Ada hari dimana mereka berjanji untuk kencan di toko buku, Jigme berencana untuk menjemput Madharsa, seperti biasanya.
Sudah lima belas menit Jigme menunggu di depan kos-kosan Madharsa, ia sudah mengirim pesan pula namun 'tak ada jawaban. Sehingga ia memutuskan untuk menghampiri Madharsa. Ia mengetuk pintu kayu itu beberapa kali, dan tidak ada respon. Jigme pikir Madharsa lagi keluar, sehingga ia memutar balikkan badannya dan berniat menunggu di mobil lagi, ia memberhentikan dirinya saat mendengar suara pintu yang terbuka.
Madharsa membuka celah kecil di pintunya dan mengeluarkan tangannya, menyuruh Jigme untuk masuk kedalam.
Kamar Madharsa redup karena hanya lampu tidur yang dinyalakan, dan baju yang berserakan dimana-mana.
Jigme menyalakan lampu pada kamar Madharsa, dan terkejut saat ia melihat penampilan sang pemilik kamar kos-kosan.
"Dharsa," ucapnya, sehalus mungkin, sebelum ia menarik Madharsa kedalam pelukan nya, "ada apa, hm?" Lanjutnya.
Madharsa hanya menggeleng dan sesenggukan. Ia mencengkeram ujung baju Jigme dengan kuat.
Jigme yang bingung hanya bisa mengelus-elus punggungnya, dan memberikan kecupan-kecupan singkat di dahi Madharsa.
"Aku gak tau mau pakai baju apa," jelas Madharsa, masih sambil sesenggukan, "mas bilang kalau kita mau nge date, jadi aku mau pakai baju bagus."
"Ya tuhan, saya pikir kamu ada apa," Jigme menghembuskan napasnya, dan tetap memeluk Madharsa.
"Saya gak masalah kamu mau pakai apapun, Dharsa."
"Tapi ini date pertama kita, aku mau itu jadi berkesan."
"Selagi kamu mau pergi sama saya, apapun bisa jadi berkesan."
"Tetep aja, aku mau mas terpukau ngeliat aku."
"Akan selalu begitu, Dharsa."
Jigme 'tak berhenti mengelus punggung Madharsa, berusaha meredakan tangisannya.
"Kamu mau saya bantu carikan baju?" Tawar Jigme yang disetujui Madharsa.
Jigme sekarang tengah duduk diatas kasur Madharsa, dan membiarkan Madharsa mengobrak-abrik lemarinya.
Pilihan pertama Madharsa jatuh kepada crewneck berwarna sage green, pilihan kedua sweater rajut berwarna putih.
"Kamu nyamannya pakai yang mana?" Tanya Jigme.
"Aku gak tahu, makanya aku stress," keluh Madharsa, sambil menatap lemari nya.
Jigme berdiri dari duduknya, menghampiri Madharsa. Ia melihat tumpukan baju-baju yang di tata rapih oleh Madharsa. Lalu ia menarik satu baju dari tumpukan itu, baju lengan pendek dengan warna karamel.
"Ini aja, cocok sama saya," ucap Jigme, mensejajarkan baju pilihannya dengan pakaian yang digunakannya.
Jigme menggunakan kaos berwarna hitam dengan satu garis menurun berwarna coklat muda.
Madharsa tersenyum saat Jigme berkata demikian, ia mengangguk kan kepalanya, tanda ia setuju.
Sekali lagi, ia menatap dirinya di cermin dan menghela napas. Jigme yang mendengar suara helaan napas dari sang pacar pun menghampirinya, dan mengelus pundak sang kekasih.
"Yuk?" Jigme meraih tangan Madharsa, dan menggenggam nya, Madharsa hanya mengangguk dan mengikuti arahan Jigme.
Tujuan mereka ke toko buku jadul yang menjual banyak buku-buku lama, dan kaset-kaset berisikan lagu-lagu lama.
Tempatnya di sebuah ruko, dekat kedai mie kocok yang saat ini terlihat antrian memanjang yang memenuhi kedai itu.
Jigme memarkirkan mobilnya di basement sebuah hotel, sedikit nekat tapi Madharsa percaya saja sama Jigme.
Madharsa berjalan dibelakang laki-laki berbadan jangkung itu, 'tak lupa dengan tangan Jigme yang senantiasa menggenggam erat tangannya.
Lonceng yang berbunyi, menandakan mereka—Jigme dan Madharsa, tengah memasuki ruko itu. Sang penjanga ruko adalah seorang laki-laki tua yang sudah memasuki fase kepala enam.
"Ah Jigme, sudah lama tidak mampir," sapa sang Kakek, menepuk pundak Jigme sebagai pengganti jabat tangan.
"Pakde sehat?" Tanya Jigme, sedikit berbasa-basi pada pemilik toko buku itu.
"Puji Tuhan sehat, nak." Jawab si Kakek, yang tadi Jigme panggil Pakde, "mari, mari, duduk dahulu," ajak Pakde kepada mereka berdua.
Toko buku ini, berisikan rak-rak tinggi, meja kasir, dan meja bundar dengan sofa untuk duduk.
"Nduk, kita kedatangan tamu. Tolong buatkan teh ya," perintah Pakde pada orang lain yang nampaknya juga ada disini selain mereka bertiga.
"Nggeh Pakde," sautnya, menerima perintah Pakde.
Jigme duduk bersebelahan dengan Madharsa. Laki-laki yang sedari tadi diam itu, secara tiba-tiba menggenggam tangan Jigme, entah mengapa.
"Ada apa?" Bisik Jigme tepat di telinga sang kekasih, sedangkan ia hanya menggelengkan kepalanya.
Seorang laki-laki dengan tinggi setengah rak buku itu menghampiri meja yang tengah ditempati oleh ketiga orang, 'tak lupa dengan nampan berisikan tiga cangkir dan pot teh bermotif bunga.
Diletakkan cangkir-cangkir dan pot teh itu di hadapan mereka, sebelum ia mendudukan dirinya disamping Pakde.
Laki-laki itu memandang Jigme dengan tatapan terkejut, dan memutuskan tatapan nya saat Jigme melihatnya balik.
"Dega?" Tanya Jigme memastikan apakah orang yang tadi membawakan dirinya teh bernama Dega atau bukan.
"Ya?" Balas nya, memberi tahu Jigme bahwa ia adalah orang yang di maksud.
Kini mereka bertiga; Jigme, Madharsa, Dega, tengah berada di kedai mie kocok dekat toko buku Pakde.
Jigme yang sedang berbincang dengan pelayan di kedai itu, meninggalkan keduanya dalam kecanggungan.
Setelah memesan, Jigme memfokuskan dirinya kepada dua orang disamping, dan di depannya.
"Dharsa, ini Dega. Dega, ini Dharsa," Jigme memperkenalkan keduanya, dan hanya dibalas oleh senyuman kecil dari Madharsa dan Dega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanvas & Kuas
Romance[DISCONTINUE] "Saya sedih?" tanyanya pada laki-laki di hadapannya itu. Sang lawan bicara menatap laki-laki itu dan berkata "kamu biru, mas." Cerita yang amat singkat, tentang kamu yang mau mengajariku warna dengan mengutarakan perasaanku, dengan k...