X

865 121 16
                                    

Copyright : Moonlight-1222

Teruntuk readers yang masih terus mendukung sampai saat ini, terima kasih banyak.
Silahkan follow Moon dan baca cerita yang lain juga. Makasih :)

#Rajin-rajinlah votes & komens ya :)

.

.

.

Haruskah ini disebut sebagai kebuntungan dalam keberuntungan? Kehadiran keluarga kekaisaran Perancis memang sudah sepenuhnya mengalihkan sang Ratu dari Rosetta. Tapi itu tetap tidak bisa menutupi bahwa semua yang sudah dilakukannya hari ini menjadi sia-sia! Berdandan dengan begitu sengit dari pukul lima pagi. Kelaparan dan rasa haus yang harus diredam. Harus menahan diri untuk tidak mengutuk korset yang terus ditarik dan dikencangkan, tapi harus dibayar dengan surat dari sang Ratu yang berisi pembatalan jadwal.

Rosetta refleks mengacaukan tatanan rambutnya setelah Lea selesai membaca. Seharusnya pemberitahuan itu datang lebih cepat. Bukan dua puluh menit dari perjanjian. Demi Tuhan, ia sudah bertahan selama empat jam dalam kepengapan. Bahkan meski enggan, ia tetap tidak berhenti berlatih dan menghapal semua yang dipelajarinya selama penantian. Meski tidak terlalu sempurna, setidaknya Rosetta tidak ingin dinilai sebagai perempuan desa yang sulit belajar.

Tidak. Sebenarnya Rosetta tidak terlalu mempermasalahkan janji yang dibatalkan sang Ratu. Iya, itu bukan alasan pasti dari rasa sakit yang semakin menggumpal di dadanya. Bersandar pada kepala ranjang sambil berpejam. Berusaha menahan semua keinginan terkutuk dalam sanubarinya. Sampai sentuhan lembut yang terasa pada kakinya seolah mengguyur uap panas di kepalanya. Louis sedang memijat tumit kakinya tanpa keengganan sama sekali.

"Di mana aku bisa menemukan pria sepertimu," cetusnya tanpa sadar.

Tatapan keduanya bertemu.

"Apa maksudmu, Rose?"

"Terima kasih karena sudah memilihku." Disentuhnya rambut Louis dan mengusapnya lembut. "Aku bahagia karena kau tetap berusaha untuk berdiri di sampingku. Aku bersungguh-sungguh."

"Rose..." Louis kehilangan keberanian untuk membujuk Rosetta ataupun mencari pembenaran atas sikap sepihak dari ibunya. Tatapan isterinya penuh dengan kekecewaan.

Rosetta benar-benar meradang karena ibu mertuanya lebih memilih menemani Puteri Nicoletta dibanding melihat perkembangan etiketnya. Bahkan surat singkat yang sengaja datang sangat terlambat itu seolah menegaskan bahwa kehadiran Rosetta tidak berguna sama sekali. Ya. Apalah dirinya ini bila disandingkan dengan seorang Puteri. Tidak ada nilai berharganya sama sekali.

"Apa kau akan pergi ke istana hari ini?"

"Tidak." Louis menggenggam kedua tangan Rosetta, menariknya dekat ke dada, dan menatapnya penuh kesungguhan. "Aku akan selalu memberitahumu setiap kali hendak berkunjung ke istana."

Rosetta memutus kontak saat matanya mulai berkaca-kaca. Tidak pernah terbayangkan bahwa sejak dari awal, kehidupan pernikahan yang begitu diimpikannya ternyata berdiri di atas kaca yang tipis. Rosetta meragukan adanya kekuatan cinta karena kisah manis dalam sejarah terkadang mampu berakhir kelam. Seandainya..., Seandainya saja aku menyerah... "Melepaskanmu dan mengembalikanmu pada keluargamu---" Ah! Rosetta lagi-lagi kelepasan.

Lantas, Louis menatapnya sengit. "Apa maksudmu, Rose? Mengembalikanmu? Mengembalikanmu pada ayahmu? Berapa kali aku harus meyakinkanmu bahwa kita tidak akan pernah bercerai. Berhentilah membahas hal seperti ini, Rose." Tapi itu bukan nada tinggi, melainkan penuh pengharapan akan pengertian.

The Prince's Wife [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang