Promise; Chapter 1

40 4 0
                                    

Hembusan angin malam yang begitu dingin membuat situasi terasa mencengkam. Kenyataan ini memang pahit, Elder harus menerima jika kekasihnya itu benar-benar pergi meninggalkannya.

"Mulai sekarang hubungan kita sudah berakhir!" ucap Peony, suaranya terdengar bergetar. Ia sama sekali tak sanggup menatap Elder, lalu meninggalkannya begitu saja.

Elder yang saat itu masih terduduk di sebuah bangku taman, hanya bisa terdiam. Namun, Ia tak kuasa menahan kesedihan yang begitu mendalam, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Air mata mengalir melewati pipinya, dan satu-persatu butiran air mata kesedihan menetes jatuh pada rumput di taman.

Dirinya menatap langit malam, ia menghapus air mata yang membasahi pipinya. Warna gelap yang terhampar dilangit sangatlah menawan dengan taburan pemanis kerlip bintang, seakan menghibur dirinya dan membuat Elder tersenyum kembali. Di situlah mulai muncul titik terang, bahwa ia tak boleh bersedih berlarut-larut.

PLTAKK...

Entah siapa yang melemparnya, tiba-tiba saja sebuah gelas kopi plastik tepat mengenai kepala Elder.
"Hey, siapa yang melempar ini?!" teriak Elder merasa geram.
"..."

Kriikkk...

Hening, tak ada satu pun orang yang menjawabnya. Ia pun memungutnya, desain gelas kopi tersebut cukup membuat Elder tertarik pada pandangan pertama. Tertera dalam kemasan tersebut, alamat sebuah Kedai kopi yang ternyata tidak begitu jauh dari arah sana.

"Mungkin dengan satu cangkir kopi, aku akan merasa lebih baik?!" ujar dirinya lekas meninggalkan tempat tersebut.

*
*
*

Dari kejauhan pancaran sinar lampu sorot nampak aestetik menerpa sebuah kedai kopi sederhana, benar-benar terlihat indah.

Seorang pria bertubuh semampai memasuki kedai kopi tersebut, sesekali jemari lentiknya membenarkan posisi topi hitam andalannya. Dengan hanya mengenakan kaos oblong warna putih, juga celana sontok dan sepatu kest saja, visualnya sudah tak diragukan lagi. Bagaikan bak seorang model cover majalah.

Sesampainya di dalam, suasana yang damai dan tentram seakan menyambut dirinya. Saat ini tak terlalu ramai pelanggan yang datang. Terlihat ada beberapa pelanggan, dan dua sejoli yang sedang bermalam disana, mereka nampak nyaman duduk di kursi paling pojok dan menikmati suasana.

Aroma ruangan begitu khas, dengan nuansa latar klasik. Layaknya seperti pameran barang-barang kuno, banyak sekali pajangan aksesoris di sana, ditemani pula beberapa lukisan abstrak.

Seorang Gadis cantik berambut pirang menyambut kedatangan pria tersebut dengan ramah tamah.

"Selamat malam di Coffe Sky, apa yang ingin anda pesan?" sapanya sembari salam dari hati, ia meletakkan telapak tangan kanan di dada kiri, kemudian membungkuk pada Pria tersebut.

"Selamat malam. Saya ingin satu Iced Americano, ukuran sedang, untuk di sini." pintanya sambil mengacungkan telunjuk kanannya.

"Apakah Anda juga ingin membeli kudapan? Kami punya sandwich, donat, dan roti lapis seperti yang bisa dilihat di daftar menu," lanjutnya menawarkan.

Elder terdiam sejenak, ia merasa tidak asing mendengar suara gadis itu ... Suara seorang gadis yang ia kenal lima tahun yang lalu.

"Ehem" mendadak suara batuk palsu gadis itu berhasil membuyarkan pikiran Elder.

"Oh ya, tidak terima kasih" jawab Elder, Ia terlihat gelagapan di depan gadis itu.
Saat menunggu pesanan, dalam benak Elder masih terngiang-ngiang akan gadis kasir yang melayaninya tadi.

Beberapa pertanyaan bermunculan di benaknya, hingga membuat sebuah kerutan di dahinya.

Setelah cukup lama menunggu, akhir pesananpun tiba. Elder bersyukur, ternyata masih orang yang sama yang mengantar pesanannya itu.

A Story [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang