10. And this is how it starts

118 33 5
                                    

Jimin mengobrol dengan Jeongyeon di atas ubin toko Hirai selama berjam-jam, Jeongyeon memeluk lututnya dan mendengarkan semua ocehan Jimin tentang misi rahasianya. Sedangkan Jungkook kini tengah mengobrol dengan Nayeon dan juga Momo, kedua gadis itu hanya tertawa keras mendengar humor Jungkook yang juga sama seperti mereka.

Jeongyeon kini mengangguk. "Jadi, kamu kemari untuk sebuah misi kemanusiaan?"

"Iya." Melihat ekspresi Jeongyeon yang masih tampak ragu, Jimin tak lelah menjelaskan. "Kehidupan di dalam kubah tidak seperti yang kau bayangkan, kami bukan manusia AI." Jimin langsung terdiam saat ia menyadari kalau dirinya melupakan sesuatu. "Tapi ada dari kami yang membentuk duplikat AI mereka sendiri untuk beberapa kepentingan."

Jeongyeon bergidik ngeri, hingga membuat Jimin langsung mengulurkan kedua tangannya. "Coba sentuh aku, aku hanyalah manusia biasa. Sama seperti dirimu."

Jeongyeon perlahan melepaskan tangannya yang sedang memeluk kedua lututnya. Ia duduk bersila, hanya memperhatikan lengan Jimin dengan seksama. "Kau ini bukan robot, kan?"

Jimin tertawa kecil. "Coba sentuh, setelah itu baru putuskan aku ini robot atau bukan."

Jeongyeon kini memberanikan diri untuk mengusap lengan Jimin, ia juga menekan-nekan kulitnya sesekali untuk memastikan teksturnya sama atau tidak dengan kulit milik pria dihadapannya. Tapi ia malah mendengus sebal karna kulit lengan pria itu jauh lebih halus dibandingkan dengannya.

"Bagaimana?"

Jeongyeon mengangguk, memutus kontak mata dengan melirik ke segala arah. Sejak mereka bertemu, ia tak pernah mampu menatap lamat bola mata milik Jimin, ia merasakan suatu atmosfir yang tak pernah bisa ia jelaskan. Berbeda dengan Jimin, ia selalu ingin menangkap sorot hazel yang selalu berpaling dari arahnya, begitu memukau dan membuat ia menjadi candu.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Ucap Jeongyeon sambil memainkan jari telunjuk tangan kanannya dengan mengusap debu di atas lantai.

Jimin tersenyum. "Menurutmu apa?"

Jeongyeon menggeleng. "Entahlah."

"Apakah kamu mau membantuku?"

"Membantu?"

Jimin mengangguk. "Aku akan kesulitan tanpa bantuan dari siapapun. Lagipula, ini menyangkut nyawa banyak orang."

"Kenapa kamu memilihku? Dan kenapa harus aku? -aku bahkan tidak bisa berjanji dapat membantu banyak."

"Karna aku percaya padamu. Kamu orang pertama yang aku kenal setelah keluar dari dalam kubah, dan semenjak itu kamu berhasil mengubah sudut pandangku."

Jungkook, Nayeon dan juga Momo hanya melirik kedua manusia itu dari kejauhan. Mereka sama-sama berbisik tentang Jeongyeon dan juga Jimin yang kini tampak seperti orang yang sedang dimabuk cinta.

"Kenapa mereka harus bicara berdua-duaan? Seperti sedang merencanakan pernikahan saja." Ucap Nayeon, Momo mengangguk.

"Jeongyeon biasanya akan menjauh saat laki-laki mendekatinya, tapi sekarang mereka malah berpegangan tangan, hihihi."

Saat ketiganya tertawa, Nayeon melirik kearah Jungkook yang sedang tertawa dengan tatapan lembut. "Ternyata kamu tampan juga."

Itu sukses membuat Momo membelalakkan matanya karna Nayeon terlampau jujur. Jungkook hanya tertawa kecil karna jantungnya kini berdebar-debar saat wanita yang lebih dewasa memuji ketampanannya. Tapi tak bisa ia pungkiri, gadis-gadis diluar kubah juga tampak sangat cantik, termasuk Nayeon yang sudah menariknya perhatiannya sejak mereka mengobrol bersama sedari tadi.

________

Kini Jungkook ikut andil dalam pembuatan komputer milik Jeongyeon yang hampir setengah jadi. Pria itu juga memiliki keahlian di bidang teknik komputer, sehingga tidak sulit baginya untuk menyelesaikan rangka yang telah Jeongyeon buat dengan hampir sempurna.

DivineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang