BAB 3

16.3K 1.5K 26
                                    


"Tertarik karena kecantikan di pandangan pertama? Wajar!"

Kata Adrian.

Adrian

Aku baru saja mendudukkan tubuhku di ruang istirahat dokter selesai visit ke ruangan tadi. Aku melihat jam tanganku, pukul 14.00. Setiap selasa dan kamis pagi aku memang punya jadwal praktek di poliklinik RS Dharma Husada, dan mulai siang aku biasanya visit ke ruangan atau melakukan operasi jika ada jadwal. Selasa ini aku hanya punya satu jadwal operasi jam 4 sore nanti. Sambil menunggu, biasanya aku hanya bersantai di ruang istirahat atau ke kantin.

Di rumah sakit ini, ruang istirahat dokter cukup luas. Saat membuka pintu ada ruangan luas yang di tengahnya terdapat meja besar serta kursi, loker di sebelah kanan dan kirinya juga kitchen set mini dan kulkas di sisi lainnya. Di balik loker-loker itu ada kamar mandi yang cukup luas juga. Kemudian di depan ruangan luas tadi ada ruang tidur sebelah kanan dan kiri, dipisah untuk dokter pria dan wanita, yang berisi sofa cukup besar dan beberapa tempat tidur yang tertutup tirai. Sangat layak untuk istirahat menurutku.

Sore ini ruang istirahat dokter cukup sepi, di tempat pria bahkan hanya aku saja. Well, memang tidak semua dokter perlu istirahat. Biasanya yang berkunjung ke sini hanya dokter jaga yang kerja shift atau dokter yang menunggu jadwal sepertiku ini. Dokter lain yang hanya praktek di poliklinik biasanya akan langsung pulang setelah selesai.

Karna tidak merasa mengantuk, aku menghubungi Farhan. Aku sudah bilang bukan bahwa aku dan Farhan cukup dekat karna kami satu rumah sakit saat dia koas dan aku residen. Walaupun beda jurusan, kami menjadi dekat setelah sering bertemu di IGD saat dia sedang stase di rumah sakit yang sama. Dia anak yang menyenangkan, banyak belajar, dan bisa mengimbangi obrolanku. Jika sedang libur, kami kadang menghabiskan waktu untuk olah raga bersama di gym atau berenang.

"Dimana, Han?"

"IGD, Mas. Bentar lagi beres, nunggu Ayu datang. Kenapa?"

"Kantin, yuk!"

"Oke, nyusul."

Aku sedang membereskan barangku bersiap menuju kantin saat tiba-tiba handphone-ku berdering menunjukkan "ER Dharma" di layarnya. Sepertinya aku akan batal ke kantin. Segera aku geser tombol hijau untuk menerima. Hana, salah satu perawat IGD, mengabarkan ada pasien yang perlu konsul Bedah Mulut. Aku segera melangkahkan kaki ke IGD setelah menutup telepon.

Aku sampai di IGD dan langsung menuju ruang khusus bedah mulut dengan pasien yang sudah duduk di dental chair. Sudah ada Farhan di sana yang masih memeriksa pasien. Aku menepuk pundaknya pelan.

"Siang, Dok. Pasien atas nama Bima, 30 tahun, KLL, compos mentis, tanda vital baik, laceration of lip, avulsi 2 gigi anterior, sepertinya ada fraktur maksila, masih nunggu hasil panoramic." Farhan menjelaskan dengan singkat temuannya sambil memberikan catatan medis pasien kepadaku.

"Siang, Pak Bima, saya dokter gigi Adrian spesialis bedah mulut. Saya ijin periksa dulu ya." Aku mendekati pasien dan memeriksa sekitar wajah dan rongga mulutnya setelah memakai masker dan sarung tangan. Aku melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan ada atau tidaknya tulang yang patah. "Kemungkinan ada tulang rahang bagian depan atas yang patah, kita masih tunggu hasil foto rontgen-nya. Ada dua gigi depan yang lepas dan hilang juga ada robekan di bibir, Pak, saya ijin tangani ya." Jelasku pada pasien setelah selesai memeriksa.

Hana dengan sigap menyiapkan peralatan untuk tindakan yang akan aku lakukan setelah mendapat persetujuan dari pasien dan keluarganya.

"Batal ketemu kantin malah nongkrong di sini." Kekeh Farhan sambil berbisik, kutanggapi dengan anggukan.

Prognosa: Ad BonamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang