang belum dinyalakan atau 'tak berniat dinyalakan.
Badan Madharsa yang tiba-tiba bergetar, dan terdapat suara isak kan dari dalam selimut itu.
Ia menyentuh dadanya, dan menekan nya, isak tangisnya yang 'tak kunjung reda mengakibatkan wajahnya menjadi merah.
Sesi menangis nya Madharsa berjalan sekitar satu setengah jam, dan kemudian ia tertidur, masih dengan baju yang tadi ia kenakan saat jalan bersama Jigme.
Madharsa ingat bagaimana Jigme mengenalkan mantan nya pada dirinya, bagaimana cara Jigme menatap mantan nya, dan bagaimana mantan dari sang kekasih itu terlihat percaya diri.
Madharsa terbangun karena suara motor yang sedang di panaskan oleh tetangganya, sehingga ia memutuskan untuk membersihkan dirinya.
Setelah melepas baju, Madharsa melihat dirinya di cermin wastafel, ia melihat bagaimana punggungnya yang memiliki bentol-bentol merah dan jerawat, lengannya yang 'tak berlemak maupun 'tak berotot. Ia menyentuh rambut ikal nya, dan mengacak nya.
Ia melihat goresan yang ada pada paha dalamnya, goresan dari luka lama yang mengering dan membekas.
Ia menghela napas kesekian kali hari ini, sebelum ia memasuki kamar mandinya dan mulai membersihkan diri.
Pendingin ruangan yang akhirnya dinyalakan, laptop yang menyala 'tak ada niat untuk dimainkan, bungkus makanan pada tempat sampah, dan baju yang berserakan dimana-mana.
Madharsa kembali menyelimuti dirinya hingga seluruh badannya terlapisi oleh selimut. Ia memeluk gulingnya, dan menatap ember di kamar mandi yang tadi ia sengaja kan tidak ditutup pintunya.
Pikirannya yang beterbangan tanpa arah.
Ia mengambil pisau lipat yang ada di bawah bantalnya, dan menatap benda itu. Benda berukuran kecil yang mudah dibawa kemana-mana namun juga tajam.
Ia membuka pisau itu, dan menyentuh ujung dari pisau, kemudian menggoreskan pada jarinya, yang membuat kulit jarinya terbuka dan berdarah, meskipun tak banyak.
Kemudian ia melihat ke arah pergelangan tangannya, dan membuat beberapa goresan disitu.
Madharsa 'tak menangis saat melakukannya, pikirannya yang tak beraturan membuatnya 'tak bisa menangis.
Terakhir kali Madharsa melukai dirinya sendiri saat ia duduk dibangku SMA, dimana dia yang terus-menerus merasa tertekan perihal sekolah, keluarga, dan pertemanan.
Keluarga Madharsa cukup harmonis, namun itu tidak lagi saat ayahnya meninggal dan ibunya memutuskan untuk menikahi orang lain.
Ayah tirinya yang membawa dampak buruk bagi kehidupannya, seperti memaki nya, memperlakukannya secara 'tak adil, dan jadi orang yang merubah perilaku bunda nya.
Belum lagi pertemanan Madharsa yang sangat tidak sehat saat SMA, teman-teman nya akan mengejeknya karena tidak sama seperti mereka, mereka akan jalan-jalan tanpa mengajak dirinya, dan banyak hal tentang Madharsa yang lebih kelam dari itu.
Madharsa meringis saat pisau lipat itu sudah sampai pada pahanya, luka yang mengering tadi ia tumpuk dengan luka baru, kulit Madharsa yang terbuka akibat goresan pisau itu mengeluarkan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanvas & Kuas
Romance[DISCONTINUE] "Saya sedih?" tanyanya pada laki-laki di hadapannya itu. Sang lawan bicara menatap laki-laki itu dan berkata "kamu biru, mas." Cerita yang amat singkat, tentang kamu yang mau mengajariku warna dengan mengutarakan perasaanku, dengan k...