Promise; Chapter 6

18 0 0
                                    

1 Tahun kemudian

Hari ini begitu melelahkan, Ivy harus mengerjakan semua pekerjaan hanya seorang diri. Perginya Violet untuk menengok ibunya di kampung halaman membuat Ivy keteteran dalam mengerjakan semua pekerjaan.

Ia harus pergi membeli perlengkapan bahan pokok yang harus ia beli ke pusat perbelanjaan yang letaknya agak jauh dari Kedainya itu.

Di dalam sebuah bus, Ivy membawa banyak barang bawaan. Saat hendak turun dari bus, tak sengaja seorang pria menabraknya hingga membuat barang bawaan Ivy sebagian terjatuh berceceran di bawah.

"Maaf nona, saya tidak sengaja," orang itu mengenakan hodie warna hitam bercindung.

Pria tersebut segera membereskan barang-barang Ivy yang tadi dibuatnya terjatuh.

Namun seketika saat Pria tersebut pergi, ia merasa jika wajah orang tersebut benar-benar tidak asing.

"Tunggu, orang tadi ... Wajah Pria tadi mirip ... ?!" perkataannya terhenti, Ivy mencoba mengingat sesuatu, namun setelah dipikir-pikir secara logis itu tidak mungkin, sepertinya hanya sebatas perasaannya saja.

Mendadak smartphone Ivy bergetar, sebuah panggilan telepon masuk, tertulis nama Elder di sana.

Klik...

Ivy menggeser tombol tanda mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo!"

[Hallo, Ivy apa kau sibuk hari ini?]

"Iya, aku sangat sibuk. Jika ada perlu, katakan saja?!"

[Hmm ... Aku ingin bertemu denganmu setelah kesibukanmu selesai, kau langsung hubungi aku saja okay?]

"Okay..."

[Bye, see you...]

Tuuuttt..

Sambungan telepon diakhirinya, di tempat yang lain Elder tersenyum kecil, dalam batinnya ia berkata, "Ia pasti akan senang jika aku memberikannya..." sambil  menggenggam sesuatu di tangannya.

Hari ini Elder akan memenuhi janjinya itu, ia berharap rencananya berjalan sesuai dengan keinginannya. Elder berencana membawa Ivy berjalan-jalan dan bersenang-senang di pasar malam yang ada di taman kota.

*
*
*

Ternyata waktu berjalan begitu cepat, kini langit sudah berubah warna menjadi jingga. Suasana kota begitu ramai, begitu banyak pengunjung yang mengantri untuk mendapatkan tiket masuk bianglala atau bisa di bilang kincir raksasa yang tingginya menjulang hingga ratusan meter.

Dalam kerumunan tersebut, Elder dan Ivy nampak saling berpegangan tangan. Elder dengan senang hati menuntun tangan Ivy masuk ke dalam gondola yang berbentuk layaknya sebuah kapsul kaca, mereka pun duduk saling berhadapan di sana.

Elder masih menggenggam tangan Ivy, ia menatapnya lekat- lekat.
"Jika kau takut, gengamlah tanganku erat-erat!" sembari tersenyum, membuat pesona rupawannya semakin bertambah saja.

Akan tetapi Ivy memasang ekspresi yang datar, "Apa dia meremehkan diriku?!" Ujar batinnya.

"Kau begitu cantik," ucapnya dengan nada rendah.

Elder menatap wajah Ivy yang dipulas dengan serbuk halus yang membuat kecantikannya semakin bertambah, saat matanya tertuju pada rambut Ivy, Elder melepas ikatan rambutnya dengan penuh hati-hati.

Elder lebih menyukai Ivy jika rambutnya dibiarkan terurai saja, dan Ivy pun mengerti, ia hanya bisa tersenyum dan membiarkan Elder melepas ikat rambutnya itu.

Nuansa warna yang begitu tenteram, tenang dan damai. Kincir ria perlahan mulai berputar, sesaat Ivy mengerjapkan matanya, ia menggenggam tangan Elder begitu erat sebenarnya ia agak takut berada di ketinggian. Karena ia tak ingin membuat Elder kecewa, Ivy memberanikan diri untuk menaiki wahana ini. Hingga tanpa disadari dirinya meninggalkan bekas genggaman warna merah di tangan Elder. Kini bianglala berhenti berputar di puncak yang paling tinggi.

A Story [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang