We chatted under the pretty starlight
***
Malam di Kanada selalu bisa ngebuat Echa kagum. Di antara deretan pohon maple, cahaya bulan menyembul malu-malu, nemenin perjalanannya pulang dari toko buah di ujung jalan.
Apartemen yang dia dan Mark tempati selama berada di negeri pecahan es ini bukan apartemen yang besar-besar amat, cukuplah buat pengantin baru kayak mereka yang masih punya jiwa bebas.
"Dapat?"
Echa ngangguk pelan, ngulurin kantong berisi beberapa kotak buah yang sempat ia beli tadi.
Suaminya tersenyum kecil pas ngeliat buat favoritnya di sana.
"Makasih ay."
"Sama-sama."
Jika ada satu hal yang Echa paling suka dari apartemen ini adalah kamar mereka yang jendelanya menghadap tepat ke luar. Dimana langit malam terlihat jauh lebih menakjubkan dengan taburan titik-titik keperakan yang mengerlip lucu di atas sana.
Saat musim panas kayak gini, benda langit emang keliatan lebih terang dari biasanya, tirai jendela dibiarin terbuka, Echa melompat naik ke kasur, memeluk boneka beruang hadiah dari mesin pencapit, disusul suaminya yang nyimpan piring buahnya di nakas.
"Cantik banget langitnya."
"Iya, bersih kan udaranya jadi bintangnya keliatan jelas."
"Hooh, beda banget sama di jakarta."
"Langit jakarta kan kotor."
Echa ngangguk kecil, di tahun 2019 aja, ibukota negara kelahirannya itu masuk jadi urutan teratas kota dengan polusi terburuk di dunia.
"Ay."
"Hm?"
"You happy?"
Dahi Echa mengerut saat denger suaminya nanya. Bukan sekali dua kali Mark nanya gini. Tapi, udah berkali-kali. Echa kayak udah males banget jawabnya.
"Happy banget."
"Kamu nggak apa-apa jauh dari mami?"
Wanita itu mengedikkan bahu. "Kata mami, anak perempuan kalo udah nikah baktinya pindah ke suami, beda sama anak laki-laki. Jadi, yaudah gapapa. Lagian enak juga sih tinggal di luar negeri, ada suasana baru."
"Maaf ya?"
"Ngapain minta maaf siiiih!?" serunya pelan, nyubit pipi Mark yang mengembung karena potongan apel yang ia kunyah.
"Karena ngelamar kamu padahal belum mapan. Jadi gini deh."
"Gini gimana? Aku bahagia sama kamu di sini, by. Nethink mulu sih kamu."
"Nggak nethink ay," ucap Mark gemas, tangannya narik kepala Echa ke dada, dikecupnya pucuk kepala wanita itu dengan sayang, "Aku kan pengen ngasih kamu yang terbaik. Tapi, malah gini."
"Ya gapapa, kamu abis wisuda S2 ini pasti bisa punya karier yang bagus, aku percaya kamu."
"Aamiin, makasih ay doanya."
"Hooh, sama-sama. Soalnya, kata mami di belakang lelaki sukses ada wanita yang nggak kalah sukses, aku mau jadi kayak gitu."
Namun Mark menggeleng pelan, "Bukan di belakang, ay. Tapi, di samping. Kamu pendamping aku, bukan mentor yang selalu ngawasin dari belakang."
"Ih, tumbenan amat romantis?"
"Emang itu romantis?"
"Menurut aku, itu udah romantis banget buat ukuran Mark Jayden yang biasanya kaku."
Mark tersenyum kecil, mengelus pelan kening Echa dan melabuhkan kecupan kecil di sana.
"Aku sayang kamu, sayang banget."
"Iyalah, kalo nggak sayang nggak mungkin kamu nikahin."
Mark merotasikan bola mata. Istrinya ini bener-bener ya!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
love is
Fanfictioncinta itu ... sederhana. [GS] [MARKHYUCK] terinspirasi dari ilustrasi karya mbak Puuung.