NOTE: Saran author kalian anggap diri kalian Eunbi aja deh saat membaca cerita ini. Agar lebih mendalami karakter.
Mengejutkan!
Setelah apa yang terjadi pada kami di gang sempit tadi, aku dan Jaehyun malah duduk berdua di kedai kopi terdekat. Jaehyun terlihat santai dengan kaus longgarnya. Ia baru saja menyesap kopi cokelat panasnya pelan-pelan. Jika aku menjadi Jaehyun saat ini, sudah barang tentu aku akan ditangkap oleh ayahku. Aku tidak pernah diperbolehkan mengonsumsi kafein di usia muda. Katanya tidak bagus untuk kesehatan.
Oh iya, apa kau penasaran mengenai kejadian di gang sempit tadi? Aku juga masih bingung, tapi terjadi begitu saja. Jaehyun yang menemukanku terjebak di sana malah menarik tanganku dan membawaku kemari. Sesaat malah kami sempat disangka sebagai sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Walaupun aku senang mendengarnya, tapi melihat tabiat pemuda macam ini, perempuan mana yang mau dekat-dekat. Nasib sial ku saja yang membawaku sedekat ini sekarang.
"Aku tidak biasa berbasa-basi. Jadi katakan apa mau mu, sonsaeng."
Aku hampir mati tersedak ketika ia bicara tiba-tiba. Sesaat tadi aku tahu dia menyesap kopinya jadi saat aku menyesap kopi ku juga di saat yang bersamaan, kupikir dia tidak akan bicara pada jeda tadi.
"Pertama-tama," aku mengusap bibirku dengan sebuah tisu lembut di atas meja.
"Jangan panggil aku sonsaengnim di lingkungan luar sekolah. Kita hanya terpaut empat tahun. Tidak banyak. Kau bisa memanggilku, noona atau apalah."
"Apa memberitahu itu padaku begitu penting?"
"Eo, penting jika kau ingin mendengarkan apa mau ku."
Jaehyun duduk santai di sofanya sedangkan aku duduk dengan kaku.
"Aku menunggumu bicara, Noona." Katanya. Aku kenapa sih? Hatiku berdebar-debar ketika ia memandangku seperti ini. Ditambah lagi ia memanggilku noona dengan sangat lembut. Aku tidak boleh salah paham. Aku tidak bisa begini sekarang. Meskipun aku kesepian, aku tidak boleh memiliki perasaan yang aneh-aneh pada murid ku sendiri.
"Aku sebenarnya ingin mengajakmu untuk belajar di dalam kelasku bersama enam orang yang lain. Tapi melihatmu tadi di gudang tua, sepertinya aku tahu penyebab kau tidak mau masuk ke dalam kelas."
Dengan dingin, Jaehyun menjawab,
"lalu?"
"Aku memiliki banyak pertanyaan di otakku sekarang, Jaehyun-ssi, tapi aku memutuskan untuk bertanya satu hal."
"Apa?"
"Apa kau menyukai menari lebih dari apapun?"
Jaehyun melihat ke arah jalanan di luar jendela kedai. Aku menunggu ia bicara tanpa ingin mengganggunya dengan kalimat-kalimat lain. Kuharap dengan jeda panjang yang kuberikan ini, ia dapat memberikanku sedikit kunci mengetahui apa keinginan sebenarnya. Kalaupun aku tidak dapat menyelesaikan ini nantinya, setidaknya aku sudah mencoba. Ini lebih membanggakan daripada tidak sama sekali.
"Menari," Jaehyun berbicara. Aku tidak bergerak takut kalau-kalau huruf demi huruf yang ia rangkai tidak sampai di telingaku saat itu.
"Sudah menjadi bagian dari hidupku."
"Lantas kenapa kau bersekolah di sekolah khusus musik klasik?"
Jaehyun tertawa.
"Masalahnya sangat klise. Orang tuaku yang membawaku kemari."
"Kau tidak pernah menolaknya?"
"Sudah berkali-kali. Mereka tidak pernah mendengarkan. Obsesi ayahku lebih besar dari siapapun di dunia ini. Gagal menjadi pianis, kini memaksa anaknya untuk menjadi pianis meskipun aku tidak suka. Aku mengatakan ini bukan seperti aku tidak suka musik, musik juga bagian dari hidupku. Tapi bermusik dengan tekanan seperti ini, sama sekali bukan seni."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN TROUBLED MEN
HumorIni buruk! Hwang Eunbi dikirim kesebuah sekolah karena telah gagal menempuh ujian ketiga. kalau dikirim ke sekolah untuk belajar dan mengasah kemampuan musiknya lagi sih tidak apa-apa, tapi ini... Eunbi menjadi guru. kau dengar? menjadi GURU! sim...