"Em... seandainya kau berani jujur apakah yang akan kau peluk adalah Karam bukan aku? Seandainya aku tidak membantumu apakah dia akan selalu memainkan musik yang indah untukku?"
YunJae, Rate campur-campur. B
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hujan selalu mengingatkan Jaejoong pada hal-hal melankolis yang dialaminya. Dicampakan kekasihnya misalnya, atau ketika dirinya mendapati kekasihnya sedang bercumbu dengan saudaranya sendiri. Ah! Jangan lupakan hari pernikahan saudara dan mantan kekasihnya yang diselenggarakan pada saat hujan turun.
Menatap hujan yang menggempur bumi melalui jendela kaca, Jaejoong menyesap kopinya sembari menikmati aroma khas yang dibawa oleh hujan, aroma yang mengingatkan Jaejoong pada tanah dan rerumputan yang basah.
Mengambil pulpen dan mulai menulis lirik diselembar kertas kumal yang tidak sengaja ia temukan di bawah meja. Jaejoong mencurahkan hati dan pikirannya. Ia tidak pernah main-main dan selalu total dalam mengerjakan sesuatu hal.
Tentang hujan...
Tentang cinta...
Tentang perpisahan...
Tentang penghianatan...
Juga, tentang awal dan kebahagiaan.
"Boo, Hyunno menangis..."
Jaejoong tersenyum, meletakkan pulpennya dan berjalan pergi meninggalkan sepasang meja dan kursi, sepi sendiri. Menghampiri balita kecil dalam gendongan sang ayah.
Hujan selalu membawa banyak makna bagi Jaejoong.
Pada hari hujan pula ia berjumpa suaminya, putranya pun lahir ketika hujan turun dengan sangat deras.
Hari hujan kali ini Jaejoong tidak sendiri. Ada Yunho dan putra kecil mereka, Hyunno yang menemaninya...
