2

9 2 0
                                    

.

.

.

Happy reading

Genta berdehem mendekat kan kepalanya pada gadis di hadapan nya kemudian mengajukan pertanyaan " pintar ya? menurut mu seni itu apa?" Genta menegakkan kembali tubuhnya. Mengambil kacamatanya di saku kemudian memakainya.

"Seni itu kamu" Genta terkejut atas jawaban yang di Utarakannya.

"Bagaimana pak? Benar?"

.

.

.

"Bocah sialan" Genta menggerutu di dalam ruangannya sementara joonhy masih tertawa mendengar ceritanya.

Sial bahkan joonhy sampai menitihkan air mata akibat ketawa yang tak kunjung berhenti, hai dude siapa yang tidak tertawa jika seorang laki laki dewasa berumur 26 tahun kalah dengan gadis berumur 17 tahun?

Oh ayolah Genta semakin menggretakkan giginya, kesal akibat ulah si gadis manis yang membuatnya kepalang malu dan kesal akibat ketawa joonhy yang tak kunjung berhenti.

"Bisa diam tidak?" Genta menatap nyalang pria yang tengah tertawa itu dengan tidak suka.

"Jangan marah bayi iblis, tidak baik marah pada pengasuh mu sendiri" Joonhy kembali tergelak, omongannya mampu menggelitik dirinya sendiri.

"Mengaku jadi babu rupanya" genta memberi smirknya, memandang remeh joonhy yang akhirnya berhenti tertawa karna merasa salah dalam ucapannya.

"Diamlah, sekarang apa yang mau kau lakukan?" joonhy sedikit memainkan rambutnya, meski umurnya sudah 32 tahun dia masih tetap dengan karisma dan wajah tegasnya.

Genta terdiam, berfikir apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Buntu

Tidak ada rencana di kepalanya

Tiba tiba Genta berdiri untuk mendekati meja namjoon, tangan kirinya bertumpu pada meja untuk menahan berat badannya.

"Ini jam istirahat bukan?" Pertanyaan retorik muncul dari belah bibir Genta.

"Jika sudah tau berhenti bertanya" joonhy berdiri membuat Genta reflek menegakkan tubuhnya.

"Hey mau kemana?" Genta bertanya heran, harusnya joonhy yang bertanya dia mau kemana tapi ini malah dia yang bertanya.

"Menjemput istri kesayangan ku" Joonhy segera menghilang di balik pintu meninggalkan Genta dengan beberapa berkas yang harus di selesaikan. Bukan berkas tentang sekolah tapi berkas rahasia, setidaknya begitu kata ayahnya.

.

.

"Menjauhlah dari ku guru bajingan" Stella berucap sarkas, sejak tadi ia menahan emosinya mati Matian tapi guru sialan itu terus saja mengikuti nya.

"Manis, tapi sayang sekali judes" Genta kembali menyunggingkan senyum miringnya, membuat Stella merasa semakin muak dengan semua bualan yang ada.

Fake TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang