chapter 2

474 33 0
                                    

Hermione tidak mengerti.

Berpikir keras, mencoba mencari jawaban dari pertanyaannya. Darimana semua ini dimulai. Bagaimana bisa ia terjebak di kota ini. Terseret dalam hubungan rumit dengan seorang pria kaya raya yang digadang-gadang memiliki pesona bak dewa mitologi yunani.

Hermione memang selalu mendambakan kisah percintaan romantis dengan seorang pria tampan dan panas, tapi tidak seperti ini.

Tidak ketika pria itu memiliki wanita lain disampingnya.

Tidak ketika pria itu sudah memiliki istri yang menunggunya di rumah.

Tidak ketika pria itu sudah memiliki keluarga kecil bahagia dan menantikan kehadiran seorang anak.

Dadanya sesak, seperti ada orang yang dengan sengaja mencuri semua pasokan oksigen di sekitarnya.

Draco sudah pergi.

Meninggalkannya di ranjang yang dingin tanpa sehelai benang pun.

Hermione mengeratkan pegangan tangannya di selimut yang menyembunyikan tubuh polosnya. Memikirkan ulang semua kejadian yang terjadi di kehidupannya selama dua tahun terakhir. Memejamkan mata, mencoba untuk lari dari kenyataan pahit yang ia jalani.

Aku sangat menyedihkan.

Isakan kecil keluar dari mulutnya. Ia tidak menginginkan ini. Ia tidak ingin menjadi perusak dalam rumah tangga orang lain.

Hermione ingin berlari. Pergi jauh dari kota ini. Bersembunyi di tempat dimana tidak ada seorangpun yang mengenalinya. Menyusun ulang semua rencana hidupnya, memulai hidup baru yang bahagia. Tidak apa jika ia tidak kaya. Bertemu dengan seorang pria yang mencintainya dengan sepenuh hati. Menikah, lalu membangun keluarga kecil bersamanya.

Isakan itu terus terdengar. Ini tidak terjadi sekali dua kali. Hermione sangat sadar akan hal yang ia lakukan. Menjadi penghangat ranjang seorang pria bernama Draco Malfoy.

Sekarang jam setengah sebelas malam. Sudah satu jam sejak Draco pergi dari flat sederhana miliknya.

Draco mendapatkan telepon dari istrinya. Pria itu beralasan pada istrinya bahwa ia memiliki pekerjaan tambahan yang membuatnya harus lembur di kantor.

Klise.

Hermione tertawa. Tidak ada yang lucu.

Ia hanya menertawakan dirinya sendiri.

Hermione beranjak dari kasurnya. Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihannya.

Berjalan melewati kaca besar yang terpajang di sudut ruangan lalu kembali ke depan kaca. Mengurungkan niatnya untuk berjalan.

Hermione mengamati tubuhnya. Menghela napas berat. Menyadari banyaknya tanda merah yang Draco tinggalkan untuknya.

Draco selalu mengklaim bahwa Hermione adalah miliknya.

Membisikan kata-kata manis yang selalu Hermione dambakan. Membuatnya terbang lalu menjatuhkannya dengan keras ke tanah.


"Kau sempurna Hermione, aku mencintaimu. Kau milikku, hanya milikku." Draco tidak berhenti memuja perempuan yang berada di bawah kungkungannya.

"Buka matamu dan lihat aku." Perintah Draco mutlak. Hermione berusaha membuka matanya. Melihat wajah Draco yang tidak berhenti menghujamnya dengan kenikmatan.

"Draco,"

Draco menunduk menciumi leher Hermione lalu beralih ke dadanya. Memainkan tangan dan mulutnya disana.

London BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang