Fiat membuka kedua matanya perlahan saat merasakan usapan sebuah tangan pada rambutnya. Matanya menyipit begitu saja ketika wajah seseorang tertangkap oleh netra mata miliknya.
"Apa aku membangunkanmu?". Tanya orang tersebut yang sudah satu minggu ini tidak dilihatnya. Leo.
Fiat menggeleng. Lalu dia merubah posisi tidurnya yang terlentang untuk menyamping. "Tidak. Ini sudah waktunya aku bangun". Balas Fiat dengan suara serak. Khas orang bangun tidur. "Kapan kau sampai?". Tanyanya pada Leo yang tidak hentinya menatap dirinya.
"2 jam sebelum kau terbangun".
Fiat menghela nafasnya. Dia semakin manatap wajah Leo lamat-lamat. Lalu menggeser sedikit tubuhnya,agar laki-laki tersebut bisa merebahkan tubuh jangkungnya. 2 jam bukanlah waktu sebentar,dan Leo membiarkan dirinya diam tanpa suara dengan hanya memandangi wajah Fiat selama itu. Merekam setiap inchi bagian dari wajah milik Fiat yang selalu membuatnya terpesona.
Leo tersenyum. Lantas dirinya merebahkan tubuhnya menyamping kearah Fiat. "Aku merindukanmu". Ucap Leo. Tangan kanannya mengusap pipi halus pria itu lembut.
Fiat tercenung. Dia tidak tahu harus membalas ucapan kerinduan Leo dengan apa. Sedangkan hatinya saja masih tidak tahu tentang perasaan apa yang sebenarnya dia rasakan pada laki-laki itu. "Akupun sama". Balasnya ragu. Namun balas keraguan Fiat ditanggapi Leo dengan senyumannya yang semakin lebar. Bahkan laki-laki dari keluarga Thutanukul itu menarik tubuh Fiat semakin mendekat dan mendekapnya erat.
"Aku benar-benar mencintaimu". Tulus Leo. Dia ciumi kening Fiat berulang. Untaian kata cinta dan rindu terdengar disela ciumannya yang dia bubuhkan pada Fiat. Membuat kedua mata pria itu yang semula telah terbuka sempurna perlahan menjadi sayu dan terpejam kembali.
"Haruskah aku merantaimu agar kau tidak mencoba pergi?". Gumam Leo pelan. Dia perhatikan kedua kelopak mata Fiat yang tertutup. Barisan bulu mata yang lebat dan panjang tak luput dari pandangan matanya. Fiat selalu berhasil membuat dirinya mengagumi apa yang ada dimiliki pria itu tanpa terkecuali.
"Milikku akan tetap menjadi milikku".
---
Aku sudah menangis begitu lama adanya
Karena aku tak bisa melihat isi hatimu itu
Disini, aku berdiri di hadapanmu
Namun mengapa kau sama sekali tak melihatku?(Ben - Can you hear me)
---
Seorang wanita melihat jam dinding yang terpasang ditembok kamar luasnya berulang kali. Jam menunjukkan 06.00 pagi. Namun tidak ada kabar berita kepulangan suaminya yang sudah dia tunggu dari semalam. Seharusnya suami yang ditungguinya itu sudah sampai kerumah mereka dan tidur diatas ranjang yang sama dengan dirinya. Penerbangan yang dilakukan oleh suaminya itu telah mendarat dibandara beberapa jam yang lalu,dan seharusnya dia sudah bisa melihat wajah suaminya yang tampan itu saat ini.
Tangannya mengepal begitu saja saat bayangan suaminya tengah berada ditempat lain muncul secara tiba-tiba. Entah karena fikiran buruknya saat ini memunculkan bayangan itu,atau memang firasatnyalah yang mengatakan hal itu. Setiap kali dia memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi,semakin sesak dan sakit yang dirasakan wanita tersebut. Suaminya lebih memilih menghabiskan waktunya bersama orang lain daripada istrinya sendiri. Kenyataan telak yang harus dia telan mentah-mentah.
Ketukan pada pintu kamarnya membuat wanita itu beranjak dari atas ranjang. Dia segera berlari kearah pintu dengan harapan orang yang mengetuk pintu tersebut adalah suaminya.
"Leo kau-".
"Maafkan saya mengganggu".
Bukan Leo. Wanita bernama Punn itu,lagi-lagi harus menerima kenyaaan pahit.