Setelah ajakan Madharsa tadi; yang ia utarakan kepada Jigme, keduanya hening, lebih tepatnya Jigme yang tidak tahu harus membalas apa. Kini mereka tengah berdiam-diaman di dalam mobil, dengan Jigme yang menyetir, entah akan dibawa kemana Madharsa olehnya. Mobilnya tampak mengarah ke arah basement dari sebuah gedung, Jigme memarkirkan mobilnya dan turun, kemudian membukakan pintu untuk Madharsa. Laki-laki yang masih 'tak tahu ia berada dimana sekarang, mengikuti arahan Jigme. Lift menunjukkan mereka akan menuju ke lantai tiga.
"Mas, kita dimana?" Madharsa bertanya, saat mereka berada didalam lift itu.
"Pameran seni," jawabnya spontan.
Ruangan yang luas bernuansa putih dengan kanvas-kanvas yang tertempel di dinding, menjadi pusat perhatian Madharsa. Di setiap sudut dinding terdiri dari dua kanvas dengan coretan hitam dan putih. Jigme menarik tangan Madharsa dengan pelan, dan membawanya ke sudut dinding, dimana hanya satu lukisan yang terpajang disitu. Lebar kanvas yang hampir memenuhi permukaan dinding, dengan lukisan ombak dan kapal kecil di dalamnya.
"Kamu tau kenapa semua lukisan yang dipamerkan hanya berwarna hitam dan putih?"
"Kenapa mas?"
"Pemilik galeri ini buta warna, sehingga ia mau pengunjung yang datang melihat pandangan yang sama dengan dirinya," jelasnya, sembari menatap lawan bicaranya, "menurut saya, dengan adanya warna atau tidak, 'tak kan merubah apapun, hanya ini berwarna dan itu tidak."
"Lho kan konsepnya, pemilik galeri ingin orang melihat sudut pandangnya."
"Betul, namun bagi saya semuanya tetap hitam dan putih."
Ruangan berisi karya dengan suara-suara manusia yang memantul ke dinding, menjadi sunyi. Mereka berdiam-diaman kembali, kali ini Madharsa yang dibuatnya tidak tahu mau membalas apa. Semua kepemilikan Jigme terlihat masuk akal sekarang, dari mobilnya yang berwarna hitam, pelindung ponselnya berwarna hitam, hingga dompetnya pun berwarna hitam.
Jigme berjalan ke arah lukisan lain, Madharsa bak anak kecil yang sontak mengikuti ibunya kemanapun ia pergi. Kanvas dengan coretan tinta hitam, berbentuk spiral menjadi pusat pandang keduanya.
"Perihal pertanyaan kamu tadi, kamu mau dengar jawaban dari saya?" Jigme mengungkit pertanyaan yang Madharsa lontarkan pada kedai bubur gudeg tadi.
"Mungkin, kalau mas mau menjawab."
Laki-laki berakhiran Nugroho itu berdeham, sebelum ia kembali berbicara. "Saya rasa kita masih punya banyak waktu luang untuk saling mengenal dan tidak terburu-buru," ucapnya dengan lantang, sedangkan Madharsa sedang memainkan jari-jarinya, "tapi saya juga berterima kasih, karena dengan itu saya jadi tahu bagaimana harus bertindak."
"Maksudnya?" ia bertanya, karena pernyataan dari Jigme terasa ambigu.
Jigme hanya tersenyum sambil melihat ke arahnya, dan mengacak surai hitam milik Madharsa. Dengan tak disadari, telinga milik Madharsa sudah seperti udang yang direbus, merah. Jigme berjalanan ke arah lift yang tadi mereka naiki saat hendak memasuki pameran seni itu.
"Saya ada kelas setelah ini, kamu mau saya antar pulang?"
"Kalau antar saya ke kampus aja gimana mas? Dua jam lagi saya ada kelas juga."
"Boleh."
Selama di mobil, Madharsa tak bisa memberhentikan senyumannya, ia yang dibuat gila oleh laki-laki berusia dua puluh satu tahun itu, sedangkan sang pelaku hanya terkekeh melihat orang yang duduk di kursi penumpang.
Mobil hitam milik Jigme berhenti pada suatu gedung besar, ia memilih tempat untuk memarkirkan mobilnya. Madharsa membuka pintu mobil, dan mengeluarkan satu kakinya, bersiap untuk turun.
"Bareng saya aja." Kata Jigme, menahan pergelangan tangan Madharsa, sedangkan laki-laki itu hanya mengangguk, terlalu bahagia.
Jigme mengantarkannya ke gedung DKV, lagi, ia mengusap kepalanya saat Madharsa hendak memasuki kelas.
"Siapa tuh?" Tanya teman Madharsa.
"Kepo, hehe," ia tertawa geli saat tahu ia terciduk oleh temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanvas & Kuas
Romance[DISCONTINUE] "Saya sedih?" tanyanya pada laki-laki di hadapannya itu. Sang lawan bicara menatap laki-laki itu dan berkata "kamu biru, mas." Cerita yang amat singkat, tentang kamu yang mau mengajariku warna dengan mengutarakan perasaanku, dengan k...