03. Langkah Awal; Membasmi Mereka

32.3K 1.9K 43
                                    

Dhy_astrophile13


.
.
.
.
.

Kim baru saja kembali ke kamarnya setelah menghabiskan setengah hari bersama ayahnya, belajar bisnis dan mendalami hal-hal yang sebelumnya ia anggap tak penting. Di kehidupan lamanya, Kim tak pernah peduli tentang apa yang ayahnya lakukan. Dia lebih sibuk mengejar kesenangan, berpesta, dan dikelilingi oleh orang-orang yang hanya memanfaatkannya. Namun, sekarang semua berubah. Ia lebih terlibat, lebih dekat dengan ayahnya, dan anehnya... ia mulai menikmati itu.

Setelah seharian yang melelahkan, Kim tertidur di kasurnya. Wajahnya terlihat damai, sesuatu yang langka sejak ia terbangun di kehidupan keduanya. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Sebuah suara langkah cepat terdengar di luar kamar, kemudian suara pintu yang terbuka kasar memecah suasana tenang itu.

Kim terbangun dengan malas, wajahnya penuh kekesalan. Di ambang pintu berdiri seorang wanita berpakaian seragam maid, wajahnya tak dikenal. Tatapan wanita itu aneh, seolah memandang Kim dengan sedikit meremehkan, meski bibirnya tersungging tipis.

“Siapa lo?” tanya Kim tajam, matanya menelisik tajam dari atas hingga bawah, tak peduli dengan kesopanan.

“Saya baru, Non. Ditugaskan bersihkan kamar Non,” jawab wanita itu tanpa ragu. Tapi sorot matanya, ah, itu yang membuat darah Kim mendidih. Tatapan itu tak seperti pelayan biasa. Seolah ia sedang menilai dan, lebih parahnya, menantang.

Kim menahan senyumnya, namun amarah mulai tumbuh di dalam dirinya. “Lo baru, ya?” gumamnya dengan nada penuh sinis. “Dan lo pikir bisa sembarangan masuk kamar gue tanpa izin?” Matanya kini penuh dengan kebencian. "Jadi lo ngira lo siapa? Bisa masuk seenaknya kayak gini?"

Maid itu tak menjawab, hanya menunduk dengan sedikit canggung. Tapi Kim tak tertipu. Ada ketegangan yang kentara di sana. Tawa di sudut bibirnya terselubung dengan rapi. Kim melihatnya dengan jelas.

Sebelum Kim sempat melanjutkan, Asih, maid yang selama ini bekerja untuk keluarganya, datang dengan terburu-buru. Wajahnya tegang, seolah tahu bencana akan datang.

“Maaf, Non... maaf. Sepupu saya ini baru datang. Hanya sementara. Dia nggak tau aturan di sini,” Asih buru-buru beralasan. Mata Asih memandang rendah sepupunya, tapi Kim bisa melihat ada sesuatu di sana—permainan licik yang sudah lama ia biarkan terjadi.

Kim menatap keduanya sejenak. Lalu ia tertawa, kecil namun penuh penghinaan. “Sementara, ya? Oh, gue ngerti sekarang.” Ia melangkah mendekati Asih, matanya menantang. “Lo bawa dia ke sini tanpa izin. Lo pikir gue nggak bakal sadar?”

Asih terdiam, keringat mulai menetes di pelipisnya. “Nggak, Non. Saya nggak...”

Kim memotong cepat. “Lo pikir gue sebodoh itu, biarin lo dan keluarga lo seenaknya di rumah gue? Dulu gue mungkin nggak peduli, tapi sekarang, gue punya waktu dan tenaga buat ngurusin orang-orang kayak lo.”

Asih menunduk, wajahnya kini tampak benar-benar cemas. Tapi Kim tak berhenti. “Anak lo, lo bawa ke sini. Sekarang sepupu lo? Apa selanjutnya? Seluruh keluarga lo bakal pindah ke rumah gue?” Dalam hati Kimberly berdecak, baru menyadari betapa bodohnya dia dulu ketika Asih membujuk dirinya agar Arafah ikut tinggal bersama Kim dengan alasan akan lebih banyak waktu untuk bermain bersama.

Kim mendekatkan wajahnya ke arah Asih. “Gue kasih lo satu peringatan, Asih. Lo cuma pembantu di sini. Jangan merasa lo punya hak lebih. Dan lo,” Kim beralih ke sepupunya, “hilangin muka lo dari sini sebelum gue ngusir lo dengan cara yang lebih kasar.”

Sepupu Asih menatap Kim sejenak, ragu, namun akhirnya melangkah mundur dengan cepat. Asih, yang masih di tempatnya, hanya bisa menunduk diam, tak berani bicara sepatah kata pun lagi.

The Truth Behind My RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang