🧠 Posting 2-Kapan Nikah?

5.1K 1.1K 463
                                    

Johnson menggosok rambutnya yang setengah basah dengan handuk kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Johnson menggosok rambutnya yang setengah basah dengan handuk kecil. Pandangannya tertuju pada layar televisi. Menonton Sinetron Azab berjudul Mati Terkubur Cor-coran dan Tertimpa Meteor.

Bukan sinetron yang ia perhatikan, melainkan baris berita yang muncul di sepertiga bagian bawah layar.

"Memang sedang memprihatinkan, ya..." gumam Johnson usai membaca salah satu potongan berita tentang krisis ekonomi di Indonesia.

Dikarenakan penurunan jumlah pemasaran dari target yang telah ditetapkan, Johnson harus segera memikirkan strategi untuk memutar balik keadaan. Jika kondisi tersebut bertahan lama, bisa-bisa perusahaannya bangkrut karena terus merugi.

Konsentrasi Johnson terpecah tatkala mendengar bel apartemennya berbunyi. Perlahan ia beranjak menghampiri pintu. Pemandangan yang pertama kali menyambutnya saat pintu terbuka adalah ekspresi terkejut ibunya.

"Jo—" ucapan Belinda terputus. Kelopak matanya terbelalak kaget. "Ya ampun, pakai dulu baju kamu baru buka pintu!"

Teguran dari ibunya membuat Johnson refleks menunduk. Memerhatikan penampilannya sendiri. Saat ini ia hanya mengenakan boxer. Bagian atas tubuhnya dibiarkan telanjang.

"Cowok enggak papa," jawab Johnson cuek seraya berlalu pergi. Mengabaikan ibunya yang tidak henti-hentinya menyeloteh panjang lebar.

Saking cepatnya ritme bicara Belinda, Johnson sampai tidak bisa mendengar jelas sebenarnya apa yang sedang ibunya bicarakan. Alhasil, ia hanya bisa manggut-manggut bak boneka dashboard.

Belinda meletakkan jaket bulunya ke atas sofa. Wanita berusia lima puluh tiga tahun itu menyilangkan kaki, duduk menghadap Johnson.

"Mama habis dari mana?" tanya Johnson.

"Nongkrong bareng Jeng Ratna sama Jeng Kelin," Belinda berdecak. Mimik wajahnya berubah kesal. "Kamu tahu anaknya Jeng Ratna? Calonnya lulusan terbaik Universitas Indonesia jurusan matematika. Kalau anaknya Jeng Kelin, dia dapet blasteran Jerman. Cantik banget kayak Barbie hidup."

Johnson menelan ludahnya susah payah. Ia dapat menebak ke mana arah pembicaraan ini akan berlanjut. Sebelum dugaan di kepalanya terwujud, ia berencana membebaskan diri. "Ma, mau minum apa—"

"Kamu gimana?"

Punggung Johnson menegak. Ia berlagak mengerjap bingung. "Gimana apanya, Ma?"

"Masa anak Mama kalah sama anaknya Jeng Ratna sama Jeng Kelin?" tembak Belinda semakin menciutkan nyali Johnson.

Dalam waktu sedetik, ekspresi marah Belinda berubah sumringah. Suaranya pun terdengar manis. "Tenang aja. Mama udah siapin calon yang enggak kalah kece buat kamu."

Johnson sama sekali tidak tenang. Bulu kuduknya meremang saat Belinda mendekat. "Enggak usah repot-repot, Ma."

"Enggak repot sama sekali," Belinda tersenyum lebar. "Nih, kamu pilih sendiri suka yang mana."

POSTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang