Promise; Chapter 4

10 1 0
                                    

Angan-angannya terbelenggu sudah segalanya tentang Ivy. Di dalam sebuah mobil, Rue mengemudi dengan kecepatan penuh. Perasaannya begitu gundah gulana, ia benar-benar gelisah.

Dirinya putus asa dan tak tau harus bagaimana, karena semua telah berakhir sudah. Kisahnya bersama Ivy, seketika menjadi abu. Ia tak berdaya, satu-satunya orang yang ia miliki pun memilih pergi meninggalkannya.

Mimpinya untuk menikahi Ivy musnah begitu saja, kini tak ada satupun orang yang mempedulikannya. Dia benar-benar sendirian, frustasi yang begitu mendalam. Kecewa harapannya tak sesuai dengan realita, tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Seandainya waktu yang sudah berlalu bisa diputar kembali, Rue akan memperbaiki semua kesalahannya. Tak ada gunanya menyesal dikemudian hari, karena semua sudah terlambat.

Ingatan masa kelam menyembul di dalam pikirannya. Beberapa potongan cuplikan masa lalu teringat kembali.

Sebuah kisah kelam, dunia hitam menyelimuti Rue. Lembah yang gelap gulita lekas menenggelamkan dirinya, yang tak lain bergabung bersama para laki-laki bayaran yang menemani wanita sebagai kekasih.

Dengan perawakan wajah pria dewasa yang begitu rupawan, Rue berhasil membuat sebagian besar wanita jatuh hati padanya. Meski begitu, Rue tak pernah jatuh hati pada siapapun. Terutama pada para wanita yang sudah membayarnya. Dia hanya melakukan itu tidak dengan perasaan, tapi hanya karena sudah tugas pekerjaannya.

Rue terlahir sebagai seseorang yang tak bisa merasakan apa-apa, hidupnya begitu hampa tanpa ekspresi. Maka tak aneh jika Violet menyebut dirinya sebagai manusia patung Ice.

Saat pertama kali melihat Ivy, Rue tak mengerti ia merasakan getaran yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ivy adalah orang pertama yang berhasil mencairkan sikap dingin Rue yang setara derajatnya dengan kutub Utara. Hanya bersama Ivy, Rue bisa bersikap manis dan hangat. Setelah sekian lama ia baru menemukan kebahagiaan kembali, dan Rue memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Ivy.

Namun ia sadar, jika ia jujur tentang kenyataan yang ada, tentunya Ivy pasti menjauhi dirinya. Rue tak mau hal itu terjadi, berdusta adalah jalan lain yang ia pilih. Ia tau itu tidak benar, namun setidaknya seumur hidupnya ia ingin mencintai seseorang dengan hati yang sesungguhnya.

Yang Rue inginkan ialah mencintai seseorang dengan perasaan yang tulus dari lubuk hatinya, bukan dengan hanya sebuah hasrat atau nafsu belaka.

Ia tak mau Ivy kecewa karenanya, maka ia akan berhenti dari pekerjaannya itu. Namun ia terlambat, ternyata Ivy sudah mengetahuinya terlebih dahulu.

Temannya bernama Leo memergoki Ivy sedang menguntit Rue, Leo sekaligus senior Rue membiarkan hal itu terjadi. Karena ia tak suka jika Rue dekat dengan Ivy.

Maka Leo memotret Ivy, sebagai tanda bukti untuk mengadukannya pada Rue.
Rue sangat tidak mengira jika hal ini akan terjadi, cepat atau lambat Ivy pasti akan meninggalkan dirinya.

"Sudah kuperigatkan, jika kau jangan pernah bermain-main dengan perasaan. Sebaiknya kau akhiri hubungan itu, aku tak mau pelanggan kita kecewa dengan kinerjamu yang kurang memuaskan akhir-akhir ini!" celetuk Leo sembari pergi setelah memberikan beberapa potret bukti pada Rue.

Hatinya sangat terpukul, ia tak berdaya. Jika sudah begini apa yang harus ia lakukan? Semesta seakan tak mengijinkan dirinya bahagia tuk waktu yang lebih lama.

Walaupun ia tahu jika dirinya hanya sebuah pelarian semata, namun Rue tetap mencintai Ivy. Rue pun tau jika Ivy sama sekali tidak mencintainya, ia hanya berpura-pura.

Dan Rue masih ingat saat Ivy berkata jujur pada Violet, "Sejujurnya aku tidak yakin padanya, bahkan aku tidak mencintainya. Aku hanya kasihan terhadapnya, dia membutuhkan diriku. Dan aku harus menemaninya, sampai aku bisa belajar untuk mencintainya ... " tiap kali Rue teringat akan itu ia merasa rawan hati.

Rue sudah kecewa berat akan dirinya sendiri, dia hina dimata semua orang. Terutama di mata Ivy layaknya seorang pengemis cinta, juga harga dirinya lebih hina daripada sampah di mata para wanita yang sudah membayarnya.

Kacau balau sudah dunia ini, kalut bagaikan benang kusut. Rue sudah tak mampu mengendalikan diri, ia tak dapat berpikir rasional.

Ia menancap gas dengan keras, dan amarah nya membludak saat ia teringat ucapan yang terlontar tuk yang terakhir kalinya dari mulut Ivy, "Perbuatanmu yang salah sudah membuatku muak. Hari ini adalah pertemuan terakhir kita, jangan pernah sekalipun muncul di hadapanku Rue!" kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telinganya.

BRUK....

Mobil yang Rue kendarai menabrak sebuah pohon besar di pinggir trotoar, bagian depan mobilnya penyok dan kaca depan mobilnya pecah. Wajahnya dipenuhi darah karena terkena serpihan kaca yang menusuk kulit wajahnya. Kepalanya terbentur sangat keras, hingga tak henti-hentinya mengeluarkan cairan berwarna merah.

Aaarrggh....

Rue mendesah kesakitan lengannya memegangi kepalanya yang berlumuran darah.

DAK, DIK, DUK

Jantungnya berdetak tak beraturan, matanya berkunang-kunang. Seketika tubuhnya melemas, badannya terjatuh dengan posisi duduk kedepan memegangi setir.

Sampai pada akhirnya jantungnya berhenti berdetak, dan matanya tertutup tuk selamanya.

"Aku sangat senang bisa mengenalmu, kau sudah memberikan perubahan pada hidupku. Diriku berharap jika kita seperti amplop dan prangko. Ivy aku benar-benar mencintaimu, aku tak mau kehilanganmu. Aku ingin melewatkan masa-masa indah bersamamu. Namun takdir memisahkan kita, kau terlalu sempurna untukku. Dan aku tak sadar akan diriku, diriku yang sangat hina ini tak pantas menjadi pendampingmu. Egoku membuat diriku lupa diri, aku menyekap orang yang ku kasihi karena amarah sekejap. Selamanya kau lah kekasihku ... Ivy Camelia," perkataan terakhir itu terlontar dalam batinnya.

Tak semua kisah asmara berjalan begitu mulus, ketika kita memutuskan untuk memulainya maka kita harus bersiap akan resikonya. Begitu pula yang terjadi terhadap Rue dan Ivy, hubungan mereka berakhir dengan tragis. Rue memilih tuk mengakhiri hidupnya, karena ia tak sanggup jika harus hidup tanpa Ivy.

Cinta Rue pada Ivy begitu tulus, namun Ivy tak pernah mengetahui akan itu. Ivy menganggap jika perlakuan Rue benar-benar keterlaluan, dan Ivy sangat malu jika dirinya pernah menjalin hubungan dengan Rue. Pria pembawa sial, yang sudah merusak komitmen yang ia bangun selama ini.

Dan kini Ivy menilai Rue sebagai pria buruk yang kotor dan tak tahu malu, yang seharusnya tak berhak ia kasihi. Sejuta kebaikan yang pernah Rue perbuat terhapus sudah dengan terungkapnya jati diri Rue yang sebenarnya.

Terlalu banyak kebohongan yang sudah ia sembunyikan, sebuah kesempatan akan menjadi sia-sia saja jika pada akhirnya terus diingkari.

Siapapun tak ada yang menyangka, jika Rue akan pergi secepat ini. Terutama Ivy.

Sebuah pepatah pernah mengatakan. Jikalau kita sedang mabuk cinta, maka kita akan gelap mata akan segalanya. Cintailah seseorang dengan sewajarnya, jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebih terkadang berdampak kurang baik. Ketika seseorang sudah gelap mata, maka ia akan menghalalkan berbagai cara agar keinginannya terpenuhi. Begitu pula sebaliknya, jangan pernah membenci seseorang secara berlebihan. Bisa jadi orang yang kita benci yang mungkin saja suatu saat nanti menjadi orang yang sangat kita cintai. Apakah kalian sudi mencintai seseorang yang kalian benci?

#Hallo Readers

Terimakasih untuk kalian yang masih setia menyempatkan diri membaca 'Promises'.
Semoga harimu menyenangkan:))

A Story [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang