Lakukanlah seperti apa yang Hwang Eunbi lakukan seperti biasa.
Kalimat itu terngiang-ngiang padaku saat aku masuk ke dalam kelas kali ini. Saat aku berdiri, di papan tulis belakangku sudah ada gambar diriku dengan bikini yang terpampang besar di sana. Aku akhirnya tahu siapa yang mengirimi ini. Kim Mingyu.
Alasan kenapa ia terlihat sibuk menulis kemarin adalah untuk hari ini. Ia membuat sebuah mahakarya dari kertas manila yang begitu besar untuk dipasang di papan tulis di depan kelas. Dokyeom dan Yugyeom tertawa diam-diam. Eunwoo mengangkat bibirnya untuk tersenyum tipis dan Bambam mengagumi dirinya sendiri di depan cermin seperti biasa.
Aku membiarkan mereka tertawa sementara aku melepas pajangan besar itu. Tapi saat aku memunggungi mereka, seseorang melemparkan pulpen padaku. Aku tidak berbalik. Kubiarkan saja hingga pulpen kedua mendarat di kepalaku sekali lagi. Aku meremas kertas manilanya dan menoleh saat itu.
Tanpa perlu kata-kata, aku sudah tahu bahwa barusan Yugyeom yang melemparku dengan pulpen.
Aku belum sempat memarahi mereka karena selanjutnya aku melihat Jeon Jungkook dengan luka-luka di sekitar pipinya masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Saat aku lengah, Yugyeom kali ini melempariku dengan sebuah kotak makan kosong. Kotak plastik itu mengenai jidatku kemudian terjatuh di dekat kakiku.
Manajemen emosi Eunbi! Manajemen emosi.
Aku membangun self-defenseku sendiri. Jika aku marah pada mereka saat ini, aku sudah kalah. Aku berjalan ke arah Yugyeom. Sementara Dokyeom dan yang lainnya menyorakiku dalam desisan pelan. Aku berdiri di depan mejanya sementara ia melihat padaku acuh tak acuh.
"Ayo kita cari tempat lain." Kataku. Dahi Yugyeom mengerut. Dokyeom yang duduk di sebelahnya memutar pinggangnya hingga ia menoleh ke arahku dan Yugyeom. Eunwoo yang ada di belakang Dokyeom ikut-ikutan melirik padaku. Bambam meletakkan cerminnya. Semua perhatian ada padaku, kecuali si pemuda menyebalkan yang mencoba tertidur di dalam kelas dengan telinga disumbat earphone.
"Maaf sonsaeng, apa kepalamu terbentur sesuatu dan berbicara tidak jelas?"
Aku tertawa meremehkan. "Kau miskin?"
Bambam, Mingyu dan Dokyeom sudah pecah dalam tawa yang ditahannya. Yugyeom melirik ketiganya dengan tatapan jengah. Ia menatapku marah.
"Beraninya kau berkata seperti itu! Aku bahkan bisa membeli sekolah ini jika aku mau!" Katanya.
Aku melipat tanganku di depan dada.
"Apa benar begitu? Kau melempariku dengan pulpen dua kali, aku tidak marah karena mengira kau sangat menyukai basket dan tidak memiliki bola untuk dilemparkan karena kau miskin. Tapi sekarang kau bilang kau sanggup membeli sekolah ini? Apa itu mungkin, Yugyeom haksaeng?" Aku melembutkan nada suaraku di kalimat paling akhir saat aku memanggil namanya. Dokyeom sudah meledak dalam tawa dan Bambam melihat ke arah lain kemudian menutup mulutnya dengan anggun ketika tertawa. Mingyu menyipitkan matanya dan tersenyum lebar.
Yugyeom sepertinya muak padaku. Oh, baguslah!
"Siapa yang bilang aku tidak mampu membeli bola basket? Lagipula orang bodoh mana yang bermain bola basket di dalam kelas. Cih."
Aku mengangguk dan mengibaskan rambutku.
"Tuh benar katamu. Orang bodoh mana yang bermain bola basket di dalam kelas kan? Jadi tadi kenapa kau melemparku? Aku tidak terlihat seperti ring bola kan di matamu?"
Aku memasang ekspresi angkuh yang biasanya aku buat ketika berada di rumah. Seperti kata Kim Tan, aku bisa menguasai cara yang ku kuasai sebagai Eunbi. Aku tidak perlu menjadi orang lain atau memakai metode yang tidak pernah kupakai karena metode Hwang Eunbi biasanya selalu berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN TROUBLED MEN
HumorIni buruk! Hwang Eunbi dikirim kesebuah sekolah karena telah gagal menempuh ujian ketiga. kalau dikirim ke sekolah untuk belajar dan mengasah kemampuan musiknya lagi sih tidak apa-apa, tapi ini... Eunbi menjadi guru. kau dengar? menjadi GURU! sim...