Beginning
.
.
.
.
︵ Hi~
(''\(●-●)
\ / 0\ \
( )''
\__T__/Kimberly Oliver Argon, putri tunggal Pradana Argon, hidup dalam dekapan kemewahan yang disediakan oleh sang ayah—seorang titan dalam dunia bisnis. Sejak kehilangan istrinya, Pradana telah memberikan segalanya untuk putri semata wayangnya, tanpa menyadari bahwa sikap memanjakan itu membawa Kim ke jurang pergaulan yang buruk. Gadis yang dulu manja dan mudah terprovokasi kini menjadi target empuk bagi mereka yang ingin menghancurkannya. Tapi itu dulu.
Kini, Kimberly yang baru telah bangkit—lebih cerdas, lebih licik, dan penuh dendam.
Di ruang kerja megahnya, Pradana tengah memusatkan perhatiannya pada tumpukan dokumen. Bisnis bernilai miliaran tergantung pada keputusan-keputusan yang tertulis di sana, dan ia tak bisa mengabaikan tanggung jawabnya. Ketukan pintu yang lembut memecah kesunyian. Tanpa menoleh, Pradana berkata, "Masuk."
"Papa..."
Suara lembut itu menghentikannya. Pradana mengangkat kepalanya, terkejut melihat putrinya berdiri di ambang pintu. Kim—atau Olive, nama kecil yang hanya digunakan oleh orang terdekatnya—tampak rapuh, seolah ada beban yang tak terlihat di pundaknya.
"Olive, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan cepat, kekhawatiran menyelimuti suaranya. Pradana berjalan mendekat, tapi Kim tidak berkata apa-apa. Dengan kepala tertunduk, ia hanya berdiri diam di sana, tak seperti biasanya.
"Olive, ada apa?" Suara Pradana mulai panik, tapi sebelum ia bisa melanjutkan, Kim melangkah maju dan tiba-tiba merangkulnya. Pelukan erat itu terasa asing, tak terduga, namun penuh emosi.
Pradana, terkejut, segera membalas pelukan putrinya dengan lembut. "Apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya lebih pelan, lebih penuh perhatian. Ia bisa merasakan tubuh putrinya bergetar pelan, seolah menahan sesuatu yang sulit diungkapkan.
"Papa... maafkan aku. Aku bodoh," suara Kim akhirnya terdengar, rendah namun penuh rasa bersalah. Pradana mengernyit, bingung. Ia tak pernah mendengar putrinya berbicara seperti itu sebelumnya.
Setahun sejak kematian istrinya, Olive selalu menjauh darinya. Gadis ceria itu berubah menjadi remaja pemberontak, sering mengeluarkan kata-kata kasar dan menyalahkan ayahnya atas banyak hal—terutama kesibukannya yang dianggap mengabaikan dirinya. Pradana memaklumi sikap itu, berpikir bahwa trauma kehilangan ibunya yang membuat Olive berubah. Maka, ia memutuskan untuk membebaskan putrinya—memberikan apa pun yang diminta, apa saja yang mungkin membuatnya bahagia.
Namun, ketika Olive memperkenalkan Arafah Weslay sebagai sahabatnya, Pradana mulai merasakan ada yang salah. Perubahan pada Olive semakin jelas. Penampilannya menjadi lebih liar, perilakunya lebih keras dan egois. Pradana curiga, tapi setiap kali ia mencoba menjauhkan putrinya dari pengaruh buruk itu, Olive menentangnya dengan tegas. Merasa tak ingin memperburuk keadaan, ia memilih diam, hanya mengamati dari jauh, berharap waktu akan memperbaiki semuanya.
Kini, dalam pelukannya, Olive tampak berbeda. Lebih lemah, lebih rentan, namun juga lebih jujur.
Pradana meremas lembut bahu putrinya. "Sayang, kamu tidak perlu minta maaf," ujarnya lembut. "Apapun yang terjadi, Papa selalu memaafkanmu. Tidak ada yang perlu dimaafkan."
Kim mendongak, menatap wajah ayahnya dengan mata yang memerah, bibirnya bergetar menahan emosi. "Papa, maafkan aku," ulangnya, kali ini dengan suara yang lebih tenang. Ia merasa perlu mengatakan itu. Bukan karena ayahnya memintanya, tapi karena ia benar-benar ingin memperbaiki semuanya.
Pradana tersenyum kecil, menyapu rambut putrinya dengan lembut. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Olive. Papa hanya ingin kamu bahagia."
Di dalam hatinya, Kim berjanji. Kehidupan ini akan berbeda. Ia tak akan lagi membenci ayahnya. Tak akan ada lagi rasa curiga dan prasangka buruk. Kini, ia akan melindungi ayahnya dari siapa pun yang mencoba merusak kedamaian hidup mereka. Apa pun caranya.
Kim yang dulu—naif, lemah, dan mudah dimanipulasi—telah mati. Kini, yang berdiri di sini adalah Kimberly Oliver Argon yang baru. Tekadnya sekeras baja, licik jika perlu, dan siap membalas setiap orang yang pernah menyakitinya. Terutama mereka yang berani menyentuh keluarganya.
Kimberly melepaskan pelukannya perlahan, menatap wajah ayahnya dengan senyum tipis. Di balik kelembutan itu, pikirannya berputar cepat, menyusun rencana. Dunia ini tidak lagi sama. Kehidupan kedua ini memberinya kesempatan untuk memperbaiki semua yang salah, dan ia tidak akan menyia-nyiakannya.
“Papa, aku janji… aku akan menjadi anak yang Papa banggakan,” katanya, matanya berkilat dengan tekad.
Pradana tersenyum lembut, meski hatinya masih dipenuhi kebingungan. “Kamu sudah menjadi kebanggaan Papa, Olive. Tidak perlu berubah untuk itu,” jawabnya. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam diri putrinya, sesuatu yang sulit dijelaskan, tapi ia memilih untuk menahannya. Mungkin ini hanya fase lain dalam kehidupan putrinya, pikirnya.
Namun, Kimberly tahu lebih dari itu. Ia telah melihat masa depan yang hancur, dan ia bertekad untuk mengubahnya. Tidak akan ada lagi naivitas. Ia akan memegang kendali penuh atas hidupnya dan melindungi ayahnya dari bahaya yang dulu tidak disadari oleh Pradana—bahkan dari orang-orang terdekat.
“Aku tahu, Papa…” Kim berbisik, menahan semua emosi yang hampir meledak di dadanya. Ia tidak ingin terlihat terlalu terburu-buru. Segala sesuatu akan berjalan sesuai rencananya, satu langkah demi satu langkah.
Setelah menghabiskan beberapa waktu dengan ayahnya, Kim meninggalkan ruangan dengan senyum tipis yang masih menghiasi bibirnya. Di koridor, matanya bertemu dengan wajah-wajah yang dikenalnya—pembantu, staf rumah tangga, dan para pengawal pribadi. Mereka semua menatapnya dengan hormat, namun Kim bisa melihat rasa takut yang terbersit di mata mereka.
Ia menyusuri rumah besar itu dengan langkah mantap, sampai tiba di kamarnya. Di dalam, segala sesuatu masih tampak sama: poster, peralatan make-up, dan semua kemewahan yang dulu membuatnya terlena. Kim berdiri di tengah ruangan, tatapannya berubah dingin.
"Sialan." Umpat, ketika menyadari Asih tidak mengindahkan ucapannya dengan benar.
“Waktunya bersih-bersih,” gumamnya dengan suara dingin.
Dengan satu panggilan, bi Asih masuk ke dalam kamar, tampak canggung. Tatapan gadis itu begitu berbeda, penuh dengan kekuatan dan kendali yang tak pernah dilihat sebelumnya.
“Bersihkan semuanya,” perintah Kim tanpa banyak basa-basi. “Lepas semua poster di dinding, buang semua peralatan make-up ini. Aku tidak membutuhkannya lagi.”
Bi Asih menatapnya dengan terkejut, namun tidak berani membantah. “Tapi… Nona, ini semua…?”
“Apa yang kukatakan tadi?” Kim menatap tajam, membuat bi Asih membeku. “Lakukan sekarang, dan jangan banyak tanya.”
Tanpa kata, bi Asih segera bergerak, mulai melepas poster-poster yang dulu menjadi kebanggaan Kim, membuang setiap peralatan yang pernah ia anggap penting. Semua itu kini tak ada artinya bagi Kim. Hidupnya yang dulu penuh dengan obsesi-obsesi palsu, dan semua itu harus dihilangkan jika ia ingin memenangkan permainan ini.
Kim menghela napas panjang, menatap bayangannya di cermin besar di sudut kamar. Tatapannya dingin dan tajam—ini adalah Kimberly yang baru, yang siap mengubah jalannya takdir.
Perlahan, senyum licik menghiasi wajahnya. "Arafah… ini baru permulaan," gumamnya pelan.
Ia ingat dengan jelas bagaimana Arafah di kehidupan sebelumnya berhasil merusaknya, mempermainkannya, dan membuatnya terseret dalam kegelapan. Tapi kali ini, segalanya akan berbeda. Kim tidak akan terjebak dalam tipu muslihat yang sama. Sekarang, ia tahu siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang harus disingkirkan.
\\TBC!//
˚ ∧_ヘ ヘ_∧
(/ω・)人(・ω\ )
/' / \ '\Thankyou for voting guys, see ya next part.
Jangan lupa komen.Follow, Dhy_astrophile13
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Behind My Rebirth
FantasiaKARYA ORIGINAL BUKAN PLAGIAT DARI MANAPUN. Plagiarism dalam bentuk apapun dikenai sanksi. . . . Kimberly Oliver terbangun di kehidupan keduanya dengan satu tujuan: membalas dendam. Setelah mati konyol sebagai gadis naif yang dikelilingi orang-or...