Matahari sudah menyembunyikan dirinya ketika Kayana keluar dari ruang rapat. Tidak lagi ada mahasiswa yang berlalu lalang, hanya tersisa dirinya yang baru saja menyelesaikan tugas penting dari Pak Wishnu.
Kayana merapatkan jaket jeans berwarna hitam yang dia kenakan. Angin malam cukup membuat tubuhnya kedinginan. Belum lagi rasa ngeri yang tercipta karena lorong panjang gedung FEB terlihat begitu gelap.
Butuh sekitar lima menit untuk melalui lorong panjang itu, belum lagi perjalanan keluar hingga mencapai area parkir. Setidaknya, Kayana masih harus berjalan selama hampir sepuluh menit untuk sampai ke mobilnya. Tentu saja, seorang diri.
Kayana merutuki dirinya sendiri yang mengizinkan Iren- rekan di organisasinya- untuk pulang lebih dulu. Tapi apa boleh buat, menyesali hal itu tidak akan membuat dirinya lebih cepat sampai ke mobil. Jadi dia memutuskan untuk menyambungkan headset ke ponselnya dan memakainya di telinga. Memutar sebuah lagu dan berharap bahwa itu akan cukup untuk mengusir rasa takutnya.
"Oke, tenang, gak ada apa-apa." bisik Kayana pada dirinya sendiri.
Tiga menit pertama dia lalui dengan baik, tidak ada gangguan apapun yang dia rasakan. Kampus ini masih cukup aman ternyata, Kayana berbisik dalam hatinya. Namun tepat setelah dia bernapas lega, sesosok manusia yang sedang duduk dan menyembunyikan wajah di lipatan tangannya yang dia letakkan di atas meja membuat Kayana kaget setengah mati.
"Aaaaaaaaa." teriaknya ketakutan, Kayana bahkan beringsut mundur beberapa langkah.
Sesosok manusia yang merasa terganggu dengan teriakan itu menegakkan punggung, menggosok matanya lalu bergumam pelan, "Astaga, udah malem ternyata. Lama amat sih, Kak, di dalem."
"Raechan......." Kayana berucap tak percaya, "Lo ngapain di sini?" tanyanya masih tak habis pikir.
Karena sungguh, Kayana benar-benar tidak mengerti kenapa laki-laki itu masih berada di kampus bahkan ketika lampu gedung sudah sepenuhnya dimatikan. Ketiduran? Atau kenapa?
"Udah beres, kan, Kak? Yuk pulang." Bukannya menjawab, Raechan justru membahas hal lain. Dia menggendong tas punggungnya lalu berjalan mendahului Kayana.
"Heh! Gue tanya! Lo ngapain di sini?" Kayana terburu-buru menjajarkan langkahnya dengan Raechan, masih merasa takut akan lorong gelap yang belum juga terlihat ujungnya.
"Nungguin Kak Kayana beres, tadi saya liat Pak Wishnu sama Kak Iren keluar duluan dari ruang rapat, jadi saya yakin Kak Kayana ngelembur sendirian lagi. Jadi saya tungguin."
"Lagi?" tanya Kayana penasaran, "Emang lo tau gue sering lembur sendirian?"
Raechan terkekeh pelan sambil merapihkan rambutnya yang acak-acakan, "Tau lah, yang mau lembur kan Kak Kayana doang."
Kayana melirik laki-laki yang berjalan gontai di sebelahnya itu. Merasa sedikit lega karena ada seseorang yang memperhatikan kegiatannya di kampus seperti ini. Apa lagi, Raechan menunggunya sampai selarut ini. Tapi tetap saja, itu tidak cukup untuk menghapus sikap menyebalkan yang Raechan tunjukkan kemarin malam, saat tiba-tiba dia datang ke rumahnya.
"Gue bawa mobil, jadi lo gak usah anter gue pulang." ucap Kayana saat akhirnya mereka tiba di area parkir.
"Tapi saya gak bilang mau anter Kak Kayana pulang deh kayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAGOM
Chick-LitKedewasaan tidak pernah bergantung pada usia. Kayana Aburima Gati telah membuktikannya ketika menerima pinangan dari salah satu juniornya, Raechan Leenandar. Mereka berdua mengarungi bahtera rumah tangga sekaligus kehidupan dunia perkuliahan yang cu...