penjaga mimpi - hah? [end]

34 2 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 22.50, lagi-lagi Karina tidak bisa tidur dan terus menerus memikirkan kekurangan dirinya dan membanding-bandingkan nilainya dengan teman sekelasnya yang lebih tinggi darinya.

Ia bisa saja meneteskan air matanya saat itu juga, tapi tidak bisa karena terdengar suara ketukan pada pintu kamarnya. Karina membuka pintu kamarnya, menampakkan Harsa yang tengah tersenyum kaku sambil memegang perutnya sendiri.

“Kenapa, Har?”

Harsa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Sorry ganggu waktu tidur lu. Gue laper, Kar, jadi bisa gak lo bikinin gue makanan?” tanya Harsa menunduk malu.

Karina tersenyum simpul dan mengangguk, “Gak ganggu kok, Har. Yaudah gue bikinin lu makanan ya.”

Karina pergi ke dapur untuk membuat makanan untuk dirinya sekaligus Harsa, sedangkan Harsa masih berdiri di depan kamar Karina. Sedikit ia mengintip kamar Karina yang dulunya merupakan kamarnya juga, ia tersenyum merekah, “Ayam tetangga sebelah harus berterima kasih sama gue, soalnya gue telah mencegah Karina buat nangis ditengah malam hari ini.”

Harsa menyusul Karina yang tengah sibuk memasak telur dadar goreng dan secara tidak sadar menyandarkan dagu di pundak Karina, “Telur dadar mulu,”

Karina kaget tak berkutik saat dagu Harsa menempel di pundaknya, ia melirik Harsa sekilas, “Gue bisa masak yang lain sih, tapi takutnya kelamaan masaknya,” balas Karina agak gugup.

Harsa segera menjauhkan dagunya dari pundak Karina, tak disangka dia masih melakukan kebiasaannya saat menjadi sesosok hantu, “Kenapa gue lupa mulu sih kalau gue sekarang manusia,” rutuk Harsa dalam hatinya.

“Ah gue gak maksud gitu, haha telur dadar enak deh dimakan malam-malam begini hehe,” Harsa lagi-lagi tertawa canggung, sepertinya karena sudah lama menjadi hantu, dia tak biasa dengan kehidupan barunya menjadi manusia.

Karina dengan cepat memaafkan Harsa dan segera menyelesaikan masakan telur dadarnya. Mereka berduapun pindah ke ruang makan dan makan dengan tenang.

Harsa menatap Karina yang tengah mengunyah makanan dengan pipi chubby-nya yang menggembung, bertahun-tahun lamanya ia tinggal dengan Karina sebagai ‘penunggu’, ia baru menyadari Karina secantik dan sebaik ini.

“Kok gak dimakan? Dadarnya gak enak, ya?” tanya Karina sambil mengerucutkan bibirnya, yang membuat dia seribu kali lebih imut di mata Harsa.

Harsa menggeleng kuat, “Dadarnya enak banget, Kar. Sumpah deh seriusan,”

Karina terkekeh lucu, “Harsa, lo lucu banget sih!” ia tertawa begitu keras, sampai air mata keluar dari matanya.

“Eh, Kar, Lo nangis?’

Karina menggeleng sambil mengelap air matanya, “Enggak kok, ini namanya air mata kebahagiaan,” ia tersenyum simpul kearah Harsa, “Makasih ya, Har. Udah hadir di hidup gue selama 2 tahun ini. Gue ikut seneng lu bisa hidup lagi.”

Harsa terkejut bukan main saat mendengar kalimat terakhir yang Karina ucapkan, “Kar… jadi lo sebenarnya?”

Karina mengangguk mantap, “Iya, gue emang bisa ‘lihat’ dari dulu. Pas pertama kali masuk rumah ini juga bahkan kita saling tatapan, loh. Gue kira lo tahu, ternyata enggak,”

Harsa merenung, ia tak percaya beberapa tahun ia tinggal dengan orang didepannya ini, dan dia tidak tahu bahwa Karina bisa melihat dirinya sebagai hantu pucat yang mati karena bunuh diri.

“Eh, berarti yang lo telepon Mamah lu itu?” tanya Harsa memastikan.

“Itu cuma acting, lah. Kerenkan acting gue?” Karina menaik turunkan alisnya dengan percaya diri.

Harsa dan Karina tertawa renyah, mereka berdua merasa bodoh karena melakukan hal-hal berupa acting yang canggung satu sama lain. Jujur saja kalau diingat kembali, keduanya akan merasa malu.

Harsa menatap lekat mata Karina, mengingat kebiasaannya menjadi seorang overthinker, membuat dia berpikir apakah dia benar-benar mengenal gadis di hadapannya ini, “Oh ya, Kar. Kalau boleh tau, mimpi lo apa sih?” tanyanya tanpa aba-aba.

Karina terkejut akibat pertanyaan tiba-tiba Harsa, “Banyakk! Hehe,” jawab gadis itu dengan sumringah, lalu menggenggam tangan Harsa hangat, “Harsa!”

Harsa melirik genggaman tangan Karina, dan menatap Karina kaget, “Hmm?”

“Lo mau gak jadi penjaga mimpi gue?”

Harsa terkekeh dan mengecup punggung tangan Karina, “Tentu saja, Tuan putri. Itulah alasan saya kembali hidup.”

Cerita Yang Saya Tulis Untuk Tugas Teks CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang