Aroma wangi rempah-rempah menguar ke udara. Beriringan dengan bunyi kuah yang menggelegak di dalam panci. Dan tentu saja, beberapa potongan sayuran di sana tampak bergerak lembut mengikuti iramanya. Terlihat begitu padu dan menggoda selera. Seolah tengah memberikan undangan agar segera disantap dalam waktu dekat.
Eliz sedikit menunduk. Menghirup lebih dalam aroma itu. Hingga matanya terpejam karenanya.
Ugh!
Mencium aroma senikmat itu saja bisa membuat perut Eliz keroncongan seketika. Perutnya seolah memberontak. Meminta untuk diisi secepatnya. Terutama karena Eliz sendiri melewatkan makan siang tadi.
"Ehm ... baunya enak banget, Liz."
Suara berat itu membuat Eliz seketika tersentak. Refleks, ia membuka mata dan berpaling. Hanya untuk mendapati ada wajah Dika di sebelahnya. Dalam posisi menunduk pula. Dan dalam tujuan menghirup aroma sop pula.
Dika menoleh. Membuat mata cewek itu seketika melotot besar.
"Aku jadi tambah lapar, Liz."
Eliz tersadar. Langsung mendorong Dika. "Apaan sih? Jangan deket-deket."
Dika tersurut beberapa langkah ke belakang. "Sensi amat sih," cibirnya. "Aku kan nggak bau."
"Yang bilang kamu nggak bau siapa?" sengit Eliz seketika. "Kamu kan belum mandi sore."
"Kamu juga!" balas Dika. Lalu, matanya membesar. "Dan kamu bahkan belum cuci muka sebelum masak."
Ups.
Eliz mengerjap. Bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati.
Aku udah cuci muka belum ya?
Ehm ... mungkin memang belum kali ya? Wajah Eliz memanas.
"Kayak yang penting banget cuci muka sebelum masakin kamu makan."
Eliz berusaha untuk tidak merasa malu. Tapi, gesturnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Lihat saja. Ia bahkan tanpa sadar masih mengerjap-ngerjap dalam upaya menghindari tatapan Dika.
"Lagipula ... untuk apa aku mesti merhatiin tata krama sama kamu?" tanyanya membela diri. "Abis ini juga aku mau mandi."
Eliz memadamkan kompor. Ia beranjak menyiapkan sohun yang sebelumnya telah ia rendam ke dalam mangkok. Menyiramnya dengan sop. Dan tak lupa menaburi bawang goreng di atasnya.
Eliz menaruh sop yang siap untuk disantap itu di atas meja. Tepat di depan Dika yang sudah duduk dengan segera. Ia menyambutnya dan melihat pada Eliz seraya bertanya.
"Kamu nggak ikut makan juga?"
Eliz menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya ia lapar. Hanya saja...
Makan berdua dengan Dika?
Eliz mendengkus.
Tunggu dulu sampai dunia kiamat. Atau paling tidak tunggu sampai Perang Dunia Ketiga pecah.
"Males ah."
Dika sudah mengantisipasi jawaban itu. Maka ketika dilihatnya Eliz akan beranjak, tangannya melepas sejenak sendok di mangkok. Ia menyambar tangan Eliz. Mencekalnya. Menyingkirkan kemungkinan bagi cewek itu untuk pergi dari sana.
"Temenin aku makan, Liz. Ya kali aku makan sendirian?"
Eliz berusaha melepaskan tangannya. Rasa kesal setitik mulai timbul di benaknya. Lantaran ia menyadari bahwa belum ada dua belas jam ia bertemu dengan Dika, tapi cowok itu sudah dua kali memegang tangannya sekuat ini.
"Makan sendiri ah. Lagian udah gede juga. Manja banget makan masih mau ditemenin."
"Nggak ada hubungannya antara udah gede, manja, dan makan sendirian," kilah Dika. "Cuma kayak yang ngenes aja. Kalau kita bisa makan berdua, kenapa harus makan sendirian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil 🔞
RomanceSsst! Area dewasa 18+. Bocil dilarang mendekat! ********** Ini adalah kumpulan cerita yang tidak terlalu panjang. Dewasa, romantis, erotis, dan eksplisit. Demi satu tujuan, yaitu: memberikan kisah cinta yang akan membuat jantung berdebar. Jadi janga...