.
.
.
Happy reading
"Aku baru saja pindah, rumah ku tak jauh dari sini" Genta berujar dengan pasti, apa salahnya mengajak teman baru main ke rumah barunya.
"Jadi?" Stella mengangkat sebelah alisnya, sebenarnya apa yang di inginkan gurunya? Stella menatap lekat pria yang lebih tua di depannya mencari jawaban.
"Ayoo mampir, menginap juga boleh"
.
.
.
Jalanan malam kini begitu lenggang, mereka berjalan beriringan dengan Canggung. Sebenarnya Stella berani pulang sendiri tapi ia takut mengecewakan gurunya ini. Tadi saat mereka makan mie gurunya sudah mengajaknya untuk berkunjung, ya memang dasarnya Stella ini ga enakan jadilah ia menyanggupi permintaan gurunya.
Mereka sampai di salah satu gang sempit, tempatnya tidak terlalu kumuh tapi gelap sangat mendominasi disana.
"Bapak yakin ini jalan ke rumah bapak?" Stella bertanya dengan hati-hati takut menyinggung pria di hadapannya. Tangannya ia gosok gosokan pelan kemudian ia masukkan ke dalam saku jaket milik Genta yang tetap setia ia pakai.
"Dingin ya?" Genta berhenti membuat Stella ikut berhenti berjalan. Dengan cepat Genta gosokkan kedua tangannya kemudian menangkup wajah gadis di depannya.
Stella terpaku, desir panas mengalir di daerah wajahnya. Stella segera menepis tangan gurunya yang seenaknya memegang wajahnya. Stella berpaling muka sementara Genta tertawa lepas di sampingnya.
"Wajahmu merah, lucu sekali" Genta berucap sambil tertawa, lucu saja melihat gadis di depannya tengah tersipu dengan wajah yang memerah, gemas sekali.
Pipinya yang sedikit berisi dengan mata sipit yang membulat dan hidung kecil itu membuat Genta terpukau. Semu merah yang menjalar di pipi gadis tersebut menambahkan kesan manis yang semakin mendominasi.
"Kenapa liatnya gitu? Bapak mau ketawain jerawat saya ya?" Stella bertanya sembari menyipitkan matanya, memberi gambaran bahwa dia sedang menatap curiga. Genta mengangkat sebelah alisnya kemudian tertawa kembali.
"Kamu cantik sekali, aku sampai tidak sadar dengan jerawat di dahi mu" mata Genta kembali menelisik wajah gadis di depannya, benar saja satu jerawat merah tepat berada di dahi gadis itu namun tidak menghilangkan aura manis yang menguar dari gadis berambut hitam sebahu didepannya.
"Dasar buaya darat, sudah tua masih saja menggoda" Stella mendengus namun dalam hati tertawa - aneh, aku terus-menerus terjebak di posisi bersamanya - dalam batin Stella berucap kemudian mereka kembali berjalan beriringan.
Makin lama langkah Genta makin menjauh di depan, sementara Stella menyeret kakinya malas. Kalau sudah malam begini rasanya ia ingin rebahan di tanah.
"Bapak masih jauh ya? Saya gak sanggup lagi jalan" Stella menunduk, menyentuh lututnya yang rasanya ngilu - katanya gak jauh tapi setelah 5 menit berjalan belum juga sampai tuh - Stella lagi-lagi mendesah lesu. Kakinya benar benar lelah. Tau tadi dia langsung pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Teacher
RomanceTidak ada yang bisa menebak takdir, Berawal dari misi seorang seniman yang harus menjalani kehidupan seorang guru membuatnya menemukan hal-hal baru, termasuk cintanya. Namun apakah dia benar-benar bisa mendapatkan cintanya? Penasaran kelanjutan nya...